ARA'S WEDDING STORY

684 37 0
                                    

Tak pernah ku sangka laki-laki kalem yang kini duduk tenang dibalik kemudi adalah laki-laki yang sama dengan bocah kecil tengil yang selalu membuatku ketar-ketir dengan tingkahnya. Bagaimana tidak? Laki-laki inilah yang selalu ngajak Tia bermain "Mama-Papahan", permainan aneh yang mulanya berjalan mulus dan diakhiri dengan adegan yang hampir membuatku mati berdiri.

Tia kecil waktu itu amat sangat polos cenderung gampang dibego-begoin, memiliki prinsip sederhana yaitu selagi bermain dengan Dewa dia akan selalu merasa senang dan amat lepas. Tapi kepolosan itulah yang terkadang bikin aku kecil ketar-ketir, apalagi ketika Dewa ngajak main permainan aneh itu, kadang pegangan tangan, kadang adegan Tia lahiran, bahkan pernah sesekali aku memergoki Dewa mencium pipi hingga bibir Tia dibeberapa kesempatan. Dan adegan-adegan itu selalu berulang di setiap harinya setelah mereka pulang sekolah, dari adegan nikah sampai adegan punya anak.

Bikin geleng-geleng kepala memang tingkah mereka, sungguh sangat berbeda jauh denganku yang lebih suka males-malesan dikamar sambil bermain Gimbot.

"Aku kira Tia udah pindah kak, bukannya waktu itu ada rumor pindah ya kak?" Wohoo, kini Dewa mengganti panggilannya padaku setelah tahu aku adalah kaka Tia yang selalu ngejewer telinganya ketika Dewa kecil mulai bertingkah.

"Waktu itu sempet mau pindah tapi ngga jadi karna Tia ngga mau ikut pindah ke Jogja" jawabku santai sambil menatap lurus ke jalan.

Hari ini masih di masa Covid-19 di WFH minggu ke dua suasana Jakarta mulai berubah drastis, biasanya diwaktu jam kerja seperti ini sepanjang jalan protokol akan dipenuhi oleh mobil-mobil pribadi dan motor-motor yang saling nyalip, membuat siapa pun yang melihatnya pasti akan migren seketika.

Kurasa Tuhan tengah membuatku dan membuat kita untuk semakin bersyukur dikejadian Covid-19 yang saat ini terjadi, walaupun ada dampak plus dan minus di beberapa kondisi. Plusnya kita bisa terhindar dari hambatan kota "macet" apalagi  bagi mereka yang sering kali diharuskan keluar kota otomatis akan sering berinteraksi dengan macetnya perjalanan menuju bandara, tapi kadang kejadian ini bikin orang darah tinggi karna keterbatasan dalam bekerja. Merasakannyannya juga? Berarti kita sama, masalah keterbatasan dalam bekerja seringkali dirasakan terutama bagi mereka yang hanya bisa bekerja dibalik komputer kantor.

Wah, kurasa itu tantangan terbesar bagi banyak orang yang bekerja berdasarkan data atau dokumen, tidak akan menjadi masalah sebenernya kalau dokumen pendukungnya hanya satu atau dua map dan boleh dibawa pulang, lalu apa kabar dengan beberapa pekerjaan yang dokumen pendukungnya lebih dari 15 map? Mau dibawa pulang ketar-ketir karna rahasia perusahaan, ngga dibawa bikin ketar-ketir juga karna rentan omelan bos kalau kerjaan ngga selesai.

Alhasil pilihan seminggu tiga kali ke kantor demi membawa beberapa map dokumen, yang tentunya dengan cara kucing-kucingan dijadikan jalan keluar.  Tersiksa memang, tapi mau bagaimana lagi demi kesehatan dan segengam berlian untuk orang di rumah.

"Kak,?" Panggil Dewa yang membuatku berjengit kaget.

"Hah?" Tanyaku pada Dewa.

Ku lihat ia tersenyum manis padaku bahkan kurasa sangat manis, lihat saja lesung pipitnya yang menusuk masuk kedalam pipinya ditambah sorot matanya yang teduh dan berbicara. Aih, pantas saja Tia kecil sangat tergila-gila dengan laki-laki di sampingku ini. Wong lanangnya ganteng men, kok yo.

"Eh, Wa. Maaf nih kalo kaka kepo, kamu udah punya pacar?" Slidikku.

Dewa nampak tegang ditempat, namun senyum manisnya tak mangkir sedikit pun dari sana. Perlahan dia mengubah duduknya lebih menyender dengan mata yang menyorot tajam kedepan.

"Dewa belum mau pacaran kak,"jawabnya singkat sambil tersenyum canggung padaku.

"Kaka tau nih, pasti lagi nungguin seseorang kan?" Tebakku. Dewa pun tersenyum lalu mengangguk mantap.

"Apakah Tia orangnya?" Tembakku yang kurasa tepat sasaran, lihat saja sorot matanya yang nampak sekali terkejut dan nampak semakin kikuk.

"Kalo bener ngga papa kok, dan  kaka kayanya merestui. Kamunya kalem dan udah berubah banyak sekarang dan Tia lagi butuh seseorang yang bisa nuntun dia" ku lihat Dewa sekilas, lalu menatap lagi kedepan.

Segedeg-gedegnya aku dengan Tia yang bikin pusing tingkahnya, sebagai kakanya aku ingin yang terbaik untuk bocah nakal itu. Aku menginginkan Tia yang berubah menjadi dewasa, dan mungkin bisa lewat Dewa?

"Memangnya Tia belum punya pacar kak?" See? Tebakanku memang ngga pernah salah dari lahir.

"Hem? Setau kaka sih belum ya Wa, tapi yang deketin banyak." Jawabku apa adanya.

"Banyak yang deketin ya?" Nada suaranya yang lesu seketika membuatku menaikkan alis, kurasa Dewa minder? Hei, kenapa para lelaki selalu seperti itu sih? Mundur sebelum berperang, Padahal sebenarnya dia punya senjata paling ampuh dari pada gebetan-gebetan Tia yang hanya pamer harta orang tua, apalagi kalau bukan kedekatannya dengan Ayah? Bukankah strateginya deketin camer baru anaknya?

"Ngga usah minder. Buktiin omongan kamu yang mau kuliah di kedinasan, datang ke rumah kaka dan buat Tia ngga berkedip dengan kamu berpakaian ketat. Bisa?" Ujarku sambil melepas sabuk pengaman, dan bersiap turun.

"Karna bagaimana pun kaka tahu betul adik tengil kaka yang satu itu. Kaka minta kamu pegang janji kamu untuk ngejar Tia, terlepas jodoh atau ngga kita liat nanti. Yangbperlu kamu tahu Dewa, laki-laki yang memamerkan keyakinan untuk menghalalkan akan menang dari mereka yang hanya bisa pamer harta orang tuanya. Azekkk" Bukan diriku rasanya bisa berbicara selancar motivator yang ekspert sekalipun, mengingat cara berbicaraku yang ngga ada wibawa-wibawanya. At least, aku dapat membuatnya yakin, karna aku hanya ingin Dewa yang bisa jaga Tia, tidak Mario atau Angga yang mukanya macam di baiklin.

"Thank you, pegang ini. Dan sampaikan salam kaka buat pak Firman oke?"ujarku sambil mengambil alih koperku, dan menyelipkan beberapa lembar uang di tangannya.

"Kak" panggil Dewa yang membuatku mundur kembali.

"Ingetin Dewa kalau Dewa mulai lupa dengan janji Dewa, tapi Dewa pasti ngga akan lupa untuk Tia" wohoooo, makin jatuh cintrong aku dengan calon adik iparku yang gantle ini.

Dan kurasa, dengan Dewa aku ngga akan ketar-ketir soal menjaga Tia yang kadang bikin aku mati berdiri.

"In sya Allah. Kaka berangkat, kalau ada apa-apa tolong hubungi kaka ya?" Ujarku, kemudian berlalu pergi meninggalkan Dewa yang menatapku sambil tersenyum.

Ah, gusti...
Jika memamg Dewa adalah jalan terbaik untuk menjaga Tia, ku mohon jadikan itu benar-benar terjadi. Tapi jika tidak, ku mohon buat anak itu bahagia dan buat pula Tia lebih bahagia.

*****

ARA'S WEDDING STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang