ARA'S WEDDING STORY

953 51 0
                                    

Singgah sejenak disebuah kedai kopi terkenal ia pilih mengingat dinasnya yang baru akan dimulai pukul dua belas siang nanti. Hidupnya yang amat sangat sehat membuatnya anti dengan produk yang disajikan dikedai itu. Akhirnya, sebotol air mineral ia pilih dengan harga empat kali lipat lebih mahal dari minimarket terdekat.
Namun apa pedulinya dia, bahkan itu sudah menjadi hal biasa sebab tak ada produk yang murah di Bandara.

Tiga tegukan pertama ia barengi dengan meng-scroll up pesan yang sama sekali belum ia baca dengan tangan kirinya yang bebas, di tiga tegukan kedua dia mulai terganggu dengan kedatangan gadis yang serampangan masuk kedalam kedai, bahkan kursi kosong yang ada disebelah kirinya bergeser akibat tersenggol oleh koper gadis serampangan itu.

Ia kira permasalahannya dengan sikap gadis aneh itu berhenti sampai disana, namun nyatanya tidak apalagi ketika si gadis bertingkah layaknya kebakaran jenggot, hingga buku coklat dalam pegangannya terlepas dan melesat jatuh tepat disamping kakinya. Ia pun menggelengkan kepalanya sembari tersenyum geli kala melihat tingkah gadis itu setelahnya, celingak-celinguk ngga tahu malu, memperhatikan setiap kolong meja tanpa  peduli tatapan aneh pengunjung lain.

Di tiga tegukannya yang ke tiga, mata elangnya masih betah melihat setiap gerakaan yang gadis itu lalukan bahkan ia masih tetap diam tak ingin membantu, padahal ia tahu objek yang dicari gadis itu ada tepat disamping kakinya. Tak lama dari situ ia melihat gadis itu mendekat, dan meliriknya sejenak dengan raut wajah takut. Hampir saja ia tertawa, namun ia urungkan demi melihat ekspresi lain dari gadis aneh itu.

Kurang lebih lima menit berlalu ia membiarkan gadis itu mencoba meraih bukunya sendiri, berusaha acuh walau sebenarnya ingin membantu. Bahkan tak jarang sesekali ia mendengar dengusan gadis itu saat tangan pendeknya lagi-lagi tak mampu meraih bukunya. Akhirnya pria itu pun menyerah ketika rasa Iba mulai menutupi hatinya, dengan sengaja ia menyenggol buku itu hingga berhenti tepat dalam genggaman gadis itu.

Masih dengan serampangan mode on, setelah ia dapati bukunya, gadis itu pun berdiri bahkan hampir saja kejedut meja membuatnya meringis ngeri. Gadis itu pun menatap ia sejenak hingga akhirnya pergi dengan terburu-buru tanpa kata maaf dan terima kasih lahir dari mulutnya.

"Gadis aneh," ujarnya dalam hati.

***

Sumpah demi apapun, kurasakan tubuhku mulai melayang sekarang. Bukan karna tubuhku yang mulai KO, juga bukan kantukku yang semakin parah, asli! Bahkan sekarang aku melek semelek-meleknya. Tapi ini semua karna ibu yang mulai menjodoh-jodohkan aku dengan anak temennya. Hei! Apakah aku setidak laku itu?

"Gimana kak? Kata mamanya dia anak baik loh" Aku yang masih syok pun hanya bisa melirik ibu sejenak dengan kening yang berkerut tajam.

Sekarang, mana ada ibu yang dengan entengnya menjelek-jelekan anaknya didepan calon besan coba? Bahkan yang ada kebusukan anaknya itu dia minimalisir, kalau bisa jangan sampe keliatan.
Dan mana aku bisa percaya begitu saja, hanya berbekal apa kata mamanya yang belum tentu 100% seperti aslinya, kan?

"Pusing kaka bu, terserah ibu aja deh. Kaka mah nurut," Ujarku sambil merosotkan tubuh lagi hingga setara dengan Tia yang sudah tertidur pulas disampingku.

"Eh! Kok gitu sih kak, mau ngga nih? Biar ibu bilang ke Mamanya" ujar ibu sembari mengguncang tubuhku lagi.

"Bu, boleh ngga kalo kaka bilang suruh aja dia ketemu ayah langsung? Kaka pun udah ikhlas dan ridho kalo ayah sama ibu setuju, kaka juga setuju deh." Ujarku pasrah.

Pusing aku tuh memikirkan jodoh, kerjaan, dan hidupku yang ngga ada lurus-lurusnya, ditambah lagi dengan kebiasaan baru ibu yang lagi hobi jodoh-jodohin anak sulungnya dengan anak temennya. Bukan artinya aku tak mau mencari pendamping sendiri atau malas mencari sana-sini, tapi jauh dari kejadian ini, aku berjanji bahkan minta sama Allah, kalau sampe ada yang mau datang dan kenalan, sok kenalan dulu sama Ayah yang galaknya ngga ketulungan. Dan kalau sampe Ayah pun seneng sama itu laki, ridho lillahi ta'ala aku siap dinikahin besoknya.

Tapi pada kenyataannya, selama aku hidup 25 tahun ngga ada satu pun pria yang datang kerumah kecuali kerja kelompok waktu sekolah, bahkan itu sudah dulu sekali. Entah karna mereka yang ngga PD atau memang ngga ada yang mau kenalan denganku, aku pun ngga ngerti. Makanya, jangan tanya kapan aku menikah? Apa ngga usaha? Atau apalah itu, jawabanku tetap sama belum ada yang mau mampir.

"Oke, nanti ibu bilang ke mamanya ya? Tapi kaka harus serius loh ya, jangan ogah-ogahan. Kalau kaka main-main, nanti ngga ada yang mau sama kaka loh" Ancam ibu yang membuatku istighfar.

Ada gitu ya, punya ibu yang mulutnya tuh enteng banget dan ngga sadar kalau omongannya bakal jadi doa. Hadeuh, kalo bisa mah minta balik lagi deh ke perut, biar doa baik sewaktu dalam perut keulang lagi.

Lepas dari obrolan yang bikin otak kerja rodi, aku yang semula ingin tidur siang jadi ngga bisa merem walau sudah bolak-balik cari posisi. Entah sudah kali ke berapa aku mengacuhkan tangan panjang Tia yang sesekali ngegeplak kepalaku karna merasa terganggu dengan tingkahku. Hei! Aku pun juga tak ingin seperti ini, gerak-gerak macam cacing larva. Tapi omongan ibu tadi sangat menggangguku pikiranku.

Di satu sisi aku merasa senang, karna setelah sekian lama ada yang mau ngajak kenalan walaupun di awali oleh keisengan ibunya. Namun, disatu sisi aku ngga bisa menutupi rasa takut dan malu sekaligus, sebab bagaimana pun aku adalah gadis yang sama sekali masih ting ting, belum pernah pacaran, bahkan pegangan tangan tak sengaja sama cowo pun ngga pernah. Dan kau tahu? Walau pun mas Bima dan mas Wayan dapat dibilang cukup dekat denganku, mereka pun ngga ada yang berani menyentuhku atau aku iseng menyentuh mereka sengaja maupun tidak sengaja, saking groginya aku kalau dekat-dekat dengan pria.

Mikir aku tuh sebenernya, apa ini ya yang membuat aku sampai sekarang belum punya pacar atau calon suami? Tapi masa iya sih, wong kalau dilihat dari pergaulanku saja, aku bisa dibilang tipikal anak yang mudah bergaul kok, bahkan temen SD ku saja yang cowonya masih say hello kalau ketemu, ya walau hanya sebatas itu tanpa ada obrolan kecil. Tapi, itu cukup kan menandakan kalau aku bukan anak yang anti sosial apalagi anti laki-laki?

Tapi sering banget tuh, aku mendengar tetangga yang bilang " ah, mba Ara tuh Ansos. Keluar rumah saja jarang." Begitulah kurang lebih.

Tapi,
Ya Allah
Tiap pagi aku keluar rumah buat nyiram tanaman ibu, bahkan nyapu rumah kan sampai keluar-luar kan?
Belum lagi belanja sayur di mamang depan komplek, walaupun aku ngelakuinnya ditemani ibu, segitu masih dibilang ansos ya?

Lalu apakabar dengan adikku Tia yang lebih jarang keluar rumah kalau ngga diteriakin ibu? Dan anehnya Tia yang lebih di anggap dan dikenal sama ibu-ibu komplek .

Oh, atau jangan-jangan ibu-ibu itu menaruh dendam terselubung kali ya sama aku? Eh tapi aku salah apa, kalau pun ada minta maaf deh. Tapi ini ngga ada.

Dan yang paling aneh, adikku yang ansosnya ngelebihin orang ansos pada umumnya, diusianya yang baru 19 tahun ini sudah ada yang berani datang kerumah bawa martabak pula, walaupun pada akhirnya suka di tolak halus sama ayah dengan lasan sudah malam.

Sekarang, tolong jelaskan padaku kenapa hingga sekarang aku masih menjomblo.

***

ARA'S WEDDING STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang