Bab 12 :: Sentuhan

1.5K 189 3
                                    

Mobil serasa berjalan lambat menuju apartemen Taeyong.

Jaehyun memanjakan lelaki cacat yang tampak sangat kecil di pangkuannya. Membelai rambut dan permukaan punggungnya di balik baju. Taeyong tidak lagi tersentak atau merasa tegang merespons segala sentuhan itu. Jaehyun tidak yakin, apa mungkin ini masih pengaruh dari sampanye? Namun begitu kikihan ringan terdengar dari sosok tersebut, ia pun menjadi yakin.

Akhirnya, mereka tiba. Mobil memasuki parkiran bawah tanah dan si sopir membukakan pintu bagi mereka.

Taeyong menempelkan tubuh pada lengan Jaehyun, seolah hidupnya bertumpu di sana, bagaikan si pemuda adalah rakit penyelamat baginya yang terombang-ambing di lautan.

Taeyong melambaikan kunci elektronik di depan lift bertanda 'P'. Ketika mereka melangkah masuk, tidak ada satu pun tombol lantai. "Semua ini milikku." Taeyong tersenyum pada Jaehyun. "Tidak akan pergi ke mana pun kecuali rumahku."

Pintu terbuka dan langsung menunjukkan ruangan luas nan rapi.

"Sepatu," kata Taeyong sembari berdiri di atas satu kaki, berusaha melepaskan sepatunya, sebelum kemudian menghilang di balik ruangan di samping pintu.

Jaehyun mendengar suara air dan menduga si lelaki tengah mencuci tangan. Ia pun melepas sepatu dan mengaturnya dengan rapi tepat di mana Taeyong menyusun sepatu miliknya tadi.

Tak lama, si lelaki kembali dari kamar mandi dan tampak senang melihat sepatu Jaehyun yang sudah tertata rapi. "Bisakah kau mencuci tangan? Tolong?" tanyanya. Jaehyun hanya tersenyum dan melangkah memasuki kamar mandi.

Semua tampak putih dan bersih tanpa noda. Beberapa peralatan mandi dan perawatan kecantikan tersusun rapi. Jaehyun merasa bahwa Taeyong menginginkannya seperti ini juga. Akan sulit apabila membuat lelaki cacat itu menghadapi sesuatu yang berantakan.

Jaehyun mencuci tangan dan kembali untuk menemukan Taeyong yang tengah menunggunya di pintu masuk.

"Tur mewah!" Taeyong mengumumkan sambil bergelantungan di lengan Jaehyun. Mereka berjalan melewati koridor panjang dan beberapa pintu. "Kamar-kamar cadangan. Membosankan." Si lelaki terkikih.

Mereka mencapai ujung koridor. Taeyong pun menekan tombol saklar di sisinya dan ruangan besar tersebut tampak bagai disinari oleh seratus lampu. Satu sisi tembok ditempeli cermin. "Ruang tari." Taeyong tersenyum kemudian menyalakan saklar lampu di ruang seberangnya. "Studio." Ia tersenyum seiring dengan Jaehyun yang melongokkan kepala dan melihat beragam peralatan rekaman. Si pemuda tampak kagum.

Taeyong menuntunnya menuju ujung koridor dan Jaehyun terkejut melihat ruangan yang lebih luas daripada apartemennya secara keseluruhan. Salah satu sisi tembok ruangan itu terbuat seluruhnya oleh kaca.

"Di sini tempatku tinggal, seluruh tempat di lantai atas." Taeyong masih bergelayut di lengan si pemuda. "Kau mau minum?" ia bertanya.

Jaehyun merasa Taeyong berusaha mengalihkan perhatiannya. Ia kemudian meraih dagu Taeyong hingga lelaki itu menatap padanya. "Tunjukkan aku letak kamarnya."

Si lelaki cacat mengalihkan mata dan memandang ke arah lantai. Ia berjalan ke tengah ruangan, mematung di sana, lalu menunjuk ke arah pintu berdaun dua. Jaehyun berjalan melintasi ruangan dan membuka pintu tersebut. Sebuah ranjang bersih berada di sisi ruangan, dengan ukuran king size dan tertutup seprai abu-abu polos, sebuah tembok dengan cermin, sementara yang lain terpasang oleh televisi. Jaehyun berdiri di hadapan Taeyong. "Apa kau sangat tidak suka kalau aku menyentuhmu?"

"Ya," bisik Taeyong. "Tapi itu juga adalah hal yang selalu kupikirkan."

"Taeyong, kau harus menyuruhku pergi sekarang. Jika tidak, aku akan membawamu ke sana dan menyentuh seluruh inci tubuhmu. Meletakkan tangan pada kulit telanjangmu. Aku tidak akan menciummu karena tahu kau belum siap untuk itu, tetapi aku bisa sebutkan lebih banyak tempat di mana aku akan meletakkan bibirku."

[✔] Cure [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang