24

226 24 0
                                        



Jein benar-benar risih dengan Yena tadi. Ketika dirinya sudah memberi beribu-ribu alasan agar Yena melekaskan Jein kembali ke rumah dengan hati tenang nan sunyi, tetapi Yena malah seolah tidak peka dengan alasannya itu. Atau mungkin Jein kurang pandai membuat alasan ya? Jika kalian ingin tau, Salah satu alasan yang Ia gunakan adalah untuk memberi kucing makan malam.

Jein ingat betul Yena tidak tau dirinya mempunyai hewan peliharaan, jadi dirinya berharap Yena mempercayainya dan memberi kebebasan untuk lekas pulang ke rumah perihal kucing. Tetapi, tidak mungkin Yena sebodoh dan setolol itu.

Dan disinilah pribadi Jeon itu berada sekarang, berjalan menuju ruang persegi apartement mereka. Dengan angka digital pada persegi pintar menunjukan pukul delapan malam, membuat jantungnya seakan memompa jauh lebih cepat. Aneh bukan? ketika semua perempuan memompa jantung lebih cepat perihal malu atau gugup di depan orang yang disukai, lain hal nya dengan Jein. Dirinya benci terlelap di sofa.

Walaupun sofa coklat mereka empuk, tetapi rasanya lebih nyaman di atas kasur ketimbang sofa. Jika saja ada yang mengatakan sofa itu jauh lebih empuk dan nyaman dibandingkan kasur, Jein akan siap beradu argumen dengan manusia yang mengeluarkan teori itu. Bahkan sepertinya Jein akan menjadi manusia paling depan yang menentang teori tersebut.

Jein menekan password apartementnya berharap Yara belum terlelap dalam tidurnya sehingga dirinya tidak perlu tidur di atas sofa. Lantas membuka persegi pintu ketika selesai menekan password ruang apartement mereka.

Baiklah, birai Jein seakan menganga dibuatnya. Malam-malam sunyi seperti ini maniknya mendapati kedua pribadi tengah asik bermesraan diatas sofa coklat setinggi belokan kaki itu. Lantas Jein kembali menutup bangun besi itu menggunakan jemarinya guna tidak mengusik acara bermesraan mereka.

Pribadi yang berada di dalam ruang lantas berdiri dari bahu lebar Jin bersamaan berjalan mendekat ke pintu besi. Jemari lentiknya membuka bangun persegi itu dan maniknya mendapati Jein tengah berdiri kikuk disana.

"Baiklah, terjadi sedikit kesalah pahaman disini" Ucap Yara lanjut menarik lengan putih Jein masuk ke dalam apartement mereka.

Jin yang tadinya duduk mematung karena ketidak sengajaan Yara tadi, lantas bangkit dari duduknya sembari menyarangkan jemari kekarnya ke dalam saku celana training yang membalut kaki panjangnya.

"Anyeong Jein! Apakabar?" Tanya Jin memecah kecanggungan yang ada sembari tersenyum.

"Anyeong.. Aku baik. Bagaimana dengan Kau?" Ucap Jein balik bertanya.

Lantas Jin mengangguk sebagai jawaban. Bersamaan maniknya melihat kearah jam dinding yang tergantung rapi diatas televisi itu. Sudah pukul delapan malam? Jin benar-benar merasakan waktu berjalan begitu cepat sekarang. Perasaan tadi saat dirinya sampai, jarum jam disana masih menunjukan sekitar pukul lima lebih dua menit.

"Ahh, sepertinya Aku harus kembali sekarang. Oh iya, Aku membawakan kalian berdua oleh-oleh. Nih untukmu Jein" Ucap Jin bersamaan menyodorkan coklat yang nampaknya hanya dijual di benua eropa sana.

"Dan ini untukmu" Ujar Jin seraya mengulurkan satu kantong kuning untuk Yara.

Yara menaikan sebelah alisnya bingung. Sejak kapan kantong itu berada di tangan Jin?

"Aku menaruhnya di dekat rak sepatu sejak tadi, mangkanya Kau tidak menyadari Aku membawa satu kantong kuning" Ujar Jin seakan bisa membaca keheranan yang hinggap di benak Yara melalui ekspresi Yara.

Yara mengangguk paham seraya mengambil barang yang Jin berikan tadi. Tentu tanpa menunggu lama, Ia membuka kantung tersebut dan mendapati hoodie berwarna kuning dengan merek Givency di dalam sana. Tentu saja mata Yara membola sempurna. Apakah pria di hadapannya ini gila?

3 TIMES || KSJ ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang