23. Sebatas Sahabat

8.9K 537 4
                                    

Qia menatap jam tangan putih yang melekat pada tangannya, ia menghela nafasnya pelan, "Arka mana sih?" gumamnya sedikit kesal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Qia menatap jam tangan putih yang melekat pada tangannya, ia menghela nafasnya pelan, "Arka mana sih?" gumamnya sedikit kesal.

"Qi,"

Qia menoleh, ia tersenyum pada lelaki itu, "Hai!" sapanya senang. Kehadiran Zeo membuat mood-nya sedikit lebih baik.

"Lo belum pulang?" tanya Qia basa-basi.

Zeo menggeleng, "Gue ada ekskul tadi. Lo sendiri?" tanya Zeo balik, pasalnya dua jam yang lalu bel sudah berbunyi dan Qia masih di sekolah.

"Gue ada latihan olim. Oh iya, lo liat Arka gak?" Qia kembali memikirkan keberadaan Arka saat ini. Sudah lima belas menit Arka berpamitan kepada Qia, namun laki-laki itu tidak kunjung balik.

Bahkan Arka menyuruh Qia untuk tetap menunggunya, ponsel Arka juga tidak bisa dihubungi.

Lagi, Zeo menggeleng pelan sebagai tanda jawaban. Sedangkan Qia mennghela nafasnya lelah.

"Qi, lo mau antar gue gak?" tanya Zeo.

Qia mengerutkan keningnya, "Kemana?" tanya Qia balik.

"Ke gramedia, beli alat tulis biasa sih," jawab Zeo sembari merapikan rambutnya.

"Bisa. Emang kapan?" tanya Qia lagi, gadis itu sedang bimbang memikirkan alasan yang tepat untuk Arka nantinya.

Kedua mata Zeo menatap binar Qia, ia tersenyum, "Nanti jam tujuh malam. Gue jemput ya, kasih alamat lo lewat whatsapp," ujar Zeo.

Qia mengangkat jempolnya, "Oke!"

"Yaudah, gue lanjut dulu. See you!" Zeo melangkahkan kakinya menjauhi Qia menuju ke lapangan basket berada. Ya, Zeo memilih ekskul basket.

-MFS-

"Mau kemana lo cil?" tanya Arka sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Tubuhnya ia senderkan ke pintu kamar Qia yang terbuka, menatap Qia dengan tatapan tajam miliknya.

Ini pertama kalinya Qia ingin pergi namun tidak izin sama sekali dengan Arka. Bahkan Qia bicara saja sepertinya ia enggan.

Qia diam, ia masih sibuk memolesi wajah cantiknya itu dengan bedak bayi miliknya. Walaupun pikirannya terus menuju kearah bagaimana ia pamit kepada Arka.

Tadi Arka berniat untuk mengajak Qia makan malam, namun Arka malah disuguhi dengan pemandangan Qia yang sedang bersiap-siap entah kemana.

Berkali-kali Arka menanyai Qia, namun gadis cantik itu hanya diam.

Merasa cuma-cuma, Arka masuk kedalam kamar Qia, dan mengunci pintu kamar dari dalam. Kemudian ia memasukkan kunci itu kedalam saku celananya.

Qia membelalakkan kedua matanya, aktivitas Arka tertangkap jelas pada kaca yang ada didepannya. Ia segera berdiri, membalikkan badannya guna melihat Arka.

"Lo apaan sih?!" kesal Qia.

Arka menaikkan kedua alisnya, "Lo mau kemana Qi?" tanya Arka lagi.

"Gue mau me time," jawab Qia tanpa ragu, agar Arka percaya.

Dua hari lalu, setelah Qia berkenalan dengan Zeo, Arka melarangnya dengan keras agar Qia tidak dekat dengan murid baru itu. Bahkan Arka selalu menyuruhnya untuk menjauhi Zeo.

Qia selalu bertanya, namun jawaban Arka tetap sama, "Zeo gak baik," selalu saja seperti itu.

"Gue bisa anterin lo," tawar Arka.

Sontak Qia menggeleng, "Gak! Apaan sih?!" tolaknya, ia menatap jam dinding sejenak, "Siniin kuncinya! Gue mau berangkat!"

Arka diam, menatap Qia yang sedang menghampirinya sembari membawa tas kecil ditangannya. Ia mundur, menjauhi Qia.

Melihat itu, Qia berdecak kesal, ia berlari kecil dan memeluk Arka erat. Sejenak, Arka terdiam karena Qia memeluknya. Namun detik berikutnya ia merasa bahwa satu tangan Qia merogoh saku celana miliknya, mengambil kunci kamar itu.

Qia tersenyum senang, ia segera mendorong tubuh Arka pelan dan membuka pintu itu dengan terburu-buru.

"Qia! Lo naik apa?" tanya Arka, ia mengikuti langkah Qia dari belakang.

"Go-car," jawab Qia dengan singkat.

Arka terus mengikuti langkah Qia yang tampak terburu-buru, sampai akhirnya ia melihat sebuah mobil berwarna hitam lekat berhenti tepat di depan pagar rumahnya.

Sontak Arka langsung menarik tangan Qia, "Gue kenal mobil itu punya siapa. Lo bohong sama gue?"

Kedua mata Arka menatap tajam Qia, tak menyangka bahwa Qia akan berbohong. Apalagi menyangkut dengan Zeo.

Qia berdehem, "Maaf. Tapi, gue beneran cuman pergi sebentar," ujar Qia sedikit takut.

"Masuk! Lo gak boleh pergi malam ini!" Arka menarik tangan Qia agar kembali masuk kedalam rumah.

Qia memberontak, "Apasih Ka?! Lo gak berhak ngelarang gue buat pergi!" teriak Qia sembari mencoba melepaskan tangannya dari Arka.

"Gue berhak! Lo tinggal dirumah gue! Dan setiap pemilik rumah berhak memberikan peraturan kepada orang yang ikut tinggal dirumahnya," jelas Arka.

Kedua mata Qia mendadak menatap Arka bingung, "Jadi maksud lo, gue numpang disini gitu?" tanyanya.

Arka mengangguk, "Iya. Kalau lo pergi sama dia," jawabnya.

Qia menggeleng tak percaya, hari ini Arka benar-benar menunjukkan sifat posesifnya.

"Lo gak berhak Ka! Lo cuman sahabat gue, bukan siapa-siapa gue," Qia ikut menatap tajam Arka, tidak peduli dengan rasa takutnya.

Arka tersenyum sinis, ia semakin membenci Zeo.

"Lo harus ingat Qi. Status kita bukan sekedar sahabat, tapi tunangan," tegas Arka, laki-laki itu berusaha menahan emosinya.

Qia tertawa hambar, "Gue gak peduli! Kita gak saling cinta. Lagian, lo lupa kalau kita tunangan gara-gara perjodohan?"

Perlahan, Arka melepas genggamannya. Ia tersenyum tipis, "Terserah lo. Mulai sekarang, gue janji, gue bakal berusaha untuk gak peduli sama lo,"

Qia mengangguk pelan, "Oke, gue juga. Mungkin ini saatnya kita fokus untuk kehidupan masing-masing," balas Qia sembari menatap keaarah luar, kemudian ia berjalan ke mobil Zeo.

"Gue pulang jam sembilan," ijin Qia.

"Maaf, tapi gue gak peduli," balas Arka sembari masuk kedalam rumah. Mengabaikan rasa sakit di dadanya.

My Fiance's Secret {NEW VERSION}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang