Bab 22 :: Rumah

996 166 4
                                    

Si lelaki rapuh mulai kembali. Perlahan dan dalam langkah yang menyakitkan. Kedua matanya memancar kosong, sementara tidurnya selalu terasa meresahkan.

Taeyong menerima segala sentuhan dan makanan yang Jaehyun sediakan, dan lebih dari apa pun, ia juga menerima rumah pemuda itu. Ia menyukai perasaan yang timbul ketika berlindung di balik selimut milik Jaehyun, bagai tertelan ke dalam dunia penuh akan rasa aman. Tempat amannya yang baru.

Setelah tiga hari berlalu, Taeyong mulai merasa bagai sosok yang dulu. Taeyong yang dulu memang cacat, tetapi tidak rusak dan berantakan. Dan lelaki itu memang jauh lebih kuat dari apa yang dipikirkan.

Ketika si lelaki rapuh kembali makan dengan layak, kekhawatiran Jaehyun berkurang, merasa bahwa Taeyong telah kembali padanya. Ia menghubungi klinik untuk meminta waktu cuti selama sepekan. Wendy lantas menggodanya melalui telepon.

"Cuti untuk liburan dan bersenang-senang dengan pacar barumu?" Gadis itu terkekeh. Jaehyun rasanya ingin menyuruh Wendy untuk tak terus ikut campur.

Jaehyun cemas. Cemas mengenai biaya sewa yang harus ditanggung. Ia juga cemas mengenai kuliah-kuliah penting yang harus ia tinggalkan selama satu minggu, juga mencemaskan betapa egoisnya ia. Dan lebih sering, Jaehyun merasa cemas akan Taeyong.

Seiring pertumbuhan yang semakin kuat, Taeyong menghabiskan lebih banyak waktu di luar ranjang. Ia menonton Princess Mononoke berkali-kali, tenggelam dalam semangat seekor serigala, pada sesuatu yang tak pernah ia sadari ada dalam dirinya. Ia meminta dibuatkan panekuk setiap hari. Pada hari keempat, Taeyong mengganti baju dan pada hari kelima, ia meminta Jaehyun untuk mengajaknya jalan-jalan dan melihat lavendel.

Ketika duduk di bawah sinar mentari, dengan seluruh aroma lavendel di sekitarnya, ia menoleh ke arah Jaehyun dan tersenyum. "Kupikir aku sudah kembali."

Jaehyun merasa amat senang. Ia harus segera kembali bekerja dan berhenti melewatkan kelas-kelasnya. Ia mencintai Taeyong dan akan melakukan apa pun demi lelaki itu, mengalahkan segala monster yang bersarang dalam pikirannya sekaligus. Tetapi itu menghilangkan kendali pada hidupnya sendiri, membuat stres.

Saat mereka berbaring di ranjang malam harinyaㅡranjang milik Jaehyunㅡdengan tubuh saling mendekap, tidak ada yang tidur, sehingga Jaehyun kemudian bersuara.

"Taeyong, kau tahu aku mencintaimu, kan?" Taeyong mengangguk. "Oke, jadi aku senang kau berada di sini, tetapi aku harus kembali bekerja. Dan kau harus sesekali pulang ke apartemenmu."

Taeyong tahu hal seperti ini akan datang. Ia sadar akan kekacauan yang ia sebabkan dalam hidup Jaehyun. Namun tetap saja, ia tidak bisa menghadapi ranjangnya seorang diri setiap malam.

"Aku bisa diam di sini selama kau bekerja." Sorot matanya memelas, dengan wajah yang menunjukkan keputusasaan.

"Tidak boleh. Tidak aman. Di sini tidak seperti apartemenmu, Taeyong. Tidak ada petugas keamanan dan perlindungan yang lain. Tidak hanya dari wanita itu, tapi juga media, fansites dan fans fanatik."

"Maka diamlah bersamaku. Kumohon. Setiap hari." Taeyong menangis dan itu adalah kelemahan Jaehyun.

"Tidak bisa." Jaehyun jengkel. "Taeyong, aku terpaksa menyembunyikan banyak hal supaya kau tidak cemas. Kau sudah punya cukup banyak masalah dan aku tidak mau menambah-nambahnya dengan masalahku. Aku harus kembali bekerja. Aku hanya punya empat belas ribu won di rekening saat ini, pembayaran sewa adalah minggu depan, dan kalau aku tidak bekerja, aku tidak akan memiliki rumah." Jaehyun mengusap hidung, menahan tangis. Ia terlalu keras menjaga Taeyong hingga bahkan lupa menjaga dirinya sendiri dari kehancuran.

Bendungan emosi meluap, menenggelamkan Jaehyun. Ia bangkit dan duduk di atas ranjang dengan air mata yang mulai mengalir. "Maafkan aku." Ia berusaha menahan isakan. "Aku tidak mau kau merasa bersalah. Namun ketika aku berusaha menyusun dan menjaga hidupmu, aku malah menghancurkan hidupku sendiri. Aku berada di ujung kegagalan untuk semester ini, tidak menghadiri kelas selama satu minggu dan melewatkan banyak hal. Aku benci bekerja di klinik tapi aku membutuhkan uang dan mereka tidak akan membayar kalau aku tidak datang bekerja. Aku bahkan tidak bertemu dengan teman-temanku selama satu minggu ini."

Jaehyun, yang selalu menjadi pilar sumber kekuatan, akhirnya jatuh dan runtuh.

Taeyong terkejut, tidak percaya bahwa selama ini sudah berlaku sangat egois. Pikirannya penuh akan iblis yang membuatnya mengabaikan Jaehyun. Ia serasa ingin lenyap, lari dari Jaehyun, bersembunyi dan menyiksa diri akibat rasa menyesal. Namun ia memutuskan melakukan sesuatu yang lain, sesuatu yang baru.

Taeyong meraih Jaehyun ke dalam pelukan, membiarkan pemuda itu menangis di dadanya, sambil tangan meraih dan mengusap-usap surai halus Jaehyun. Dengan si pemuda yang menangis di dadanya, Taeyong perlahan menemukan kekuatan. Rasa menjadi kuat untuk orang lain.

"Tolong, berhenti," ia berbisik di telinga Jaehyun. Ketika si pemuda tidak juga diam, ia mencoba sesuatu yang lain.

Taeyong mencium Jaehyun. Ia mampu merasakan rasa asin ketika menjilati bibir pemuda itu. Taeyong mengembuskan napas pelan di depan bibirnya seiring dengan ciuman mereka. Ia merindukan ini. Mereka tidak lagi saling menyentuh sejak kejadian itu. Terakhir kali adalah di malam berharga ketika Taeyong memberikan seluruh hati dan tubuhnya untuk Jaehyun. Tubuhnya menginginkan itu lagi. Ia ingin mencintai Jaehyun di atas ranjang sebagaimana yang pemuda itu butuhkan. Sadar mengenai keegoisannya selama ini.

Jantung Jaehyun tertumpuk ketika mendapati Taeyong bergerak dari belakangnya. Lelaki itu duduk di pangkuan Jaehyun, dengan kedua kaki yang terletak di sisi-sisi pinggang. Tangan Taeyong berlari ke seluruh inci tubuhnya, merasakan permukaan dada dari balik kaus yang dikenakan, menjelajahi tulang punggungnya hingga berhenti di tulang ekor.

"Aku mencintaimu, Jaehyun. Aku ingin membuatmu bahagia. Tolong, biarkan aku menyenangkanmu malam ini. Aku sudah sangat egois dan ingin memperbaikinya denganmu." Tangan lecet Taeyong berusaha bergerak masuk ke dalam celana Jaehyun.

Jaehyun menurut, lantas membantunya melepas pakaian. Ia menarik napas ketika Taeyong mulai menyentuhnya, menyentuh penisnya, mengusap ereksinya dengan hati-hati.

"Jangan takut, baby bird." Jaehyun bernapas di dekat telinga Taeyong. "Dia tidak menggigit."

Taeyong mengocok dengan gerakan lebih cepat dan dihadiahi desahan Jaehyun yang menarik tubuhnya semakin dekat.

"Aku akanㅡ"

Taeyong membenamkan giginya di perpotongan leher Jaehyun, membuat si pemuda besar menggelinjang di bawahnya.

Jaehyun tidak terbiasa dengan Taeyong yang seperti ini. Rasanya menyenangkan. Ia membiarkan Taeyong mengisap kecil daerah lehernya sebelum ia yang kembali mengambil kendali.

Jaehyun menarik kaus Taeyong hingga sebatas kepala dan secara lembut mengusap punggungnya. Ia merasakan lelaki itu meleleh di bawah sentuhannya dan merasa senang sebab tak lagi takut akan sentuhan tangannya. Rasa lapar meningkat dan ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Pertama Jaehyun menggunakan jari-jarinya sebelum membaringkan Taeyong dan memasukkan kemaluan ke dalam lubang lelaki itu, dan ketika menyatu, Jaehyun merasa hanya merekalah yang ada di dunia ini.

Ketika mereka beranjak menuju kamar mandi kecil Jaehyun, sedikit banyak Taeyong mulai mengerti.

"Tinggallah bersamaku," katanya. "Kumohon. Kau bisa meninggalkan pekerjaan di klinik dan sopirku akan selalu mengantarmu ke kampus. Kau bisa memberiku jadwal kuliahmu dan aku tidak akan membuatmu melewatkannya satu pun. Tolong ...."

Taeyong mendongak menatap Jaehyun dan secara tiba-tiba merasa ragu. Apakah Jaehyun memang mau? Ia selalu ingin berada bersama Jaehyun, tetapi juga merasa bersimpati pada keadaan pemuda itu.

Jaehyun berpikir keras.

"Taeyong, itu akan berat untukmu. Aku bisa saja berantakan, lupa untuk terus mencuci tangan atau membersihkan segala hal seperti yang kau inginkan. Kau juga harus terbiasa denganku yang membuat tempat itu bagaikan rumah buatku."

Kedua manik Taeyong bercahaya penuh harap. "Akan bagus untukku. Aku akan membiarkanmu menjadikannya rumahmu. Rumah kita."

Jaehyun pun merengkuhnya. "Ya. Aku suka itu. Hanya jika aku boleh membawa segala barangku."

Taeyong mengangguk. Ia menginginkan semua. Menginginkan rumah senyaman miliknya; aman dan bersih, tetapi juga memiliki aura Jaehyun di dalamnya. Ia ingin ranjangnya tercium bagai pakaian Jaehyun setiap malam. Oh, bukan ranjangnya. Ranjang mereka.[]

[✔] Cure [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang