¢dshoonie
Dukh!
"Eh sakit ya?" sekelompok perempuan tiba-tiba datang dan salah satu diantara mereka sengaja merenggangkan kakinya didepanku sehingga aku tersandung ulahnya.
Aku tahu betul siapa dia. Nakamura Hina dan teman-temannya. Ia menutup mulutnya terkejut, meledekku yang tersungkur didepannya. "Maaf ya gak sengaja," mereka tertawa.
Aku tahu kenapa mereka masih berada disekolah, tentu saja menunggu Renjun yang sedang latihan bernyanyi untuk ditampilkan minggu depan. Aku memang belum juga bertemu Renjun, tapi aku yakin kalau Renjun sedang latihan bernyanyi sekarang.
Memang setengah jam yang lalu sudah waktunya pulang. Teman-temanku sudah pulang semuanya kecuali aku juga murid-murid yang mendapat jadwal piket hari ini. Ya, aku piket hari ini.
Aku berdiri. Menatapnya tajam lalu pergi meninggalkan mereka yang masih tertawa. Tapi tasku ditarik dengan cepat oleh Herin, mendorongku ke dinding dengan kasar sampai tulang punggungku rasanya baru saja remuk.
Sesakit itu.
"Lo ngapain sih masih disini? Gue tau, pasti lo mau nungguin Renjun biar lo dianterin pulang kan? Gak usah kebanyakan mimpi deh!" Herin menarik kerah seragamku lalu melepaskannya kasar saat diakhir kalimat. Bukan hanya aku, tapi semua warga sekolah mengetahui kalau Herin menyukai Renjun. Sekalipun mereka juga tahu kalau Renjun berpacaran denganku.
Bukan. Aku sudah bertunangan dengannya, tapi tidak ada yang mengetahuinya karena aku memperingatkan padanya untuk merahasiakan ini. Walaupun Renjun sempat menolak, akhirnya ia sepakat untuk menyembunyikan hubungan asli kami pada semuanya.
Tidak benar-benar semuanya yang tidak mengetahui. Hanya teman-temanku saja yang mengetahui itu. Aku merotasikan bola mata malas, "aku aja gak liat Renjun dari kemarin" ujarku malas.
"Gak usah bohong deh lo!" sahut Hina yang berada dibelakang Herin bersama Kim Lami yang sedang melipat kedua tangannya didepan dada. "Maling mana ada yang mau ngaku, kalo pada ngaku ya penjara penuh lah!" balas Lami yang baru menimbrung.
"Tumben pinter, tapi kata-kata kamu gak ada hubungannya sama masalah beginian" ucapku. "I-iya juga ya? Bego banget gue kayaknya" Kim Lami bodoh, bisa-bisanya dia membuat lelucon disaat seperti ini.
"Udah-udah ya, sekarang terserah apa mau kalian yang jelas aku gak nunggu Renjun dari tadi. Sekarang kalian mau nungguin Renjun silahkan, aku mau pulang" aku menyingkirkan tangan Herin dari kerah seragamku lalu benar-benar meninggalkan mereka bertiga yang masih berdiri di tempatnya. Aku tidak peduli.
Aku meraba-raba punggungku yang masih ngilu lalu meraih ponsel dari dalam saku cardigan, berniat menelfon pak Taeil untuk segera menjemputku. Tapi kuurungkan niatku ketika melihat sosok pria yang sedang berdiri didepan motor ninjanya. Sempat kukira itu Jeno. Karena melihat motor ninja yang terparkir disana, mengingatkanku pada Jeno yang tidak bisa hidup tanpa motor kesayangannya itu.
Tapi jika ku perhatikan baik-baik, itu bukan Lee Jeno. Itu pria yang kutemui beberapa jam yang lalu.
"Kak Doyoung!!"
Aku tersenyum sembari melambaikan tangan semangat padanya. Ia menoleh, tersenyum dan melambaikan tangannya juga padaku. "Kok kamu gak pulang?" tanyanya ketika melihatku yang masih berada di sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not u, but Him || HRJ
Teen Fiction"Bukan kamu, tapi Dia" Aku selalu merasakan sesaknya beban hidup yang menghimpit takdirku. Selalu kalah dalam segala hal yang kutemui, aku ingin menang sekali saja. Kenapa dunia sangat bertindak tidak adil dan menguasai semuanya? ↓ Kehadiran Kang Me...