Rasa kram dan kaku pada lengan kananku cukup membuatku terbangun dari tidur soreku bersama Tia yang sekarang entah kemana. Masih ku lanjutkan kejadian tadi siang yang membuatku pening sendirian, yang lama kelamaan membawaku ke alam bawah sadar tepat saat adzan ashar berkumandang.
Disaat adzan berkumandang aku masih ngawang, diantara sadar dan tidak sadar bahkan aku masih bisa dengar derap kaki ayah menuruni tangga, sampai suara sarungnya yang saling beradu. Perkiraanku, aku mulai masuk alam bawah sadar betul-betul itu pukul setengah empat sore dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul setengah enam sore, at least aku tidur kurang lebih dua jam, dan itu bukanlah prestasi yang baik.
Kalau kata ibu, anak gadis apalagi seorang muslim ngga baik tidur sore, kalau katanya sih bisa membuat kita sedikit bloon, dan benar sekali sekarang aku merasakannya.
Aku celingak-celinguk mencari penghuni rumah lainnya karna rumah terasa sepi tak berpenghuni, padahal biasanya jam segini ibu ada didapur, ayah ada diteras dan si Tia ada disini sambil nonton kartun upin ipin kesukaannya. Lalu kemana mereka semua?Untungnya aku sedang udzur, bayangkan kalau aku lagi sholat dan jam segini baru bangun, wah tamat sudah. Bisa-bisa ibu ceramah tak berkesudahan. Tak ingin mandi lebih sore lagi buru-buru aku bangkit, berusaha segera sadar walau pun masih sedikit sempoyongan, pelan-pelan aku menaiki tangga satu persatu, persis bayi yang baru bisa jalan. Baru sampai di undakan ke lima, pintu rumah diketok pelan oleh entah siapa dia.
Nah bingung nih, naik dulu abis itu pakai kerudung atau langsung teriakin Ayah yang belum tentu ada dirumah? Ck, lagian pada kemana sih?
"Akh, repot kan." Ujarku kesal kemudian lari ke kamar, lalu kusambar khimar sembarang, lalu berjalan cepat menuju pintu depan.
Ku intip terlebih dahulu si tamu melalui jendela, kalau si tamu ngga dikenal jangan dibukain takutnya seperti tetangga sebelah yang izinin orang ngga dikenal masuk eh ngga lama di maling, nah kalau kenal baru kita sambut, begitu kata ibu saat aku masih kecil. Tapi kok sekarang orangnya ngga ada? padahal tadi ketok-ketok pintu sambil bilang "Assalamu'alaikum pak RT", udah mana buru-buru sampe keserimpet daster sendiri sekarang orangnya ngga nongol.
Kalau begini harus makin waspada, takutnya yang tadi itu bukan orang tapi...
"Kak! Siapa yang namu?" Ingin ku timpuk siapapun dibelakang sana, yang ngomong ngga bilang permisi dulu membuatku dagdigdug kaku didepan pintu.
"Kak, siapa?" Kulihat ibu yang kini berada disisiku sedangkan aku masih fokus menetralkan degup jantungku.
Ya Allah, untung ibu sendiri
Gimana kalau tadi kebablasan nimpuk?"Ngga tau, tadi pas kaka mau buka eh orangnya ngga ada. Lagian ayah kemana si Bu?" Tanyaku mulai ngegas. Lah bagimana ngga ngegas, wong kita udah buru-buru naik ke atas habis itu turun lagi, pas mau dibukain pintu orangnya ngga ada, coba kalau tadi ada Ayah mungkin sudah kuteriakin, lalu si tamu ketemu ayah dan selesai deh tuh perkara, ya kan?
"Ngga tahu, dari tadi belum balik dari masjid" ujar ibu acuh, sambil berjalan menuju dapur.
Bruk
"Allahu! Ada orang disini oy" teriakku pada seseorang yang membuka pintu tanpa salam.
"Astaghfirullah kak, Ayah ngga liat. Lagian ngapain disitu?" Ujar Ayah sambil mengusap dahiku yang mulai berdenyut.
Haduh ya Allah,
Beneran ini mah, kalau tidur sore bikin orang banyak petaka. Udah tadi mau keserimpet daster sendiri, habis itu dikagetin, sekarang di jedutin pakai pintu. Ngga lagi-ĺagi deh, tidur sore."Lagian ayah juga, bukannya salam dulu main nyosorin pintu aja. Sakit nih" ujarku ngegas, sambil menduduki kursi tamu.
Tapi bukan Ayah namanya kalau ngga tawa ngakak ngeliat anaknya menderita, lihat saja perut buncitnya yang naik turun ditambah mata sipitnya yang mulai berair. Kalau saja dia bukan ayahku, sudah ku cubit gemas perutnya.
"Ayo kaka, udah! Mandi gih, anak gadis kok bangun sore" teriak ibu dari arah dapur.
Tak ingin makin diazab karna ngelawan Ibu, buru-buru aku bangkit lalu berjalan pelan menuju tangga, sedangkan Ayah sibuk nyolek-nyolek ibu yang sepertinya lagi ngambek. Heih! Pantas saja tadi jawabnnya acuh banget, ternyata lagi ngambek-ngambekan.
***
Usai mandi dengan air hangat kini aku tengah asik memakaikan "pacar" ke tangan genit Tia. Padahal aku tahu betul, kampusnya melarang para mahasiswinya memakai kutex atau pewarna kuku lainnya dimasa ujian, dan dia memintaku memakaikan "pacar" sementara besok ujian hari pertama mid smesternya. Bikin geleng kepala memang tingkahnya, tapi kalau di bilangin pasti bakalan mental nasihat kita di otaknya.
"Kak, masa cowo yang dua hari lalu dateng kesini, nembak aku," Pernyataan Tia cukup membuatku ngga fokus lagi. Kualihkan tatapanku, lalu menatapnya dalam. Menunggu rahasia lain yang bisa kujadikan aduan.
"Tapi kaka jangan bilang Ayah," pintanya yang membuatku mengurungkan ide jailku ngadu sama ayah.
"Terus? Bae-bae lu, ketauan pacaran, laki lu di gorok ayah" ujarku usil, sambil melanjutkan mengisi tiap sisi kuku Tia yang belum terkena "pacar".
Kalau saja aku boleh jujur, kadang-kadang aku suka iri dengan Tia, karna Tia tuh wajahnya lebih cantik udah gitu lebih ayu, pokoknya sangat menggambarkan gadis jawa, sedangkan aku? Wajahku campuran, ada Jawa, Batak ada Sunda, tapi lebih ketara ke wajah Batak.
Kalau ditilik dari sisi kepintaran dalam hal berdandan, aku dengan Tia sangat jauh perbedaannya, apalagi masalah tubuh. Tia tinggi dan proposional sedangkan aku sedikit gendut dan kurang tinggi.
Makanya, ngga jarang yang bilang kalau Tia lebih ayu dan lebih segalanya dari pada aku.
Bikin nyesek sih, tapi ya mau gimana? Mau minta balik ke perut pun ngga bisa kan?"Kaga, demi dah. Liat aja chatannya kalo ngga percaya" ujar Tia membela diri.
"Heh! You kira I oneng? Bisa aja kan ditembaknya lewat chat, jawabnya lewat skype biar ngga ketauan?" Ujarku mulai ngegas, Sedangkan Tia malah ngakak ngga jelas.
"Kak, sumpah muka lu kaya ibu-ibu komplek ngerumpi. Makanya jangan begaul sama ibu mulu, jiwanya jadi ketularan kan"
Wah, ngajak ribut rupanya."Sekarang lu mau ngajak ngobrol atau mau ngajak ribut nih? Kesel juga lama-lama" ujarku sambil nutup rapi "pacar" lalu kumasukkan lagi kedalam kotaknya.
"Ih, belom selesai kaka cantik. Mari kita lanjutkan obrolan kita" bujuk Tia, sambil membuka lagi "pacar"lalu menyerahkannya lagi padaku.
Astaghfirullah,
Untung sayang adik.
Kalau ngga, udah ku usir dari tadi."Sumpah dah kak, ngga Tia terima. Habisnya Tia udah terlalu kepincut sama anaknya temen ibu" Dan lagi-lagi aku dibuat ngga fokus oleh Tia.
Jadi, sebenarnya ibu tuh jodohin aku atau Tia sih? Kok Tia duluan ya yang tau tentang anaknya temen ibu, udah gitu sampe kepincut lagi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
ARA'S WEDDING STORY
SpiritualPertemuan tak terduga ku alami bersamanya, aku yang kala itu tengah terburu-buru menjatuhkan buku agendaku tepat didepan kakinya. Kau tak perlu berangan lebih dengan kejadianku kala itu, tidak ada adegan romantis dua anak manusia yang mengambil buk...