8. Mall

9.6K 723 22
                                    

Qia terduduk di samping sebuah makam yang tertuliskan Qanita Shirin, nama Ibu kandung Qia. Makam ini sudah dipenuhi rumput yang tersusun rapi, mungkin penjaga makam yang merawat kuburan Ibu kandungnya.

Qia juga membacakan surat Yasin, di samping Qia juga sudah ada Al. Sedangkan Vian dan Ella sudah pulang lagi setelah mengantar Al dan Qia kesini.

"Assalamualaikum Ibu Nita, ini Qia. Anak Ibu. Maaf ya Qia baru bisa nyekar sekarang. Baru bisa kirimi doa juga buat Ibu."

"Dari kecil Qia selalu bilang ke semua orang kalo Qia itu anak ibu Sarletta sama Ayah Sam. Tapi pas Qia umur 19 tahun, Qia baru tau ternyata Qia anak Ibu Nita. Tapi Qia ga tau Ayah kandung Qia siapa?"

Tangis Qia langsing pecah saat mengetahui fakta bahwa ia adalah anak hasil hamil di luar nikah.

"Qia anak haram, kaki Qia juga lumpuh Bu! Hiks..." isak Qia pilu.

Al langsung membawa pergi Qia dari area makam menuju mobilnya di parkirkan. "Saya ga bakalan ijin in kamu kesini lagi kalau sampe nangis kaya tadi!"

"A'a ga tau kaya apa perasaan Qia!"

"Saya emang gatau! Tapi jangan pernah ungkit lagi masalah anak haram itu, saya ga suka."

Tangis Qia semakin kencang. "A'a jahat!"

Al menghela napas berat. "Kita pulang!"

"Ga mau, Qia masih mau sama Ibu Nita."

Menulikan telinga, Al mulai melajukan mobilnya. "Mungkin ini alasan Mom ga cepat-cepat kasih tau kamu, di mana letak makan Ibu Nita."

"Dad sama Mom Al ada, mereka kasih perhatian tulus, sedangkan Qia? Tau sendiri Ibu Letta cuma kasih rasa sayang semu! Sakit hati Qia."

"Al punya segalanya, sedangkan Qia? Bahkan kaki Qia lumpuh, Hiks... Hiks... Hiks," lanjut Qia tersedu-sedu.

Mendengar itu Al langsung menonjok kaca mobil depannya kencang, lalu mencengkeram bahu Qia erat.

"Berhenti jelek-jelek in diri kamu sendiri Qiana Zury, kamu pikir saya ga sakit liat kamu kaya gini?!" bentak Al kepalang marah.

"Sakit Al!" rintih Qia mencoba melepaskan cengkeraman itu.

"Maaf," al langsung membawa tubuh Qia ke dalam pelukannya, mengelus pelan rambut panjang Qia dengan lembut, berharap usahanya ini membuat Qia jadi lebih tenang.

*

Sudah lewat beberapa Minggu sejak kejadian di makam tempo hari, keinginan untuk kembali bisa berjalan membuat Qiana setiap 2 hari sekali pergi ke Dokter Zahra untuk melakukan terapi.

Qia memang sendiri di dunia ini, tapi sekarang tidak lagi. Ada Ella yang selalu memeluknya saat ia gundah, dan Vian yang akan memarahi Al jika mengetahui ia di buat menangis.

Kedua putra kecil yang sangat menggemaskan dengan tingkah konyolnya, juga sang suami, Al. Yang selalu merengkuhnya kala ia tidak percaya bahwa dunia ini masih menginginkannya hidup.

"Abang, Ade! Jangan lari-lari duduk cepet. Kita sarapan."

Kedua bocah yang tadinya berniat ke luar rumah, mengurungkan niatnya saat teriakan Qia sudah menggema di seluruh penjuru sudut rumah.

"A' jangan peluk, awas aja Qia cincang buat lauk makan baru nyaho!"

Sedangkan Al langsung duduk dengan wajah merengut tidak pantas. Qia memang benar-benar tidak bisa diajak romantis sama sekali, memeluk dari belakang saat istrinya sedang memasak. Sungguh romantis bukan?

Ah, sudahlah, itu tidak akan terwujud karena Qia akan menjerit 'Dilarang romantis di rumah ini!'

Tapi itu tidak sebanding dengan kenyataan bahwa Qia sudah bisa berjalan kembali, meskipun belum bisa berjalan atau berdiri terlalu lama namun itu mukjizat yang sangat luar biasa.

Suami Kampret! || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang