ARA'S WEDDING STORY

1.2K 70 0
                                    

Masih dengan wajah pias aku berjalan menuju tempat check in, sesekali aku menoleh ke belakang memastikan apakah om tadi mengikutiku atau tidak, siapa tahu dia mau nyulik kan? Harus ingat selalu kata ibu pokoknya, ngga boleh gampang percaya sama orang baru terutama sama laki.

"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" Ujar mba-mba cantik didepanku.

Sambil tersenyum kecil kuangsurkan tiket serta pasporku padanya, tak lama dari sana aku pergi ke tempat pemeriksaan koper sekaligus check ini bagasi.
Lama aku menunggu koperku kembali dari mesin X-rey, karna siang ini kurasa bandara sangat ramai oleh penumpang, mungkin lagi masa-masanya virus Corona dan banyak orang yang WFH ( Work From Home) sehingga memanfaatkan waktunya layaknya tengah liburan, padahal pemerinta minta kita stay safe at home. Mungkin karna momennya juga yang mau puasa kali ya? Sehingga banyak orang yang menyalah gunakan WFH agar bisa bertemu keluarga pas di bulan puasa.

Tapi, andaikan aku menjadi mereka tak ingin aku kemana-mana dan lebih memilih mengindahkan permintaan pemerintah untuk stay at home, sebab kurasa leha-leha di rumah sambil kerja santai lebih enak, dari pada situasiku sekarang, udah harus keluar rumah dengan lingkungan luar yang belum tentu aman, kudu kerja keras pula. Bagaimana pun aku masih memikirkan nasibku yang belum menikah di usai 25 tahun, masih memikirkan keinginanku punya anak lima. Lah kalo aku kena corona? Besok masih hidup dan membaik saja udah syukur, gimana kalau lewat?

"Terima kasih," ujarku tulus pada pria jangkung yang membantuku mengangkat koper kecilku.

Usai memastikan koper dan dokumen lengkap dan aman ditangan, aku pun kembali ke tempat semula, menemui anggota timku berada. Sebenarnya aku tak ingin kembali lagi kesana, aku takut om tadi masih ada ditempat, dan melihatku layaknya ingin menerkam, tapi kalau aku ditinggal gimana?

"Heh! Balik badan lagi, nunggu lu lama" ujar mas Bima yang membuatku melirik kesal. Nih orang memang dememnya nyindir, pokoknya kalo ngga nyindir tuh berasa ada yang kurang.

"Langsung aja ya? Udah jam sebelas" aku pun mengangguk mengiyakan, ucapan mas Wayan yang lebih menyenangkan untuk didengar dari pada mas Bima.

Namun, sebelum akhirnya kami meninggalkan starbuck,  aku sempatkan untuk melirik sejenak tempat om tadi berada, sambil berharap dia tak lagi disana. dan..

Hap!
Mati aku ke gap,
Buru-buru ku alihkan pandangan, dan belagak sok ngobrol asik dengan Mala, padahal ku tahu Mala sedang telphonan dengan suaminya. Hadeuh, double kill ini mah.

Namun, kalau saja aku boleh jujur om tadi itu sebenarnya tampan, dan laki banget. Tapi tatapannya itu loh, bikin orang ngerasa menjadi manusia paling bersalah di dunia, padahal aku menjatuhkan agendaku saja ngga sengaja, tapi ditatapnya seperti habis nimpuk. Pahamkan? Dan pasti, siapapun akan merasa "apa gue ngelakuin kesalahan berat" padahal aku pun sama sekali ngga ada niat jatuhin agenda tepat di kakinya. Kalau pun mau kenalan aku tinggal samperin sambil ngulurin tangan selesai, tapi ini kan beda.

Dalam hati aku selalu berdoa ya Allah, kalau bisa jangan temuin aku dengan dia lagi deh, apalagi sampai jodoh. Rasanya aku ngga sanggup kalo hidup bareng dia, baru ketemu aja mukanya kaya gitu, gimana kalau tiap hari ketemu? Waduh, kaga deh.

***

Ku kira sampai di Surabaya kami diberi waktu untuk istirahat sejenak di hotel yang nyaman, atau paling minimal dikasih izin untuk makan sebentar mengingat aku yang sama sekali belum sarapan. Tapi nyatanya tidak sodara-sodara jangankan istirahat di hotel atau makan di restoran khas Surabaya, melipir saja pun ngga, dan sekarang rasanya aku ingin niat puasa saja sekalian, tapi lupa kalau di jakarta tadi aku nenggak minuman Mala hingga tandas.

"Kak, laper banget ya?" Ujar Mala tiba-tiba. Aku yang setengah fokus menatap laptop dan tumpukan dokumen, menatap jengah Mala yang kini nampak ingin tertawa ngakak.

Sumpah malu!
Tapi aku mau, aku paling ngga bisa mikir kalo perut kosong soalnya kerasa otakku ikutan kosong seperti orang bloon, paham kan? Makanya ngga salah kalau orang bilang laper oneng kenyang bloon, karna itu betul-betul terjadi.

"Kaka ngga sarapan?"aku pun menggeleng. Bagaimana mau sarapan? Mandi saja aku tak sempat.

"Aku kesiangan banget la, karna semalem aku selesaiin kerjaan sampe begadang bahkan baru tidur habis subuh eh ngeliat grup langsung ngibrit kaga tidur dulu. Makanya aku ngga muncul di group kan semalem? Ya karna itu.."

Ku lihat wajah Mala berubah Iba, hei! Kenapa tidak dari tadi sih?

"Yaudah kaka makan dulu aja," nasihat Mala, yang langsung kusambut dengan gelengan.

"Apa aku puasa aja kali ya? Tapi aku udah nenggak minuman kamu tadi. Mau makan kaka takut, mas Bima lagi galak mode on. Males kaka" ujarku sambil mencoba kembali fokus dan mengabaikan perutku yang berbunyi untuk kesekian kali.

"Ih, nanti kaka magh. Makan dulu aja kak, atau mau roti Mala?" Kulihat Mala mengangsurkan roti gempal yang mulai tak berbentuk itu kehadapanku.

Astaga! Tidak ada yang lebih menggoda dari roti ini ya Allah, bahkan Ivan Sanders kelewat seksinya. Tapi aku ngga mukin makan di waktu kerja, apalagi mas Bima yang gayanya udah galak banget.
Kursi berderit saja, matanya langsung awas mengintai, gimana kalau aku ngunyah?

"Aduh, aku tahan aja deh La. Takut aku tuh" ujarku sambil mendorong balik tangan Mala agar tak mendekat padaku lagi.

Semoga saja aku ngga pingsan ya Allah!

Toktok...

Ku dengar ketukan pintu, membuatku saling tatap dengan Mala.

"Masuk!" Ujar mas Bima dengan suara dingin.

"Maaf pak, ada makanan untuk bapak dan tim." Ujar OG sambil meletakkan empat kotak makanan diatas meja. Seketika ruangan yang semula beraroma penindasan berubah menjadi aroma harumnya nasi padang yang menggoda iman. Woho, aku sangat tahu aroma itu! Dan dijamin ngga akan salah, sebab penciumanku hampir sama seperti meongnya Mala.

Aku pun melirik Mala sambil meneguk salivaku beberapa kali, sumpah aku laper banget asli!

"Terima kasih," ujar kami bersamaan.

Aku kira kami akan segera makan makanan yang masih hangat itu di meja, tapi mas Bima lagi-lagi melarang dan menyuruh kami fokus kerja. Astaga! Penderitaan apa lagi ini?

Sumpah! Aku ngga bisa mikir,
Perutku perih seperih-perihnya.

"Ra, kamu bisa buka data yang ini?" Tanya mas Wayan yang kini berdiri tepat di sisiku. Aku pun meliriknya sejenak, kemudian kembali fokus dengan data yang ia pegang. Ayo Fara, harus fokus!

"Set deh, muka lu kaku banget, pias lagi." Ujar mas Wayan yang membuatku tegang. Mampus! Kalau ketahuan aku kelaparan bakal diketawain habis-habisan ini.

"Kita break dulu aja deh. Ntar si jomblo pingsan" ujar mas Bima akhirnya.

Entah aku ingin senang, kesal atau malu,
Ku lempar saja dia dengan tisu bekas upilku, masa bodo dengan kesopanan yang amat sangat di atur dan tanamankan oleh ibu padaku.

"Kampret kau mas! Gue sumpahin bulan besok bini lu hamil lagi" ujarku sambil mendekati meja dimana kotak nasi berada.

"Aamiin..." ujarku, mas Wayan dan Mala bersamaan.

Sedangkan mas Bima? Wajahnya pias tak berkutik, Rasakan kau!

***

ARA'S WEDDING STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang