¢dshoonie
Sudah menghabiskan nyaris 3 jam berdiam diri. Benar kan dugaanku! Sangat awkward. Aku dan kak Doyoung bungkam diri sejak sepeninggal Jeno. Tidak ada yang saling menatap.
Aku sangat benci situasi seperti ini.
Kak Doyoung duduk di sofa, memainkan jemari lentiknya yang sangat cantik. Sedangkan aku menoleh kearahnya sesekali, hanya sekilas.
"K-kamu udah makan?" lelaki yang sedang duduk di sofa itu membuka suara. Menanyakan hal random yang tak begitu penting.
"Udah kak" ia mengangguk ketika aku menjawabnya, masih belum menoleh kearahku. Akupun yang benci keadaan sekarang, bertanya, "kak Doy sendiri, gimana?" aku menatapnya.
Doyoung yang merasa ditatap, menatapku balik "udah kok" ia tertawa renyah, mengusap tengkuknya. Benar-benar suasanya yang menegangkan sekarang. Kumohon bawa salah satu dari kami keluar!
"Please kak, jangan terlalu kaku dong. Aku juga gak enak daritadi" dan aku tidak menyesal ketika kalimat yang kuinginkan keluar dari mulutku, terpeleset begitu saja.
"Iya, kita ngobrol aja ya? Biar gak bosen diem-dieman mulu" aku hanya mengangguk. Itu ide yang bagus. Banyak juga pertanyaan yang ingin kutanyakan padanya. Tapi kubiarkan dia untuk bertanya padaku lebih dulu.
Kak Doyoung terlihat sedang berfikir, "maaf sebelumnya, aku pengen nanya, emang kamu sama Renjun ada masalah apa sampe putus gini? Tapi kalau bagi kamu ini privasi, gak usah diceritain juga gak apa-apa" ia berdiri, mengambil kursi lipat dan menaruhnya di samping ranjangku.
Aku hanya tersenyum miris. "Sebenernya kita putus itu karena kondisi keluargaku" kak Doyoung mengerutkan dahi bingung. "Ehm, masalah ekonomi keluarga gitu?" tanyanya.
Ikut mengerutkan dahi, lalu tertawa kecil. Doyoung masih bingung, "bukan masalah ekonomi kak, panjang ceritanya" aku menggeleng pelan. "Bisa cerita?" ia memiringkan kepala lucu, seperti kelinci.
Aku mengangguk pelan lalu ia tersenyum, menunggu ceritaku. Sebenarnya aku sangat ahli menutupi latar belakang keluargaku pada semua orang, dan tak mudah membongkarkannya pada satu orangpun walaupun itu keluargaku.
Entah mengapa aku seperti sudah sangat dekat dengan kak Doyoung. Bahkan seperti teman masa kecil hingga sekarang. Seperti hubunganku dengan Lee Jeno. Dan sekarang dengan mudahnya, aku menceritakan semua masalah keluargaku dengan orang asing yang beberapa hari lalu aku bertemu dengannya.
Aku menceritakan setengahnya pada kak Doyoung. Kulihat wajahnya yang polos ketika mendengarkanku bercerita, menumpu dagu di sisi ranjang. Layaknya anak kecil yang sedang mendengarkan cerita yang dibacakan oleh Sang Guru.
"Kalian belum pernah bertengkar ya selama pacaran, dan saat ada masalah kecil, kamu malah putusin Renjun" kak Doyoung mengangguk-angguk kecil mengerti.
"Sebenernya, Renjun dan aku bukan pacaran" dan sesekian kalinya kak Doyoung mengerutkan dahi bingung "kita tunangan" ia membulatkan matanya, "kamu mutusin Renjun yang udah jadi tunangan kamu, demi adik kamu?!"
Aku terkejut dan nyaris saja terjungkal ketika kak Doyoung berdiri dan berteriak-lebih tepatnya sama terkejutnya dengan aku. "Santai dong" mengusap dadaku sambil mengatur nafas, aku memukul tangannya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not u, but Him || HRJ
Fiksi Remaja"Bukan kamu, tapi Dia" Aku selalu merasakan sesaknya beban hidup yang menghimpit takdirku. Selalu kalah dalam segala hal yang kutemui, aku ingin menang sekali saja. Kenapa dunia sangat bertindak tidak adil dan menguasai semuanya? ↓ Kehadiran Kang Me...