The [Shit] Architect and Me 26

2K 305 36
                                        

Siang ini Jisoo memiliki janji temu dengan teman lama sekaligus calon kliennya. Mereka berjanji akan bertemu di salah satu cafe yang berada di dalam mall.
Memasuki area mall, Jisoo langsung disambut oleh keramaian.

Hujan yang sejak pagi tidak berhenti membuat blouse yang dia kenakan basah saat berlari dari parkiran. Melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan, dia menarik napas pelan. Masih ada setengah jam lagi sebelum janji pertemuannya.

"Kayanya masih sempat kalau beli baju dulu," gumam Jisoo. Pakaian yang basah membuatnya sedikit tidak nyaman, belum lagi pendingin ruangan yang membuat badannya sedikit menggigil kedinginan.

Membelokkan badan ke toko pakaian terdekat, dia langsung memilih pakaian yang menurutnya cocok. Berpikir sejenak, akhirnya Jisoo memutuskan membeli lebih banyak potong pakaian karena pakaian kerjanya hanya sedikit itupun warnanya telah sedikit pudar.

Tangannya baru saja akan mengambil blouse warna pastel yang menarik minat langsung terhenti begitu dering ponselnya terdengar.

"Hallo," sapanya.

Baru satu kali sapaan yang diberikan, tapi seseorang yang menelponnya di ujung sana langsung berucap tanpa jeda. Dia menjelaskan akan terlambat karena masih terjebak macet yang cukup panjang. Dan memintanya untuk menunggu.

Tidak memiliki pilihan selain mengiyakan membuatnya harus terjebak di dalam mall lebih lama. Sebelum itu dia telah mengirim pesan pada rekannya bahwa tidak akan kembali ke kantor.

Matanya yang sejak fokus mencari pakaian tidak sengaja menangkap punggung seseorang yang dia kenal. Tanpa diperintah kakinya melangkah mendekat.

Dari jarak yang lumayan dekat, Jisoo dapat melihat perempuan itu menanyakan pendapat lelaki yang sejak tadi di gandeng. Mereka tampak mesra, seperti pasangan yang sedang di mabuk cinta. Lelaki itu tampak tidak terganggu dengan itu semua. Dia malah terkesan menikmati semuanya.

"Gimana menurut kamu? Bagus yang ini apa yang ini? Aku bingung banget," adu perempuan itu.

"Dua-duanya bagus. Kalau kamu suka beli aja semuanya biar aku yang bayarin."

"Serius?" tanya perempuan itu yang langsung diangguki oleh lelaki tersebut. "Makasih. Kamu memang yang terbaik." Perempuan itu tidak malu-malu mengalungkan lengannya di leher lelaki tersebut dan mengecup pipinya.

"Mbak, aku ngambil dua ini, ya." Perempuan itu menyerahkan dua potong gaun yang dipilih pada seorang pegawai toko yang ada di dekatnya.

"Aku ke kasir dulu, ya. Kamu mau nunggu atau ikut ke kasir?" Lelaki itu menggeleng. Tangannya bergerak mengambil dompet dan mengeluarkan sejumlah uang.

"Makasih, aku ke sana dulu." Perempuan itu melenggang pergi ke kasir dengan langkah ringan.

Sepeninggal perempuan itu, lelaki tersebut mengeluarkan ponselnya. Tampak dia menghubungi seseorang dan detik berikutnya dering ponsel Jisoo berbunyi.

Jisoo menatap ponsel miliknya dengan pandangan tak terbaca. Lama hanya mendiamkan, akhirnya dia memutuskan mengangkat panggilan tersebut.

"Hei, kamu lagi sibuk? Aku nelpon udah tiga kali sama ini, tapi baru kamu angkat."

"Ya."

"Ada apa? Nggak biasanya kamu jawab singkat begini. Oh, aku tau. Kamu lagi bete? Kenapa? Cerita sama aku. Kali aja aku bisa kasih saran."

Bagaimana bisa dia bercerita jika penyebabnya adalah lelaki itu sendiri. Daripada memikirkan saran, bukankah lebih baik menyiapkan alasan yang tepat saat bertemu dengannya.

"Kamu di mana?"

"Aku lagi di cafe dekat pantai. Ada apa? Kamu mau nitip oleh-oleh? Kalau iya besok sekalian aku beliin." Jisoo mengepalkan tangan berusaha menghalau air mata yang sejak tadi ingin keluar.

Sesak. Dadanya seperti diremas tangan tak kasat mata. Bagaimana bisa dia sekejam itu membohonginya. Selama ini Jisoo percaya bahwa Taehyung telah berubah, tapi apa yang didapatkannya?

"Sayang, hei. Ada apa? Kok diam?" Jisoo menggigit bibir, berusaha menahan isakannya. Dia tidak kuat mendengar suara Taehyung. Lelaki itu berbicara seolah tidak terjadi apa-apa.

Apakah selama ini Taehyung berbohong? Apa selama ini dia tidak pernah berlibur ke Bali melainkan pergi bersama perempuannya yang lain? Membayangkannya saja membuatnya tidak sanggup. Apa selama ini dia terlalu naif karena percaya semua omongan lelaki itu.

Tanpa menjawab, Jisoo langsung mematikan panggilan telpon tersebut. Dia sudah tidak sanggup mendengar suara lelaki brengsek itu. Taehyung menelponnya kembali, tapi tak dihiraukannya.

Perempuan itu kembali dan membawa dua kantong belanjaan dengan tersenyum puas. "Ada apa?" tanyanya begitu melihat raut gusar Taehyung.

"Nope. Udah, 'kan?" Perempuan itu mengangguk dan kembali menggandeng lengan Taehyung mesra. Jisoo yang melihat itu tidak bisa lagi menahan air matanya.

Pakaian yang ada di tangannya sudah tidak lagi menarik minatnya. Dia segera berlari ke toilet dan menangis sepuasnya seorang diri. Jisoo tidak tau rasanya akan sesakit ini.

Seperti inikah rasa teman-temannya melihat kekasihnya lebih memilih menemani dirinya daripada mereka? Jika ya, Jisoo sangat memahami kenapa mereka begitu membenci dirinya. Apakah ini karma baginya karena membuat hubungan banyak pasangan kandas.

Jisoo menghentikan tangis dan mengelap air mata begitu nama Yeonjun terlintas di pemikirannya. Ya, dia harus menelpon remaja itu untuk memastikan sesuatu. Dia tidak boleh mengambil kesimpulan sendiri seperti ini. Bisa saja tadi dia hanya salah paham.

Pada dering ke-dua Yeonjun telah mengangkatnya. "Hai, kakak ganggu kamu, nggak?" tanya Jisoo setelah memastikan suaranya normal kembali. Dia tidak ingin Yeonjun curiga dan mengetahuinya.

"Nggak kok. Santai aja, kebetulan kelasku lagi kosong nggak ada guru. Ada apa, Kak? Nggak biasanya nih nelpon segala?"  Semenjak Jisoo berkunjung ke rumah orang tua Taehyung waktu itu hubungannya dengan Yeonjun memang lebih dekat. Tidak jarang remaja itu menceritakan teman dekatnya.

"Keluarga kamu punya sepupu perempuan yang seumuran kakak atau Kak Taehyung?"

"Punya, tapi dia tinggal di luar kota sama suaminya. Itu pun jarang banget ke sini kalau bukan hari-hari besar."

"Kamu yakin?"

"Iya. Kenapa si Kak? Kakak mau kenal keluargaku lebih dalam lagi, ya?" goda Yeonjun, "minta bawa ke acara keluarga bulan depan aja, Kak, sama Kak Taehyung. Pasti manusia satu itu nggak akan nolak."

"Eh, guruku baru masuk, Kak. Udah dulu, ya. Bye."

Jisoo menatap ponselnya dengan pandangan mengabur. Dia tau tindakannya barusan hanya untuk membohongi diri sendiri. Dia masih berusaha yakin bahwa apa yang dilihat tadi hanya salah paham.

Bagaimana bisa dia masih berpikir senaif itu padahal jelas-jelas dia melihatnya sendiri.

Dan mengenai perkataan Yeonjun tadi, dia merasa sangsi bahwa hubungannya masih bisa bertahan sampai bulan depan.

Ponselnya kembali berdering. Kali ini bukan panggilan masuk melainkan pesan yang Taehyung kirimkan padanya. Lelaki itu mengirimkan gambar pantai lengkap dengan banyaknya orangnya yang sedang bermain wahana air.

Taehyung
|sayang banget kamu nggak ikut. Coba kalau ikut pasti kita bisa main wahana air bareng-bareng. By the way, aku kangen banget sama kamu. Lusa aku pulang, kalau kamu ada waktu bisa jemput aku di bandara?





tbc–

____________________
Lama nggak update di lapak ini. Btw, ada yang kangen cerita ini gak? Aku usahain update cepet ya karena gantung pas ada konflik kaya gini gak enak banget.

The [Shit] Architect And MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang