48. Menuntun

7.7K 496 17
                                    

"Mama atau papa yang suapin?" tanya Sarah dengan pelan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mama atau papa yang suapin?" tanya Sarah dengan pelan.

Qia menggeleng sebagai jawaban, setelah Kenzie dan Alden meminta maaf kepadanya, Qia semakin membisu.

Kenzie dan Alden sudah berpamitan untuk pulang, keduanya izin karena besok akan kesitu lagi sebelum sekolah.

Sekarang, masih ada keluarga Arka didalam ruangan itu. Adam meminta maaf kepada Qia dan Alex, ia begitu menyesali perbuatannya.

Sebagai orang tua, awalnya Alex ingin membatalkan pertunangan antara Arka dan Qia, namun dengan dorongan dari Sarah dan juga Qia, akhirnya Alex menerima permintaan maaf itu dengan baik.

Sarah menghela nafasnya, "Mau disuapin Arka?" tanyanya lagi.

Lagi, Qia menggeleng lesu sebagai jawaban. Alex mengusap lengan Sarah, ia mengambil piring dari tangan Sarah dan mendekati putri semata wayangnya.

"Qia makan dulu ya, papa suapin," ujar Alex dan ditolak oleh Qia.

Kepalanya menoleh kearah kiri, sedikit sakit, namun ia harus terbiasa, "Pa, Qia kan gak bisa tidur kalau gelap, terus Qia tidurnya gimana?" tanya Qia dengan nada rendah.

"Qia, nanti kita temenin Qia kok," jawab Alex.

Sepertinya dugaan dokter Ilham benar, kondisi mental Qia saat ini sedang terguncang dan membutuhkan perhatian khusus untuk menyembuhkannya.

Dokter itu juga sempat menawarkan agar Qia bisa diperiksa oleh temannya yang ahli dalam psikologi. Namun Alex menolak dengan alasan ia bisa menuntun Qia agar lebih baik.

Qia kembali menangis, "T-tapi Qia gak bisa lihat kalian, hiks," jawabnya.

Arka menghela nafasnya, ia mendekat dan menepuk pundak Alex pelan, kemudian laki-laki paruh baya itu mengangguk.

"Qi, kenapa?" tanya Arka pelan sambil mengelus pipi tirus Qia.

Tangan Qia meraba wajahnya dan menggenggam erat tangan Arka, "Ka, a-aku cacat sekarang, hiks. A-aku pengen sekolah," ucapnya.

Satu tangan Arka yang lainnya mengusap lengan Qia, "Gak ada yang sempurna di dunia ini Qi, lo gak pernah cacat dihidup gue. Bagi gue, lo senang aja itu udah cukup,"

"Tapi aku gak bahagia Ka."

Arka tersenyum tipis, "Bahagia sama gue mau kan Qi? Kita coba pelan-pelan, gue bakal buat lo bahagia mulai sekarang,"

"Aku buta Ka! Aku juga lumpuh!" Qia semakin histeris membuat Arka memeluk gadis yang rapuh itu.

Kedua mata Arka memejam, "Masih ada mulut dan telinga Qi, lo bisa bicara sebanyak apapun yang lo mau, pasti gue dengar. Sebaliknya, lo bisa dengar suara gue. Kita bisa berkomunikasi tanpa kontak mata, cuma sementara, gue janji, gak akan lama. Anggap gue juga buta Qi, anggap kita sama-sama buta." ujarnya pelan.

Qia menangis di pelukan Arka, "Maaf, hiks,"

Arka mengangguk, "Gue gak akan ninggalin lo lagi, gue janji. Gue akan antar kemanapun lo mau, gak masalah lo lumpuh, yang terpenting lo bahagia sama gue, oke?"

Setelah mengatakan itu, Arka melepas pelukannya dengan pelan, ia mengusap pipi Qia yang masih basah, "Sekarang makan ya? Gue suapin," ujarnya dan diangguki pelan oleh Qia.

-MFS-

"Qi, ini gue Kenzie," sapa Kenzie sembari memegang tangan kanan Qia, ia berjongkok sedikit untuk mencium puncak kepala Qia.

Kedua mata Qia terbuka, "Kenzie?"

Kenzie tersenyum, laki-laki itu menatap wajah pucat Qia, "Nanti papi sama mami mau kesini jenguk lo, lo mau biskuat coklat? Nanti biar dibawain,"

Qia mengangguk pelan, "Zie," panggilnya.

"Apa?" tanya Kenzie.

"Ini masih pagi atau udah siang? Gue cuma lihat malam tanpa bintang disini," tanya Qia yang membuat Kenzie terdiam.

Setelah terdiam beberapa menit, Kenzie berdehem pelan, "Masih pagi, sekitar jam tujuh," jawabnya.

"Lo gak sekolah?" tanya Qia lagi.

Kenzie menggeleng, "Enggak, gue mau nemenin lo hari ini. Yang lain masih pulang bersihin badan dan istirahat, nanti kesini lagi kok," jelas Kenzie.

Tangan Qia tiba-tiba menggenggam erat tangan Kenzie, "Kenapa Qi?" tanyanya cemas.

Qia meringis, ia merasa kepalanya sedang dipukul beberapa kali, ia melepas genggamannya dari Kenzie dan memegang kepalanya yang sakit.

Melihat itu, Kenzie segera memanggil dokter untuk memeriksa keadaan Qia.

Beberapa menit setelahnya, dokter Ilham menjelaskan bahwa kondisi ini cukup wajar karena itu adalah efek dari operasinya. Dokter itu memberi obat kepada Qia agar bisa mengurangi rasa sakitnya.

Tangan Kenzie mengusap kepala Qia dengan lembut, "Sakit banget ya Qi?" tanyanya.

Kedua matanya sudah berkaca-kaca, jika saja waktu bisa diulangi kembali, maka seharusnya Qia sudah tersenyum senang saat ini.

Qia mengangguk sebagai jawaban, sakit di kepalanya berangsur membaik secara perlahan, "Zie, lo malu ya punya sepupu cacat kayak gue?" tanya Qia tiba-tiba.

"Enggak. Gue justru bangga banget punya sepupu yang kuat kayak lo," jawab Kenzie cepat sembari memuji Qia.

"Bohong!" elak Qia.

Kenzie tersenyum, "Siapa yang bilang kalau lo cacat sih Qi? Gue bakal tinju orang yang ngatain lo cacat," ujar Kenzie.

Qia diam sejenak, "Makasih ya Zie," balasnya.

Sepertinya masih banyak yang mendukung Qia sekarang dan ia rasa, ia harus berusaha ikhlas untuk cobaan kali ini.

Setidaknya untuk sekarang.

"Lo belum sarapan kan? Ayo, gue suapin!"

My Fiance's Secret {NEW VERSION}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang