ARA'S WEDDING STORY

881 41 4
                                    

07/10/20

Hai, hari ini ada sedikit waktu luang nih. Soo, aku bisa menemani kalian yang sedang menunggu, sedang bucin sama pasangan LDR kalian, atau lagi emosi dengan isu UU Cipta Kerja yang kontrofersi? 

But anyway, untuk ke lapak ini hayu atuh regangkan badan sedikit, jangan tegang shay, karna keuwuan mas Raga dan dik Ara kembali, mencoba mengusik jiwa kejombloan kamu.

Berharap kamu suka, pesanku tetap sama. Jaga kesehatan karna kalau kamu sakit  nanti aku rindu ^_^

Enjoyyy

***

Efek domino kebucinan itu memanglah ngga bisa diragukan lagi. Bahkan kau yang dulu mencaci maki orang bucin suatu hari akan menjilat ludahmu sendiri. Ngga percaya? Lihatlah anak kecil itu sekarang. Dulu, sampai puter balik dia kalau melihat anak SMA bucin di depan gang rumah, bahkan dia rela menunggu hingga anak SMA itu bubar saking bencinya sama orang bucin. Tapi sekarang? Baru telphonan saja, laganya macam orang tak waras. Buka pintu kamar saja pakai drama, belum lagi saat menuruni tangga, persis ballerina yang tengah menjalani peran di panggung kontes. Oh, jangan lupakan tingkahnya yang satu itu. Bahkan ibu saja dibuat kaget ketika tiba-tiba dicium hampir seluruh wajahnya.

"Heh! Ngapain? Nyium tak kepruk endasmu!" Ujarku waspada saat Tia mulai ancang-ancang ingin menciumku. Bukan apa, kalau diciumnnya pake perasaan sih ngga papa, ini ngga ada akhlak shay, bikin pening memang tingkahnya malam ini.

Padahal belum ada tiga jam dia nangis-nangis karna diputusin sama pacarnya, tapi sekarang?

"Sudah telephone Dewa-nya?" Tanya ibu sambil membelai kepala Tia yang ada dalam pangkuannya.

"Udah lah bu, wong mukanya berseri-seri gitu, macam menang lotre" Sahutku yang dibalas lemparan bantal. Lucu sekali memang anak kecil itu kalau sudah bucin, melebihi kakanya.

"Wowwww, Semprul! Iri bilang boss" Sahut Tia enteng.

"Ade, nda sopan!" tegur Ibu saat Tia mulai melancarkan aksi menendang-nendangkan kakinya ke pantatku. Songong sekali memang manusia kecil satu itu, apalagi kalau lagi senang seperti sekarang. Apa juga dia isengin, bahkan ibu sekali pun.

"Ade nih kenapa sih? Sana ah! Ibu gerah nih" Ujar ibu sambil mengusir-usir tubuh kecil Tia yang semakin lama semakin menyusahkan gelendotannyaa.

"Ade! Kaka slepet ya, jangan bikin ibu kesel!" Peringatku saat Tia tak sedikitpun beranjak melendoti Ibu, padahal ibu sudah tak nyaman.

Masih ku pantau sodara-sodara, anak kecil "gelo" nan songong itu masih mengganggu ibu sambil menggesek-gesekkan kakinya ke pantatku. Demi Allah aku sangat membenci itu, rasanya tuh bukan seperti "ironmen" tapi geli, Allahu Akbar! Ingin mencak-mencak tapi Ibu lebih dulu memberi ancang-ancang agar aku tak berteriak.

"IBU! ade nih!" Aduku sambil menunjuk-nunjuk kaki Tia yang masih setia menggesek-gesek di pantatku. Demi Allah ngga ada pilihan, mengesampingkan unsur kesopanan dan etika di tengah malam memang harus dilakukan, kalau tidak? anak ngga ada akhlak ini akan semakin semena-mena mengusik kenyamanan pantatku.

Akhirnya, tanpa bicara ku copot karet pasar yang mengikat rambutku lalu kurentangkan hingga melebar dan kuarahkan tepat ditelapak kakinya. "Lihat?!" ujarku mengambil ancang-ancang. Dengan sekali tarikan karet itu mendarat tepat di telapak kakinya, yang sempat ingin melarikan diri.

"AWW!" aduhnya.

Aku tersenyum puas bersama ibu melihat Tia yang kini sudah berguling-guling sambil memeluk kakinya yang terkena karet. Huh! Rasakan.

"Kaka mah tega, Tia bilangin mas Raga." Cih, belaga ingin mengadu ceritanya? Ngga mempan shay, mas Raga akan lebih percaya padaku ketimbang kamu akan kecil!

ARA'S WEDDING STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang