Kuat bukan Berarti Mampu Berdiri Kuat

395 46 2
                                    

🍬

Jinwoo melangkahkan kakinya dengan sangat pelan saat dilihatnya seseorang tengah menundukkan kepalanya dan sedikit terdengar suara isakan.

Langkah Jinwoo begitu pelan hingga ia memilih untuk duduk pada ayunan di sebelah kiri orang tersebut.

"Do, lo nangis?" Jinwoo mencoba menunduk agar dapat melihat jelas wajah Dohyon sambil kedua tangannya memegang tali ayunan agar dirinya tidak terjatuh.

Dohyon memalingkan wajahnya dan mencoba menghapus airmatanya lalu memberikan senyuman terbaik ke arah Jinwoo. "Lo sejak kapan di situ? Kok gue nggak sadar?"

Jinwoo tersenyum 'sangat manis' pikir Dohyon. "Gue juga jalannya pelan banget biar lo nggak keganggu"

Dohyon hanya mengangguk dan menatap kosong taman bermain itu. Hening menghinggapi mereka, Dohyon terlihat menikmati keheningan yang terjadi sementara Jinwoo menikmati angin malam sambil menggoyangkan pelan ayunan yang didudukinya.

Helaan nafas yang terasa penuh beban dari Dohyon membuat Jinwoo seketika memusatkan fokusnya hanya pada laki-laki itu.

"Lo nggak penasaran gue kenapa?" tanya Dohyon tapi sama sekali tak menatap Jinwoo hanya tetap pada posisinya menatap taman bermain itu dengan tatapan tak bersemangat.

"Gue penasaran tapi rasanya lo belum siap untuk cerita?" Dohyon tersenyum kecil. Untuk pertama kalinya Jinwoo melihat laki-laki itu tersenyum kecil tak seperti biasanya yang akan tersenyum dengan begitu lebar.

"Kalo gue nggak mau cerita gimana?"

"Yah itu urusan lo. Bukan maksud gue cuek tapi rasanya nggak baik untuk maksa lo cerita sedangkan lo belum mau cerita. Gue tau rasanya saat orang-orang sibuk nanya lo kenapa sedangkan yang lo butuhkan itu pengalihan dari masalah-masalah yang ada"

Hening kembali tercipta setelah Jinwoo menyelesaikan kalimatnya. Jinwoo tak masalah berada dalam keheningan seperti ini karena dia sudah terbiasa dan mencoba untuk memahami Dohyon melalui gerak-gerik laki-laki itu.

"Beberapa hari yang lalu mami semangat banget buat ngajarin gue matematika. Selama itu juga gue berusaha yang terbaik untuk belajar bereng mami. Dan kemarin malam mami bilang gue harus bisa ngalahin yang lain. Tapi sayangnya? Nilai gue di bawah kkm-" Dohyon kembali menghela napas disana nampak sebuah ketakutan dalam kekecewaan. Jinwoo mulai paham dan sedaritadi dirinya mendengarkan dan memusatkan seluruh fokusnya hanya untuk Dohyon tanpa memikirkan hal yang lainnya. 

"Gue takut ngecewain mami. Gue takut pas pulang nanti mami nanya dan gue harus jawab apa? Kata papi orang yang paling nggak mau papi kecewain nomor satu itu adalah mami. Tapi sayangnya malah anak bungsunya ini yang menjadi penyebab kekecewaan orangtuanya hahaha" dalam tawa itu terdengar jelas ketakutan dan kekecewaan atas dirinya sendiri.

Jinwoo mengayunkan ayunannya sekuat mungkin tersenyum dan menghela napas tapi bedanya helaan nafas yang dikeluarkan Jinwoo berbeda dengan Dohyon. Helaan nafas Jinwoo dapat terdengar seperti perasaan lega.

"Pasti dipikiran lo sekarang 'hanya gara-gara itu gue nangis?' hahaha" Jinwoo tetap mengayunkan ayunannya dengan kuat mencoba untuk menikmati ayunannya sendiri hingga tak berapa lama ayunan itu memperlambat pergerakannya sendiri karena sang tuan yang mendudukinya sudah tak memiliki minat sepertinya.

"Kalo gara-gara itu, lo pantas nangis. Nggak hanya itu, semua orang pantas nangis. Jangan karena lo kuat di luar bukan berarti lo kuat juga luar dalam. Gue tau rasanya. Tapi Do, emang mami pernah nuntut ke kalian nilai tinggi?" Dohyon mengangguk kecil menatap butiran pasir di bawah kakinya. 

"Kemarin malam" lirihnya, otaknya otomatis memutar ulang perkataan sang mami setelah mereka belajar bersama. "Yakin mami bilang gitu? Coba ulang apa yang mami bilang?"

Dohyon mengangkat pandangannya dan menatap Jinwoo heran. "Gue harus bisa ngalahin yang lain"

"Do, setau gue mami itu bukan tipikal orang tua yang nuntut anaknya untuk perfect dalam angka-angka pendidikan. Do, gue yakin saat lo bilang ke mami nanti, gue beneran yakin 100% kalo mami bakalan senyum cantik banget seperti biasanya dan tetap menghargai setiap usaha yang lo kerahkan"

Dohyon menunduk semakin dalam. Entah mengapa rasanya dirinya benar-benar menjadi sangat kecil dihadapan Jinwoo.

"Kalo masalah fisik gue akuin lo kuat dari luar. Tapi kalo masalah hati lo benar-benar nggak bisa berdiri sendiri Do harus benar-benar ada yang ngejagain lo atau kalo nggak yah gitu lo bisa hancur"

"Maksudnya?" Jinwoo berdiri dari duduknya lalu berdiri di hadapan Dohyon yang langsung otomatis mendongakkan kepalanya untuk menatap mata Jinwoo.

"Biar gue tebak, lo pasti nggak kepengen pulang kan malam ini?" seketika itu juga mata Dohyon melebar kaget.

"Udah, ayo pulang. Mami sama papi pasti khawatir udah jam 9 malam nih" Jinwoo menggandeng tangan Dohyon tanpa permisi membuat Dohyon tentu saja seperti tersihir dan mengikuti langkah kaki Jinwoo.

Jinwoo benar, dia memerlukan seseorang yang harus selalu siap membantunya berdiri dan mengajaknya keluar atau menyadarkannya dari setiap pikiran-pikiran negatif yang begitu besar dalam hati dan pikirannya. Dan tentu saja itu adalah Jinwoo.

'Lee Jinwoo'

🍬

OUR TIME(S) || PRODUCE X 101Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang