Bab 5 :: Manis

1.6K 251 17
                                    

Taeyong mondar-mandir di apartemennya. Sesekali ia mengecek ponsel, mondar-mandir lagi, dan mengecek ponsel lagi. Ia tidak akan menyerah kali ini, ia akan menunggu.

Sudah dua hari sejak ia dan Jaehyun berpisah di kegelapan area parkir universitas.

Pada akhirnya, lelaki itu memutuskan untuk menyudahi hari. Ia hanya ingin semua cepat selesai.

Taeyong mandi dan mencapai ranjang, bersamaan dengan getar ponsel yang terdengar. Seketika, jantungnya seolah meloncat hendak keluar dari dada.

Hari ini, 10:22 PM
Mau minum kopi besok?

Taeyong tersenyum dan mengetik balasan.

Hari ini, 10:23 PM
Ya. Lebih dari apa pun :)

Hari ini, 10:24 PM
Oke :) KITA akan minum kopi. Temui aku di luar klinik pukul 2 siang.

Ia berguling sembari mencengkeram ponsel. Taeyong memang tidak tahu mengenai rencana apa yang ada di kepala Jaehyun saat ini, tetapi ia memercayai pemuda itu.

:::

Hari berikutnya, Jaehyun menyudahi shift kerja dan berjalan menembus angin sepoi. Musim sudah berubah. Udara menjadi lebih dingin dan hari menjadi lebih singkat. Ia mendapati Taeyong bersandar pada tembok di bawah bayang-bayang. Masker hitam, kupluk hitam, hoody hitam. Jaehyun tersenyum seiring dengan langkah mendekati lelaki itu.

Jaehyun tahu Taeyong tengah tersenyum di balik maskernya saat ini, ia bisa menebaknya dari mata lelaki itu.

"Hei."

"Hei."

"Dari satu sampai sepuluh, berapa tingkat kecemasanmu?" Jaehyun bertanya pelan.

"Tujuh," jawab Taeyong.

"Kau ingin mundur? Aku tidak akan memaksa."

"Tidak. Aku ingin minum kopi denganmu." Taeyong menunduk, menatap tanah.

"Kalau begitu, ayo."

Mereka pun berjalan menuju kedai kopi.

Ketika sampai, Jaehyun menuntun Taeyong menuju dapur kedai. "Manajer di sini adalah temanku."

Pemuda itu memperkenalkan Taeyong pada Ten, lelaki pendek yang tampak bersahabat, dengan rambut hitam dan mata jenaka.

"Ten bilang tidak apa kalau kau mau melihatnya meracik kopi. Apa itu membantu?"

"Aku tidak tahu," balas Taeyong. Ia menyaksikan Ten yang membawa cangkir bersih dari tempat pencuci piring. Memperhatikannya menuang cairan hitam kopi yang menetes keluar dari mesin.

"Susu?" Lelaki itu bertanya. Taeyong menggeleng. Ten menyerahkan cangkir sehingga Taeyong bisa membawanya sendiri.

"Aku berutang budi padamu, Ten." Jaehyun tersenyum padanya. "Aku pesan yang biasa."

:

Mereka duduk di meja untuk dua orang pada sudut ruangan. Jaehyun memenuhi cangkir flat white-nya dengan tambahan gula. Taeyong memandang cangkir itu dengan tatapan penuh curiga.

"Kau mau gula?" Jaehyun bertanya.

"Aku tidak tahu," balas Taeyong. Ia menatap ke arah kopinya.

"Berapa tingkat rasa cemasmu?"

"Sembilan," aku Taeyong.

"Kau tidak perlu meminumnya. Aku sudah cukup puas bahwa kau bisa membawa cangkir itu sendiri." Suara bak madu Jaehyun serasa menembus tepat ke jiwa Taeyong.

[✔] Cure [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang