60. Tiga meter

7K 426 53
                                    

Sudah enam minggu lamanya Qia melakukan terapi dan hasilnya benar-benar ada

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah enam minggu lamanya Qia melakukan terapi dan hasilnya benar-benar ada. Qia sudah bisa berjalan kembali meski harus dituntun pelan-pelan dengan jarak dekat.

Terkadang Qia juga merasa kelelahan dan kondisinya sering drop pasca terapi.

Hari ini adalah hari pertama ujian nasional diadakan, Qia kembali ke sekolah hanya sekedar mengikuti ujian nasional.

Kali ini Kenzie yang mendorong kursi roda milik Qia karena mereka berada diruangan yang sama. Kedua tangan Qia memegang tas kecilnya erat-erat.

"Qi, inget kata papa lo, kalau ada yang sakit langsung bilang, nanti biar papa lo jemput," Kenzie mengingatkan Qia.

Qia mengangguk, "Iya Zie, tenang aja, gue udah siap lahir dan batin," jawabnya bangga.

Setelah itu Kenzie membantu Qia untuk duduk dikursi kelas, kemudian menyimpan kursi rodanya diluar kelas. Karena itu adalah peraturan dari sekolah.

Tangan Kenzie terulur untuk mengusap lembut puncak kepala Qia, "Semangat!"

Qia mengangguk senang, "Semangat!" jawabnya sembari menunjukkan kepalan tangannya keatas.

-MFS-

Tak terasa ujian nasional sudah dilewati begitu saja, Arka sangat merasa soal-soal ujian nasional kali ini membuatnya santai karena sejauh ini ia seperti mengerjakan ujian sekolah dasar.

Jangan tanya bagaimana Qia, ia juga merasakan hal yang sama dengan Arka. Mungkin otak mereka adalah anugerah terbesar dari Tuhan.

"Coba gue lihat," ujar Arka sembari menarik pelan tangan Qia.

Sontak Qia langsung menyembunyikan kedua tangannya dari Arka, "Jangan!" tolaknya.

Arka berdecak kesal, "Siniin, gimana gue bisa lihat coret-coretannya kalau lo sembunyiin?" tanyanya sedikit kesal.

Tadi Kenzie bercerita bahwa waktu dua puluh menit sebelum ujian berakhir, ia sempat melihat Qia yang mencoret-coret tangannya sambil terkikik geli.

Entah apa yang ditulis Qia, namun Arka kepo!

Sampai berada dirumahpun Qia masih enggan menunjukkan telapak tangannya kearah Arka, malu, katanya.

Arka tersenyum licik, ia menggelitiki Qia tiba-tiba sehingga gadis itu tertawa karena geli, tubuhnya lemas seketika. Melihat kesempatan emas itu, Arka langsung menarik tangan kiri Qia dan melihatnya.

Senyum Arka terbit kala melihat tulisan Qia yang sedikit tidak rapi namun membuatnya senang.

Disana terlihat jelas bahwa banyak sekali tulisan yang memuji dirinya.

Arka I love you

Arka kenapa ganteng banget sih?

Ya Allah, kenapa Arka baik banget?

Qia cemberut kesal, ia kembali menarik telapak tangannya dengan paksa.

Melihat itu Arka terkekeh pelan, "I love you too," ujarnya tiba-tiba.

"Ck! Itu waktu gue gabut aja," elak Qia.

Arka manggut-manggut, "Iya, gue tau gue ganteng," jawabnya asal.

Qia semakin kesal dibuatnya, "Males deh sama lo!"

"Iya, gue emang baik. Tapi lo lebih baik,"

"Arka!"

"Apa sayang?"

Qia diam, ia malas menanggapi ocehan Arka yang selalu menggodanya. Kemudian Arka mendorong kursi roda Qia tiba-tiba dan menghentikannya tepat di depan sofa, hanya berjarak sekitar tiga meter.

Sedikit jauh.

Kedua kaki Arka menjauhi Qia, ia duduk di sofa sembari menatap Qia yang masih merasa malu.

Tangan Arka menepuk pelan samping sofa yang kosong, "Sini Qi, jalan pelan-pelan," titahnya.

Qia terkejut, ia meneguk ludahnya kasar, jarak tiga meter bagi dirinya sangatlah jauh. Dokter saja menyarankan agar jalan sejarak satu atau dua meter saja.

Kedua alis Arka naik, "Sini sayang, pelan-pelan aja," ucapnya lagi.

Sontak Qia menggeleng guna menolak, "Gak! G-gue gak bisa," tolaknya.

Arka tersenyum, "Bisa, kalau lo sendiri gak yakin, gimana sama kaki lo? Ayo sini!" desaknya sembari meyakinkan Qia.

Satu tangan Arka menjulur kedepan, "Kalau lo jatuh, ada gue yang nangkap lo," lanjutnya kembali mencoba membuat Qia yakin.

Qia mendadak keringat dingin, "Lo berdiri aja Ka, n-nanti waktu gue mau jatuh tol-"

"Gak akan jatuh Qi, selama gue ada disamping lo, lo gak akan jatuh," potong Arka cepat.

Dengan ragu, Qia mencoba untuk bangkit dengan menggunakan kedua tangannya yang menumpu pada kursi roda, ia menunduk guna menatap kedua kakinya yang sudah berdiri tegak.

Arka terus mengawasi gerak Qia, meski meyakinkan gadis itu, namun jauh dilubuk hatinya ia merasa khawatir akan Qia yang akan jatuh.

Qia bisa merasa bahwa kedua telapak kakinya menginjak lantai yang dingin, ia sudah bisa merasakan kakinya sejak lama.

Masih dengan berpegangan pada kursi roda, perlahan Qia melepaskannya dan mencoba melangkahkan kakinya satu persatu dengan hati-hati.

Ia seolah-olah lupa bagaimana cara berjalan, berlari, berjongkok.

Pikirannya kalut saat melihat Arka yang masih tenang duduk di depannya sambil tersenyum.

"Jangan lihat kakinya, lihat gue aja Qi," titah Arka.

Qia menurut, ia menatap wajah tampan Arka sambil mencoba berjalan lagi.

Sedikit demi sedikit, ia semakin melihat jarak mereka yang semakin dekat. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti karena kedua kakinya kembali melemas.

Ia berusaha sekuat mungkin untuk kembali berjalan, hasilnya masih sama, bahkan kedua kakinya semakin lemas.

Grep

Arka memeluknya erat, tidak membiarkan tubuh Qia jatuh begitu saja.

Laki-laki itu tersenyum tipis, "Padahal tinggal satu langkah lagi lo bisa duduk di sofa, gapapa, satu langkah itu hadiah buat lo," ujar Arka pelan.

"Hadiah?" tanya Qia bingung, ia memegang erat kaos Arka.

Arka mengangguk, "Iya, hadiah. Lo denger detak jantung gue yang kenceng kan? Jantung gue selalu gitu waktu lo ada didekat gue Qi."

"Cinta gue gak main-main Qi," lanjut Arka dengan berbisik.

Qia mendongak, menatap wajah Arka, "Ka," panggilnya pelan.

"Hm?"

"K-kaki gue-"

Arka melepas pelukannya, ia segera menuntun Qia untuk duduk disofa. Kemudian ia merangkul Qia kembali kedalam dekapannya, "Lo mau nikah sama gue kapan? Setelah lulus bisa?" tanya Arka.

My Fiance's Secret {NEW VERSION}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang