Thirty Four : About Diana Ai

22 1 0
                                    

Hujan deras turun menyambut pagi Diana, namun sang empu masih setia meringkuk di dalam selimut mencari kehangatan dari rasa dingin tidak biasa yang menusuk kulitnya.

Diana sudah sadar dari tidur sejak satu jam yang lalu, tapi tubuhnya enggan di ajak kompromi. Sepertinya efek kopi dan tangisan semalaman mulai menyerang tubuh Diana, kepala pusing, perut mual dan dingin di sekujur tubuh.

"Meooow" Alaska menggeliat di belakang Diana kemudian kembali memejamkan mata menikmati kehangatan. Tidak memperdulikan keadaan sahabat pemiliknya.

Tiba - tiba isi lambung Diana serasa mendorong naik, kontan Diana langsung turun ranjang dan berlari menuju kamar mandi memuntahkan isi perut. Alaska mengeong karena terganggu, ia pun meloncat turun dari ranjang dan memilih bergelung di karpet yang berada di tengah kamar.

Di dalam toilet, Diana terkulai lemas setelah mengeluarkan isi perut. Sepertinya ia mulai demam, beberapa hari ini ia mati - matian ingin menemui Michael hingga telat makan dan kurang tidur, di tambah kopi pahit kemarin malam. Ujung - ujungnya hari ini tubuh Diana pun melakukan demo.

Perut Diana kembali bergejolak dan ia pun kembali memuntahkan sisa cairan yang terasa pahit. Perut Diana benar - benar kosong sekarang.

Setelah di rasa lebih baik, Diana kembali ke kamar tidur mengambil ponsel. Siapa kira - kira yang bersedia mengurusnya?

Hm, Kak Anthony? Tidak, tidak, dia bukan pilihan.

Queen? Diana sudah lama tidak menghubungi Queen, hm, pass. Sebaiknya ia tidak menemui Queen dulu, nanti yang ada malah ia harus menjelaskan kisah menjadi tawanan Koutaro dari awal hingga akhir.

Pandangan mata Diana berhenti pada nama Michael. Jemarinya mengusap layar yang tertera nama itu, rasa bersalah, rindu, sedih dan sayang bercampur aduk menjadi satu. Meski Diana sangat berharap Michael datang tapi lelaki itu tidak mungkin akan datang.

Diana menekan tombol kunci, layar ponsel menjadi gelap. Tidak ada yang bisa ia hubungi, ia harus mengurus diri sendiri tanpa bantuan orang lain seperti di Italia dulu, saat dia masih seorang pemula di negeri asing.

Diana meletakkan ponsel di nakas kecil, kemudian dengan menahan rasa pusing ia melangkah hati - hati menuju dapur memasak bubur, juga menyiapkan obat dan kompres untuk kepalanya.

***

"Bisnis ini pasti akan berhasil seperti perusahaan lamamu" Kendall merangkul pundak Michael memandang hotel yang di beri nama Palace Hill.

Hotel ini adalah investasi sampingan Michael bersama Kendall. Tapi, berhubung World Shelter telah di berikan kepada orang lain secara cuma - cuma, jadilah Michael fokus mengembangkan bisnis hotel ini.

"Setelah hotel ini berkembang pesat, kita akan membuka cabang dimana - mana" Michael bersikap optimis, ia merasakan jiwa mudanya bergelora mengingat saat dimana ia merintis World Shelter dari nol.

Kendall mengangguk "Berarti mulai malam ini kita tidak perlu lembur lagi, benar?"

Michael menoleh melihat Kendall, kemudian ia melangkah masuk ke dalam mobil di ikuti Kendall.

"Malam ini kita rayakan langkah awal rencana membuka cabang hotel. Aku traktir sepuasmu" Michael mulai menjalankan mobil di sela suara antusias Kendall.

Beberapa menit kemudian, mereka sampai di sebuah klub yang baru pertama kali mereka datangi. Kendall ingin mencoba sesuatu yang baru jadilah berakhir di sini.

"Mojito?" Kendall bertanya yang kemudian di angguki Michael.

Kendall memesan dua minuman kepada bartender dan mengambil tempat duduk di bar.

Love Between Us (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang