25 April 2020
***
Sepanjang perjalanan aku mulai terganggung dengan pertanyaan yang muncul tiba-tiba dalam kepalaku soal pria brewok yang nampak tenang dalam duduknya kini. Tentang,
Siapa sih dia?
Apa hubungannya denganku?
Kenapa harus dia yang jemput?
Lalu kemana Dewa?
Dan masih banyak lagi.Karna aneh sekali, yang ku pinta untuk menjemputku di bandara itu ya Dewa dan hanya Dewa bukan dia, wong aku saja ngga kenal dia. Dan kalau pun dia orang asing bagiku dan juga Dewa, aku yakin Dewa ngga akan seberani itu mengesampingkan kepercayaanku, lalu membiarkan orang lain menjemputku sekali pun dia sedang sibuk atau ada penumpang. Dan kurang masuk di akal juga kalau mobil semahal ini digunain untuk narik penumpang kan? It's mean ngga mungkin sekali jika pria yang tengah duduk dengan tenang ini adalah supir taksi online temennya Dewa.
Eh tapi ada juga ko ojek online pakai motor gede alias MoGe buat narik penumpang dimana sebagian besar drivernya adalah mahasiswa yang lagi nyari tambahan. Soo, tidak menutup kemungkinan taksi online pun juga sama kan? Tapi kok, tampangnya ngga mendukung ya?
"Ekhm. Boleh saya tau, berapa sewa perhari kalau narik pakai mobil ini om?" Tanyaku akhirnya. Oke, mari kita anggap om-om disampingku ini adalah supir taksi online, sebab aku mulai pusing mengira-ngira soal siapa dia.
Awalnya om disampingku ini kaget, mungkin karna jarang kali ya ada penumpang yang nanya begini? Sadar sih, wong pertanyaan itu kan pertanyaan yang sensitif, tapi aku penasaran.
"Narik?" Tanyanya setengah tertawa. Hei! Apakah ada yang lucu disini? Wah nampaknya semakin lama semakin ngga beres, aku mulai ber suudzon dengan pria ini. Lalau kalau bukan driver taksi, apa jangan-jangan dia penculik? Kalau begini caranya tidak hanya korona yang harus jaga jarak, sama calon penculik pun kita juga harus, karna sekali kita lengah? tamat sudah riwayatmu.
"Lalu, kalau bukan driver online om ini siapa? Atau jangan-jangan..."aku mulai waspada, tatapanku mulai tajam meneliti dari atas hingga bawah tubuhnya. Tapi ngga ada yang aneh masa. Semua nampak perfect, sepatu Nik* putih, baju polo biru dongker dan dipadu celana chino. Nampak tidak seperti driver taksi, tidak juga nampak seperti penculik.
"Dari tadi sampai sekarang kamu masih mengira saya om-om padahal cuma beda tiga tahun, sekarang kamu mengira saya driver online?" Dia pun tersenyum mengakhiri ucapannya, kemudian melirik spion kanan saat ingin menyalip mobil didepan kami, lalu menatap kedepan lagi. Sama sekali tak curi-curi pandang padaku sedangkan aku sangat lancang melakukan itu dari awal kami bertemu.
"Terus?" Tuntutku. Perkiraanku ternyata benar, dari perawakannya yang tinggi, maco dan putih sangat jauh dari kesan driver taxi online apalagi penculik yang akan meminta tebusan, lihat saja handphonenya di dashboard mobil, bahkan uang tebusanku saja mungkin tak mampu membeli itu handphone.
"Jangan terlalu banyak dipikirin. Saya tahu kamu ngantuk, sampai di rumah saya bangunin" ujarnya lagi. Makin bingung aku kalau main teka-teki begini.
"Ngga bisa, aku harus tahu kamu ini siapa" ujarku memaksa meminta penjelasan. Ku dengar ia menghela nafas sejenak, kemudian mengangsurkan handphonenya padaku.
Ku lihat disana ada banyak foto, lalu ku pilih salah satu diantaranya, disana nampak Ayah yang bersender pada kasur rumah sakit? Dan masih ada banyak orang berkumpul melingkar disana dan tentunya ada dia pula disamping Ayah dan menjabat tanganya. Seketika aku terdiam, pikiranku yang semula menduga-duga identitas pria disampingku, kini mulai ter-distract dengan wajah pucat ayah dan beberapa alat yang menempel ditubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARA'S WEDDING STORY
SpiritualPertemuan tak terduga ku alami bersamanya, aku yang kala itu tengah terburu-buru menjatuhkan buku agendaku tepat didepan kakinya. Kau tak perlu berangan lebih dengan kejadianku kala itu, tidak ada adegan romantis dua anak manusia yang mengambil buk...