Rasa pening mulai menjalar ke seluruh kepalaku, ditambah mata yang mulai sepet membuatku ingin menyerah sekarang juga.
Ku lirik jam dinding yang nemplok diatas pintu, lalu beralih pada bumil yang kini tidur dengan nyenyak disampingku.Huft, entah sudah keberapa kali aku menghembuskan nafas, menghalau rasa gondokku pada manusia innocence disampingku ini.
Begini awal mulanya,
Lepas turun dari mobil Dewa aku berjalan cepat menuju starbuck sambil sesekali melirik jam tangan yang mulai menunjukkan jam 10.10, it's mean aku hampir telat dari waktu janjian.
Belum lagi handphone yang terus berbunyi menampilkan nama mas Bima disana. Huh, tidak tahukah ia aku sedang konsentrasi berjalan?
Alhasil akibat kurang fokus aku kesandung sana-sini bahkan hampir nubruk mba-mba yang sedang hamil, astaga!Hampir lima menit aku berjalan dari depan pintu kedatangan sampai ke starbuck tanpa napas, kebayang dong nyeseknya macam apa? Ngga ding, itu alasan ngasalku.
Ku kira sampai di starbuck aku disambut, disuruh duduk lalu disuruh nafas sejenak, namun sayangnya itu hanyalah hayalan belaka. Baru sampai depan pintu starbuck nih, Mas Bima datang dengan wajah kencengnya, mas Wayan dengan wajah Ibanya dan Mala yang hampir mau memelukku langsung menggeretku jalan menujur boarding pass. Ampun deh, rasanya ingin ku pinsan saja.Menurut kesaksian Mala, sebenarnya kami ngga telat bahkan punya spare waktu 30 menit lagi, bayangkan 30 menit lagi! Waktu yang amat berharga, waktu yang seharusnya bisa ku manfaatin untuk duduk sejenak sambil nenggak air mineral di starbuck tadi, harus direlakan akibta manusia nyebelin itu. Dan ternyata, usut punya usut mas Bima begitu karna sedang ada masalah dengan keluarga, yang seketika merusak seluruh mood baiknya.
Akhirnya aku cuma bisa pasrah mengekori mereka berjalan cepat dengan mas Bima mengepalai kami. Masuk kabin, seperti biasa disapa sana-sini oleh pramugari, lalu celingak-celinguk mencari tempat duduk. Dan parahnya, aku ditempatkan bersanding dengan mas Bima yang terlihat makin kenceng mukanya, ku tawarkan pada Mala namun ia menggeleng, tak ada pilihan akhirnya aku duduk manis dalam diam sambil sesekali melirik takut ke mas Bima yang nampak membenciku. Hei! Macam terdakwa aku tuh kalau seperti ini.
Sampai di Bakikpapan kurang lebih dua jam dari bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan International Airport kami langsung dijemput oleh sopir perusahaan clien, tanpa ada sambutan manis ala-ala, kami langsung digiring masuk ke dalam mobil avanza yang sedikit panas dan langsung dibawa ke kantor client.
Ku kira kami akan dibawa ke kantornya lalu kubayangkan akan disuguhkan makanan seperti di Surabaya waktu itu, tapi lagi-lagi angan tinggallah angan, atas dasar permintaan mas Bima kampret kami digiring langsung menuju pabriknya yang jauh terpelosok. Itu, yang namanya baju kering dan licin berubah seketika menjadi kusut dan basah akibat AC mobil yang panas dan jalan menuju pabrik perusahaan yang amat sangat jelek membuat kami yang berada dalam mobil terguncang sana-sini.
Kebayang dong rasanya seperti apa?Namun ada hal yang bisa ku syukuri dari sini, saat kami sampai di pabrik kami disambut pemuka agama sekitar lalu didoakan dan disembur hingga terasa sedikit seger dimuka walau harus nahan mual. Tapi ngga masalah, bagiku pekerjaan yang diawali dengan doa in sya Allah berjalan mulus walau ada mual-mual dikit. Dan yang paling ku syukuri lagi adalah disaat perut mulai lapar, ternyata Allah mengabulkan doaku. Oleh perwakilan perusahaan kami dibawa ke kantor yang dingin-dingin nyess, dan disuguhkan nasi padang, ya! Mau ke Surabaya sampai Kalimantan yang tersuguhkan adalah Nasi Padang. Ngga papa, harus bersyukur kan?
Lepas makan siang, kami langsung muterin pabrik yang diakhiri penerimaan data perusahaan dan disitulah mulai penderitaanku.
Lagi asik-asiknya ngerjain tugas, ku dengar Mala muntah-muntah lalu berlari kecil ke kamar mandi yang ada di ujung ruang kamar. Posisi kami saat ini sudah kembali ke hotel setelah drama merengek pada mas Bima. Melihat Mala muntah-muntah aku beranjak lalu mendekatinya, ku tepuk punggungnya dengan tangan kanan, sedang tangan kiri berusaha membuka minum yang disediakan hotel.Setelah dirasa lega, dengan wajah memerah dan mata berair Mala menatapku, segera kusodorkan air yang langsung diminum habis olehnya. "Aduh ampun deh kak, kerja sambil hamil ngga enak" aku yang kala itu belum sadar hanya bisa bilang iya.
Tak lama aku terdiam, melongo sambil menatap Mala yang mulai berjalan menuju kasur. "Apa La? Kamu hamil?" Tanyaku memastikan.
Ku lihat Mala mengangguk sambil tersenyum, astaga! Jadi, dari naik pesawat sampai naik mobil rasa odong-odong di lalui Mala dalam keadaan hamil?
Aku menatap tak percaya pada Mala yang kini mulai menidurkan tubuhnya ke kasur.
"La, tadi kita naik pesawat belum lagi naik odong-odong, bayinya ngga papa?" Tanyaku polos."Eh iya juga ya kak?" Ujar Mala sambil menegakkan tubuhnya seketika.
Demi Allah seketika aku ngilu ngeliat Mala, bagaimana bisa dia ngga sadar kalau dia lagi hamil dan malah kerja keluar kota.
"Aduh ampun deh La, belum lagi kamu makan telat, dan ngga ada istirahatnya tadi" ujarku sambil mengingat kejadian demi kejadian.
"Yah, terus Mala harus gimana kak?" Tanyanya polos.
Begini nih akibatnya anak kecil punya anak kecil, lupa sama kehamilan dan ngga tahu apa yang semestinya dilakuin ibu hamil. Aku menghembuskan nafas beratku, sambil istighfar menghalau rasa kesalku pada sifat polosnya.
"Kamu bawa susu hamil?" Tanyaku yang disambut gelengan.
Haduh gusti, salah apa aku semalam. "Gimana kamu bisa menuhin gizi anakmu kalau kamu aja ngga bawa susu?" Fix, aku naik pitam. Sengaja ku tekan cara bicaraku karna sudah amat gemas dengan manusia polos dihadapanku.
Tapi benar apa kata orang, mood ibu hamil berubah sangat cepat. Kini ku lihat Mala mulai menampakkan wajah ingin mewek, membuatku sedikit panik.
"Eish, ngga usah nangis. Sekarang telphone mas Wayan minta beliin susu hamil, dan kamu istirahat aja" dan kalimat terakhir itulah yang sangat ku sesali saudara-saudara.
Setelah mas Wayan datang setengah jam kemudian sambil menyerahkan susu hamil dengan wajah gondok, setelahnya aku membantu membuat susu untuk Malan dan baru kusadari penderitaanku makin bertambah saat itu juga.
Ku kira setelah Mala minum susunya Mala mrlanjutkan kerjaanya, tapi ternyata dengan kurang ajarny Mala tidur nyenyak tanpa niat mengajakku istirahat bareng. Itu, yang namanya laptop dan dokumen-dokumen berserakan di atas tempat tidurku, sedangkan dia tidur di kasurnya yang bersih tanpa penghalang.
Dengan rahang mengencang aku beresin barang-barang Mala berusaha tanpa suara, walau bagai manapun aku pun perempuan, walau aku ngga tahu rasanya hamil, tapi aku sadar kata orang hamil itu bentuk perjuangan ibu pada anaknya. Dan tentunya hal itu butuh tenaga ekstra, masih syukur bisa makan tanpa mual, bagaimana kalau nasibnya macam Mala? Baru minum sebentar saja langsung muntah.
Dan pada akhirnya aku hanya bisa mengalah demi bumil yang lagi berjuang pula.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
ARA'S WEDDING STORY
SpiritualPertemuan tak terduga ku alami bersamanya, aku yang kala itu tengah terburu-buru menjatuhkan buku agendaku tepat didepan kakinya. Kau tak perlu berangan lebih dengan kejadianku kala itu, tidak ada adegan romantis dua anak manusia yang mengambil buk...