8. Pasar Malam

13.1K 774 20
                                    

Pasar malam? Klasik bukan? Namun klasik bukanlah alasan untuk kedua sejoli itu mengunjunginya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pasar malam? Klasik bukan? Namun klasik bukanlah alasan untuk kedua sejoli itu mengunjunginya. Pasar malam itu sederhana, hanya ada kincir angin, stand makanan atau jajanan, dan tak lupa permainan yang bisa mengundang tawa banyak orang. Lihatlah, sederhana namun dapat membawa kebahagiaan.

Setelah Arka menyelesaikan urusannya, Qia merengek agar tidak pulang terlebih dahulu dengan alasan ia bosan dirumah terus. Awalnya Arka menolak karena ia sudah lelah, namun melihat wajah murung Qia membuat Arka tak tega dan mengajaknya ke pasar malam di dekat komplek perumahannya.

"Ka, pinjem uang," pinta Qia sembari mengulurkan kedua tangannya, meminta uang.

Kedua mata Arka memincing kearah Qia, tumben sekali bocah ini ingin meminjam uang, biasanya Qia hanya bisa meminta barang dan tidak meminjam uang sepeserpun kepada Arka. Bukan karena Qia peminta atau matre, namun Arka sendiri yang melarang keras Qia ketika ia akan meminjam uang Arka. Menurutnya, uangnya adalah uang Qia, ia juga sudah menganggap bahwa Qia adalah adik kandungnya. Meski saat ini status mereka adalah tunangan.

"Buat apa? Gak usah pinjem-pinjem segala! Lo mau apa? Gue beliin!" galak Arka.

Qia menghela nafasnya, "Ya udah, gue minta uang kalo gitu," jawabnya.

"Lima belas ribu," lanjut Qia.

"Buat apa Qi?" tanya Arka lagi, namun tak urung ia mengeluarkan dompetnya dan memberikan Qia selembar uang berwarna biru muda.

Qia menerimanya dengan senang hati, ia segera berdiri dari tempat duduknya dan berlari kecil kearah stand jajan yang menjual permen kapas, sudah sangat lama sekali rasanya tidak mencicipi makanan manis itu.

Sedangkan Arka hanya melihat gerak-gerik Qia, sepertinya hari ini ia benar-benar menjaga bocah SD yang body-nya SMA. Arka meringis kala melihat Qia yang terjatuh karena tersandung gundukan kecil, ia ingin menolong gadis itu namun Qia kembali berdiri dan berlari kecil kearah Arka sambil membawa permen kapasnya yang besar.

Qia mengembalikan uang kembaliannya kepada Arka, kemudian ia duduk disamping Arka dan memakan permen kapas berwarna pink itu. Sedangkan Arka hanya diam, namun kedua matanya melirik kearah kaki putih milik Qia, memastikan bahwa tak ada luka sedikitpun di tubuh gadisnya.

Melihat bahwa kaki Qia masih mulus, tatapan Arka kini beralih kearah wajah cantik Qia, ia tersenyum tipis melihat Qia yang sedang memakan permen kapas itu dengan lahap.

Tangannya bergerak mengusap rambut panjang Qia dengan lembut, biarlah hari ini Qia bebas makan makanan tidak sehat. Namun beberapa minggu kedepan akan ia pastikan bahwa Qia akan menjaga pola makannya dengan sehat dan bersih.

Qia diam, ia sengaja tidak menawari Arka makanan gulali itu karena ia tau Arka pasti akan menolaknya. Pria itu tidak menyukai makanan yang terlalu manis, berbeda dengan dirinya.

"Harganya kan lima belas ribu, lo tadi pinjem kan? Pinjem ke gue ada pajaknya, setiap se-jam pajaknya naik dua kali lipat," ujar Arka.

Uhuk uhuk

"Lo gila?! Kalo aja gue bawa dompet, gue bakalan beli ini sendiri," semprot Qia.

"Bercanda Qi, serius amat hidup lo,"

Qia mengerucutkan bibirnya kesal, kemudian membuang sampahnya asal. Ia beranjak untuk mengelilingi pasar malam itu.

Sedangkan Arka menghela nafasnya lelah, ia mengikuti Qia namun tak urung untuk memungut sampah bekas Qia tadi dan membuangnya ke tempat sampah.

Padahal Arka sudah berkali-kali menasehati Qia agar tidak membuang sampah sembarangan, tapi gadis itu benar-benar keras kepala. Ia sendiri sudah capek menasehati gadis yang disampingnya itu.

"Ka, laper,"

Arka sontak menoleh kearah Qia, kedua alisnya menaik, "Lo masih laper?" tanyanya.

Qia mengangguk sebagai jawaban, tadi ia makan mie tanpa nasi. Sudah begitu, mie tersebut pasti mie indomie, satu kurang, dua kelebihan. Arka mengedarkan pandangannya, kedua matanya melihat stand makanan yang menjual sosis bakar. Mungkin Qia bisa memakan itu saat ini.

"Gue beliin sosis bakar mau?" tawar Arka.

Qia mengangguk mantap, kemudian Arka segera menggandeng lembut tangan Qia dan menuntunnya kearah stand itu. Setelah itu Arka segera memesankan dua sosis bakar untuk Qia dan untuknya.

Beberapa menit kemudian penjual itu memberikan pesanan mereka dan langsung dibayar oleh Arka. Mereka berdua memilih untuk menggeser badannya sedikit, agar tidak menghalangi pembeli lainnya.

Qia langsung membuka plastik mika yang membungkus sosis bakar miliknya, tanpa aba-aba ia langsung melahapnya.

"Akh! Panas!" pekik Qia.

Arka ikut meringis, ia sontak melihat bibir Qia lekat, meniupnya pelan, takut jika bibir mungil itu terluka. Tangan satunya menarik tengkuk Qia agar ia dapat melihat dengan jelas bibir itu.

Bruk

Entah darimana asalnya bocah laki-laki itu, ia tiba-tiba menubruk kaki Arka dengan cukup keras membuat Arka langsung terhuyung kedepan.

Cup

Tanpa disengaja, bibir Arka mencium hidung mancung Qia. Kedua mata mereka bertabrakan, menatap satu sama lain, namun otak mereka tiba-tiba lambat bekerja. Qia membiarkan Arka menciumnya selama beberapa detik.

Setelah sadar, Arka segera menjauhkan badannya, begitupun dengan Qia. Keadaan menjadi canggung seketika, Arka berdehem, "B-bibir lo gapapa?"

"Sial, kenapa gue harus gugup sih?" batin Arka.

Qia mengangguk kaku, ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "I-iya gapapa. Mmm, k-kita pulang aja gimana?"

Arka sontak mengangguk, "Iya kita pulang aja. Sekarang uadah malem, anginnya makin gede," jawabnya.

My Fiance's Secret {NEW VERSION}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang