Diana terdiam mendengar pertanyaan Queen, pertanyaan itu sebenarnya selalu terlintas di pikirannya seminggu terakhir. Tetapi saat ia mendengar dari orang lain, ada perasaan yang berbeda timbul di dirinya.
Lama dengan pemikiran sendiri, Diana mengangkat kedua bahunya "Aku tidak tahu" suaranya terdengar tercekat saat mengatakan tiga huruf itu.
Queen memiringkan kepala melihat Diana "Kamu masih ingat perasaan sendiri di waktu itu?"
Diana mencoba mengingat - ingat kembali kilas balik waktu itu "Kasihan"
Hanya itu yang terucap dari bibir Diana."Kasihan?" Queen mengulangi kata Diana sambil mengernyitkan dahi.
Diana menatap Queen ragu dan mengangguk perlahan.
"Hanya itu?" Kejar Queen.
Diana menyisir rambut panjangnya ke belakang "Dia terlihat serius saat mengatakannya, aku pikir tidak ada salahnya memberi dia kesempatan"
Bibir Queen menipis "Dalam sebuah hubungan, keinginan untuk tinggal satu atap itu sebenarnya terhitung sudah berjalan cukup lama baru diangkat menjadi topik. Kamu termasuk cepat untuk hal satu ini"
Diana mengangguk setuju dengan ucapan Queen "Dia bilang lingkungan yang aku tempati tidak aman juga jauh dari kantor"
Queen tertawa geli "Kamu itu seorang mantan pengawal yang melindungi dan mengawal empat orang gila dari sekumpulan orang yang lebih gila lagi Diana"
"Iya, aku juga mengatakan bahwa aku bisa bela diri, tetapi dia bilang nasib tidak ada yang tahu" ucap Diana cemberut.
"Hm, kalimat itu memang benar adanya" Queen mengangguk setuju.
"Baiklah kalau begitu, coba ceritakan bagaimana rasanya tinggal di rumah bos kamu?" Queen memiringkan kepala meminta penjelasan Diana.Diana mengambil napasnya "Queen, kamu tahu"
"Tidak, aku tidak tahu" Queen menyengir menampakkan gigi rapinya.
Diana berdecak membuat Queen terkekeh "Lanjutkan"
"Apartemennya mewah sekali" Diana memanjangkan huruf A, menegaskan bahwa apartemen itu amat sangat mewah.
"Hampir sama dengan ukuran rumah ini, hanya saja disain apartemen itu berbentuk modern, aku bingung dengan selera orang kaya, kenapa selalu putih, jika bukan putih maka hitam" Diana mencebikkan bibir dan mengernyitkan dahi sembari bersedekap dada.
"Ada lagi?" Queen mengangkat Jaqueline dan membuka bra untuk menyusui.
Diana menelan ludah, seketika ia teringat momen mulut Michael di dadanya. Ia segera menggelengkan kepala kuat membuat Queen mengernyit bingung.
"Erm, oh iya. Isi kulkasnya itu lengkap sekali, bahkan ada nori yang biasa aku makan di dalamnya"
Queen tersenyum penuh arti "Mungkin dia mencari tahu tentang makanan kesukaanmu"
Diana mengangkat kedua bahunya, kemudian dia teringat "Oh oh, dan kasurnya empuk dan lembut. Aku sampai terjerembab di atasnya" Ia tertawa polos.
Queen menggelengkan kepalanya melihat Diana.
"Sepertinya untuk sementara hanya itu yang bisa aku ceritakan" Diana menggaruk dahinya yang gatal.
Queen mengangguk mengerti, ia meraih jemari Diana "Sepertinya dia bukan lelaki yang buruk, mungkin kamu bisa belajar mencintainya. Siapa tahu dia adalah jodohmu"
Diana mengayunkan jemarinya dan Queen "Bukankah jodoh itu cinta pertama?"
Queen tertawa, ia melepaskan kaitan jemarinya guna menutup mulut agar Jaqueline tidak terganggu "Cinta pertama tidak berarti adalah jodoh, Na. Walaupun bukan berarti tidak ada, lupakan saja siapapun cinta pertama kamu, fokuskan pada siapa yang berjuang mendapatkan hatimu sekarang"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Between Us (End)
RomanceSpin off dari cerita Dengarkan Suaraku. Diana Aikawa, kembali ke Los Angeles setelah satu tahun menghabiskan waktu bersama keluarganya di Jepang. Ia melamar pekerjaan di World Shelter sebagai pelatih, yang dimana mempertemukannya dengan Michael Walt...