Pagi ini rutinitas Jisoo sedikit berbeda dari hari lainnya. Jika biasanya setelah sarapan Jisoo langsung ke taman belakang untuk membaca buku-buku miliknya atau pun mengunjungi cafe untuk mencari referensi gedung-gedung, tetapi pagi ini berbeda. Jisoo harus mengantarkan adiknya ke sekolah.
Biasanya sang adik akan berangkat ke sekolah menggunakan kendaraan pribadinya, tetapi berhubung beberapa minggu yang lalu dia mengalami kecelakaan kecil yang mengakibatkan kakinya patah, dia harus rela diantar ke sekolah oleh Jisoo.
"Kenapa si? Muka kamu cemberut gitu?" Jiyong bertanya di sela-sela sarapan mereka.
"Malu dia, Pa, aku anterin ke sekolah," jawab Jisoo mendahului adiknya.
Jiyong melirik anak bungsunya yang semakin memajukan bibirnya cemberut begitu mendengar perkataan Jisoo dengan menggeleng kecil. Jiyong tau pasti saat ini harga diri anak bungsunya sedang tercoreng.
"Ck! Kalau udah tau kenapa masih mau nganterin aku segala."
"Karena kakak sayang kamu," jawab Jisoo dengan senyum manisnya. Dia sengaja melakukan itu untuk menggoda adiknya, melihat wajah cemberut adiknya membuat Jisoo semakin gencar menggodanya.
"Kak ...," rengek sang adik.
Jisoo dan Jiyong kompak melirik satu sama lain dan tak lama mereka tertawa geli mendengar rengekan itu.
"Gimana ni, Pa? Bolehin nggak anaknya berangkat sendiri ke sekolah?"
Dapat Jisoo lihat sang adik sedang memasang wajah memohon pada ayahnya.
"Bukannya papa ngelarang kamu berangkat sendiri, Dek, tapi kamu tau, kan, kondisi kamu lagi nggak memungkinkan buat berangkat sendiri."
"Pa, jangan panggil aku adek lagi dong. Aku, kan, udah gede." Kembali sang adik mengeluarkan protesan.
"Iya, iya, maaf, papa lupa," kata Jiyong, "tapi kamu tetap nggak boleh berangkat sendiri, ya," sambungnya tanpa menghiraukan wajah sang anak yang bertambah murung.
"Udah jam segini,"—Jisoo melirik jam dindingnya yang terpasang di meja makan—"berangkat sekarang aja, Yuk!" ajaknya.
"Iya sabar, aku abisin ini dulu." Mau tak mau Junkyu—adik Jisoo—menuruti perintah sang ayah yang sudah tidak bisa di ganggu gugat lagi.
"Oke, deh, Kakak, tunggu di mobil, ya." Jisoo mendorong kursinya ke belakang dan berdiri untuk menghampiri sang ayah dan berpamit.
"Nanti kamu ke kantor papa, nggak?"
Jisoo tampak menimbang-nimbang sesaat sebelum menjawab pertanyaan Jiyong. "After lunch mungkin, soalnya aku mau cari referensi dulu, Pa."
"Yaudah kalau gitu." Jisoo mengangguk dan mengalihkan atensinya pada Junkyu yang sedang sarapan dengan ogah-ogahan. "Buru! Nanti kamu keburu telat."
Setelah mengatakan itu, Jisoo langsung berjalan keluar menuju mobilnya dan menunggu Junkyu di sana. Tak berselang lama, Junkyu datang sembari menenteng sepatunya.
"Nanti kamu arahin kakak, ya. Kakak udah agak lupa soalnya sama jalanan jakarta," kata Jisoo sembari menarik persneling mobilnya.
"Ya gimana nggak lupa, Kakak aja baru pulang ke sini enam bulan yang lalu," jawab Junkyu sembari memasang sepatunya.
"Itu, kamu nggak papa pake sepatu kaya gitu? Nggak sakit apa?" tanya Jisoo sembari meringis pelan melihat Junkyu yang seperti kesakitan saat memakai sepatunya.
"Nggak apa, aku malas ke sekolah pake sendal, udah kaya sakit yang parah aja."
"Nggak parah gimana? Kaki kamu aja sampai di pasang gips gitu," cibir Jisoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
The [Shit] Architect And Me
FanficMembuktikan kemampuan yang dimiliki olehnya pada semua orang adalah keinginan Jisoo, tetapi semua itu lebih sulit dari apa yang dibayangkan. Taehyung, satu nama yang akhir-akhir ini memasuki dunia Jisoo. Seseorang yang mendaklarasikan cinta serta ri...