4. Shitty Girl

61 14 0
                                    

¢dshoonie

Sudah sekitar 10 menit kami belum juga sampai dirumahku. Entah aku yang melamun sepanjang jalan atau memang Jeno yang sengaja memperlambat motor ninjanya itu untuk cepat sampai dirumah.

Yang jelas aku benar-benar berterimakasih pada Lee Jeno yang sudah membawaku pergi dari sekolah, jadi aku tidak susah-susah untuk menelpon satu-satu anggota karyawan rumah untuk menjemputku.

Sedari tadipun aku memang hanya sibuk melihat aspal jalanan yang terlihat hidup walaupun agak buram sesekali. Mengeratkan pelukanku pada Jeno yang mengenakan jaket kulit hitam, perlihatanku tak oleng kemanapun selain jalanan itu.

"Kok gak nyampe-nyampe sih Jen?" setelah aku sadar ternyata memang benar jarak dari sekolah ke rumahku saat ini benar-benar sangat jauh. Padahal jarak dari rumahku ke sekolah hanya lima menit.

"Bawel banget sih masih mending lo gua anterin, udah duduk tenang aja bentar lagi juga nyampe"

"Galak banget jadi cowo, mending tadi aku naik taksi online daripada dianter sama kamu yang lelet gini" yang benar saja, tulang ekorku sangat sakit sekarang karena terlalu lama duduk di jok motor. Akupun sebenarnya tidak biasa naik motor.

"Bodo, lo mau gue turunin di jalanan ha?"

"Yaudah turunin aja aku disini, biar aku pesen taksi online sendiri" kalau bukan sepupuku rasanya ingin memukul keras tulang punggung dan menendang motor ninja Lee Jeno ini. Tidak, dia tidak benar-benar munurunkanku disini. Dia hanya diam dan melanjutkan perjalanan lagi dengan sedikit lebih cepat, aku yang melihat tingkahnya yang skakmat hanya mempoutkan bibir.

2 menit terbuang dan aku juga Jeno sudah sampai dirumah. Jeno tidak mengantarkanku sampai depan gerbang, ia langsung memasuki motornya dan memparkirkannya di garasi.

Ya, kebiasaannya.

Aku menyerahkan helmnya, "nih, makasih, balik sono" tidak baik bukan jika ada orang yang ingin berpamitan malah kita masuk duluan? Dengan begitu aku akan menunggu Jeno benar-benar pergi dari rumahku.

Tetapi Jeno hanya menatapku beberapa detik dan menyingkirkan tubuhku yang sedang berhadapan dengannya lalu masuk ke rumahku tanpa izin.

"Lee Jeno, apa-apaan sih kamu" aku mengejarnya, namun tertabrak tubuh Jeno yang tiba-tiba berhenti tepat setelah ia membuka pintu. Raut wajahnya tidak bisa kutebak. Sedikit terkejut namun tidak begitu diperlihatkan.

Kulihat apa yang membuatnya sedikit terkejut itu, ternyata ada Kang Kibum. Masih kenal? ayahku yang super sibuk itu. Dia bilang kalau waktu pulangnya masih ada seminggu lagi, namun kenapa ada dia disaat seperti ini?

"Kok ada ayah, bukannya ayah bilang bakalan sebulan di luar kota?" aku membungkuk hormat, namun tak menghampirinya yang sedang menatapku dan Jeno sambil menyilangkan kakinya dengan kecamata bening yang dikenakannya juga ada secangkir kopi di meja.

"Kenapa Jeno yang nganter pulang bukannya Renjun?" ia menatap Jeno tajam dan dibalas rolling eyes oleh Jeno. "Jeno duluan masuk saja om, permisi" potong Jeno sambil membungkukan badannya lalu berlari kecil kearah tangga untuk masuk kedalam kamarku.

Aku melewatinya dan bermaksud menyusul Jeno ke kamar dengan sebelumnya aku mengatakan "Renjun lagi ada tugas dari sekolah, gak bisa anter aku pulang" tanpa melihat kearahnya.

"Renjun bilang ke ayah kalau dia sedang tidak ada tugas dari sekolah, dan kamupun tidak mengajaknya untuk pulang" kata-kata yang baru saja ayahku lontarkan membuatku membatu seketika, memang dasar Huang Renjun.

Menatapnya yang kebetulan juga menatapku dengan tatapan menantang, "emang harus banget ya dianter pulang sama Renjun?" aku menautkan alisku heran.

"Tentu saja harus, Huang Renjun adalah tunanganmu dan kamu harus pulang pergi dengannya. Ayah juga sudah menitip pesan padanya untuk selalu menjagamu tapi kamu malah seenaknya begini pulang bersama laki-laki lain" ujar ayahku yang sedang menyeruput kopinya itu.

"Bisa gak sih ayah sehari aja gak nyebut Jeno laki-laki lain? Dia itu sepupu aku! Jadi wajar aja aku pulang bareng dia" bentakku.

"Ayah tidak peduli siapa Jeno, yang harus ayah sampaikan adalah, jangan berurusan dengan Jeno lagi" ia menatapku dengan tatapan khasnya.

"Itu bukan urusan ayah, urusin aja kerjaan ayah sendiri" aku melanjutkan langkahku.

"KANG MELPHIE!" kulihat ia mengacak-acak rambutnya frustasi dan menghela nafas sendu, "Ayah seperti ini karena untuk kamu, semua kerja keras ayah akan ayah beri ke kamu semuanya sayang" Kang Kibum berdiri, menatapku yang sedang menahan tangis tanpa melihat kearahnya sembari memegang railing tangga yang terbuat dari alumunium tersebut.

"Ayah seharusnya tau kenapa aku bersikap begini. Aku gak peduli kita hidup seperti apa yah, mau miskin ataupun kaya. Melphie cuma pengen ayah yang selalu disisi Melphie terus, Melphie gak mau hasil kerja keras ayah, Melphie cuma pengen ayah jadi ayah sekaligus bunda untuk aku. Ayah selalu sibuk sama kerjaan sampai harus ninggalin aku sendiri dirumah yang terdapati dua sosok iblis yang bagi ayah itu malaikat terindah ayah. Mungkin dimata ayah aku baik-baik aja, tapi coba yah sekali aja rasain gimana jadi aku. Sesakit itu rasanya dikhianati seorang ayah" ia terlihat membisu dan tidak tahu harus berkata apa lagi. Aku yang kini sudah berhasil meloloskan air mata yang kini membasahi pipiku.

Aku menyusul Jeno ke kamar dan segera menghapus jejak air mata. Tetap saja, Jeno tetaplah Jeno yang tidak mudah dibodohi oleh siapapun termasuk aku.

"Lo nangis lagi? Lo tinggal aja sih dirumah gue, daripada lo kesiksa terus disini. Bilang ayah lo cepet-cepet putusin tunangan sama Renjun biar lo gak dikekang terus kayak begini mphie, gue gak suka" kata-katanya membuatku sedikit ceria namun kini moodku malah hancur ketika sosok Lee Jeno langsung merebahankan dirinya di kasurku sambil memainkan ponselnya.

"Ya aku juga pengen bilang kayak gitu, tapi kayaknya aku harus bilang pas ada Renjun dan Seomi nya aja deh biar langsung gitu. Btw, boleh tuh aku malem ini tidur dirumah kamu" aku melihatnya tersenyum, mengeluarkan jurus eyesmile nya yang seketika bisa membuat para gadis diluar sana berdebar.

"Asik tidur rumah gue, mumpung gak ada siapa-siapa nih dirumah" smirknya.

"Jeno please, kamu mau aku bunuh atau gimana? Bodoh, kita tuh sepupuan ya" memang kedua orangtua Jeno sangat sibuk keluar kota bisa dibilang sebelas duabelas dengan ayahku. Namun orangtuanya tak separah ayahku, mereka lebih baik dan menyayangiku seperti anak kandungnya sendiri. Kenapa mereka sangat sayang padaku? Karena orangtua Jeno sangat ingin memiliki anak perempuan. Ya walaupun Jeno sudah memiliki kakak perempuan.

Tapi saudari dari Lee Jeno itu sama seperti kedua orangtuanya. Orang yang super sibuk. Tentu saja sibuk dengan urusan kuliahnya.

"Bercanda elah, galak bener"

"Bercanda lo gak lucu tau gak"

"Bodoamat"

"Dih songong ya lu"

Buakh!

Buakh!

"Tengil bener ni cewek"

"Gua cowo anjing bukan cewe!"

"Yaudah aku kan juga manusia bukan anjing!"

Lalu berakhirlah kami yang perang bantal dan saling mengejek satu sama lain.

Huang Renjun
not u, but him
•--------------------------•

Not u, but Him || HRJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang