¢dshoonie
"Kalian mau kemana malam-malam seperti ini?"
Itu ayahku, bertanya padaku dan juga Jeno yang sedang menuruni tangga sambil membawa tas. Bukan. Bukan ingin pergi dari rumah. Sesuai kesepakatan, aku akan menginap di rumah Jeno malam ini.Ya memang setelah insiden perang bantal kami tadi sore. Jeno dan aku menyudahi peperangan kami setelah aku ingat kalau ada tugas sekolah yang harus dikerjakan. Kami belajar bersama-ah, bukan. Jeno hanya asik bermain ponsel sedangkan aku menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang ada di buku itu. Setelahnya, Jeno tinggal menyalin.
Tanpa bertanyapun aku sudah tahu pasti Jeno fokus pada ponselnya ya karena Xiyeon. Jadi aku bisa memakluminya.
Ayahku yang sudah berumur kurang dari setengah abad itu melemparkan tatapan menusuk pada Jeno. Yang harus kalian tahu, ayahku sangat tidak menyukai Jeno. Entah apa alasannya, tapi kurasa ada masalah diantara mereka berdua yang tidak aku ketahui.
Aku menghampiri ayahku sedangkan Jeno hanya mengekor di belakang. "Aku pengen nginep dirumah Jeno malam ini, bukan satu malam, mungkin aku bakal lama disana" ujarku. Jeno yang sedang dibelakangku hanya melihat kearah sudut ruang. Tidak. Dia tidak takut dengan ayahku, tatapannya terlalu santai.
"Tidak boleh, ayah baru pulang dari luar kota tapi kamu malah menginap dirumah orang lain, laki-laki pula." ayahku menatap Jeno yang sedari tadi sok polos sampai aku ingin menginjak kakinya untuk memperingati agar tidak sok imut seperti itu.
"Please dad, Lee Jeno bukan orang lain. Dia sepupuku, apa salahnya kalau aku nginep dirumahnya? Lagi pula, kemana kedua gadis yang ayah banggain itu? Apa mereka gak peduli sama ayah yang baru pulang dari luar kota?" aku menghela napas, memang sedari aku pulang sekolah pun, tidak melihat kedua perempuan itu.
Ia mendecak, "Kang Melphie, jaga mulut kamu. Ayah tidak pernah mengajari kamu berbicara seperti itu, itu karena kamu lebih sering bergaul dengan Lee Jeno" Jeno melotot, ia tak percaya apa yang telah dikatakan ayahku. Begitu juga aku, ayah terlalu kasar.
"Ayah yang jaga mulut! Ayah gak tahu kalau Jeno itu keponakan ayah? Kenapa bisa-bisanya ayah bicara kayak gitu sama Jeno?!" aku marah. Sepertinya Jeno ingin meninju wajah ayahku, tapi sayangnya ia pernah diajarkan sopan santun.
"Pergi saja kamu Lee Jeno, jangan pernah berani datang kerumah ini lagi apalagi bertemu dengan anak saya" ia menatap Jeno kesal, mungkin ia sama dengan Jeno. Ingin meninju, namun tahu tempat.
"Kalau begitu, aku ikut Jeno. Aku bakal ikutin apa yang ayah bilang ke Jeno, aku gak akan datang lagi kerumah ini!" aku menarik tangan Jeno. Namun berhenti di ambang pintu ketika sadar harus ada yang aku sampaikan pada ayahku. Aku berbalik badan dengan tanganku yang masih menggenggam tangan Jeno, ayah menatapku balik, "besok pergi makan malam sama aku, bawa kedua perempuan itu, aku bakal kirim lokasinya nanti" lalu pergi tanpa permisi.
Aku membawa Jeno ke garasi, memintanya untuk cepat membawaku pergi dari sini sebelum ayahku datang dan mengomel lagi. Saat aku ingin mengambil helm yang berada di atas jok motor, Jeno terlebih dahulu mengambil helm yang ingin ku ambil.
Aku menatapnya tajam, "Cepetan, kenapa sih udah tau lagi buru-buru! Nanti aja ngomongnya dirumah kamu" aku menatapnya tajam dan merampas balik helm yang ada ditangan Jeno. Aku tahu ia ingin berbicara, tapi ia mengurungkan niatnya setelah aku menatapnya tajam.
Ia menurut dan langsung menyalakan motornya.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Not u, but Him || HRJ
Novela Juvenil"Bukan kamu, tapi Dia" Aku selalu merasakan sesaknya beban hidup yang menghimpit takdirku. Selalu kalah dalam segala hal yang kutemui, aku ingin menang sekali saja. Kenapa dunia sangat bertindak tidak adil dan menguasai semuanya? ↓ Kehadiran Kang Me...