Al mendengus saat membuka mata dan mengetahui yang dia peluk bukan tubuh empuk istrinya melainkan batal guling.
Pantas tidak terasa hangat. Pikir Al dalam hati.
Laki-laki itu menapakkan kakinya di lantai, berjalan gontai keluar kamar. Hidungnya mencium bau harum masakan dari arah dapur. Walaupun istrinya bar-bar dan juga aneh. Tapi Al tetap sayang. Dan ia cukup beruntung karena menikah dengan perempuan paket komplit seperti Qiana.
Masakan gadis itu lezat, cinta kasihnya tulus dia berikan untuk seluruh anggota keluarganya. Beres-beres rumah dan mengatur pengeluaran keuangan perempuan itu juga jagonya. Bukanya itu sudah termasuk paket komplit?
"Masak apa?" tanya Al memeluk Qiana dari belakang dengan dagu yang di letakkan di atas bahu empuk sang istri.
"Tadi Abang sama Ade liat iklan di tv menu masakan Sambal goreng telur puyuh mereka terus minta sama Qia. Ya udah Qia buatin dong."
Kepala Al mengangguk. Mencium pipi bulat Qiana dari samping beberapa kali. "Cuma masak itu?"
"Banyak ko. Tapi udah pada jadi, tinggal ini aja yang terakhir," jawab Qiana menyendok kuah dan meniupnya pelan. Lalu menyuruh Al mencicipinya. "Rasanya gimana?"
"Selalu lezat," al tersenyum tipis semakin menenggelamkan wajah nya ke leher sang istri. "Saya jadi lapar."
"Mandi dulu A'. Sekalian bangunin sikembar, nanti biar Dede Arum Qia yang mandiin," Qiana melepas lengan kekar Al yang melingkar di perutnya. Mendorong tubuh itu pelan.
Al cemberut. Tanpa banyak kata laki-laki itu langsung menuju kamar di mana para malaikat kecilnya berkumpul.
*
Keluarga kecil itu sudah duduk manis dengan piring yang sudah terisi lauk pauk yang diinginkan. Namun sayang kedua lansia itu belum pulang dan masih betah menghabiskan waktu di daerah yang katanya menjadi kisah cintanya dulu.
"Kenapa?" al menyentuh lengan Qiana pelan. Takut membuat perempuan itu kaget dan berujung ia yang terkena semburan amarah.
"Perut Qia sakit," Qiana meringis. Menempelkan jidat ke meja makan.
"Lagi datang bulan yah?" al meletakkan sendok makannya. Ikut mengelus lembut perut perempuan itu.
"Engga," kepala Qiana menggeleng. Membenturkan pelan jidatnya ke meja. Sebagai pengalihan rasa sakit yang kian menjadi. Bahkan rasa sakitnya sampai ke ulu hati.
Telapak tangan Al dijadikan alas untuk jidat Qiana. "Terus saya harus lakuin apa?" frustasi Al kasihan melihat itu.
"Jangan panggil Dokter. Buatin Qia air putih anget aja."
Secepat kilat laki-laki itu langsung melesat ke dapur. Wajah nya gelisah saat air yang ia rebus tidak mendidih-didih. "Istri saya pingsan. Kamu saya bakar bangsat!"
"Papa Mama pingsan!"
*
"Sudah saya bilang jangan makan yang pedes-pedes. Ngeyel sih, kalo dibilangin! Itu akibatnya perut kamu jadi sakit," ketus Al kesal. Memberikan beberapa bulir obat yang tadi ia tebus setelah Qiana diperiksa oleh Dokter Bina.
Qiana menelan pil nya dengan air. Cemberut saat Al masih saya mengomel ngalor-ngidul tentang kebiasaannya yang suka sekali makanan pedas.
"Mulai sekarang saya bakal awasin kamu makan apa aja!" tegasnya sembari keluar kamar.
Tangan Qiana kembali mengelus permukaan perut, berharap rasa sakitnya cepat menghilang dan fungsi obatnya cepat bereaksi.
Al kembali masuk ke dalam dengan Arum yang berada di gendongannya. Laki-laki itu menaruh batita perempuan itu ke lantai beralas karpet tebal. Meletakkan beberapa mainan kesukaan sang putri di sekitar agar anteng.
Lalu Al duduk di pinggir ranjang. Telapak tangan nya mengelus lembut perut istrinya. "Masih mau makan pedes?"
"Masih," jawab Qiana cepat. Menurutnya, makan tidak pedas itu kurang nikmat.
Al menghela napas pelan. Tangan kirinya mencubit bibi bulat istrinya pelan. Keras kepala sekali Qiana ini. "Saya bakal tetep atur makanan apa aja yang kamu makan." tegasnya tidak mau di bantah.
*
Tidak hentinya Qiana berdecak pelan kesal sekaligus gemas. Bagaimana tidak saat sore tadi ia mengajak Arum berkeliling komplek dan bertemu para tetangga. Mereka mengatakan kalau wajah Arum sangat mirip dengan Al.
Dan hanya alis yang mirip dengannya. Bagaimana bisa? Para tetangga bilang kalau wajah anak sangat mirip dengan sang Ayah, Pasti kita sebagai istri terlalu mencintai suami.
Berarti ia sangat mencintai Al? Itu sebabnya wajah Arum yang seperti duplikat Al versi perempuan. "Operasi plastik mau ga Dede?"
Mata batita itu berkaca-kaca. Memberontak dari pangkuan Qiana. Dan turun berjalan ke arah Al, yang terlihat sibuk dengan ponsel.
"Pa!" jerit Arum membuat Al terkejut bukan main. Laki-laki itu terkekeh. Meletakkan ponsel nya pada meja lalu mengambil alih Arum dan meletakkannya di pangkuan.
"Anak Papa kenapa sayang?"
Jari-jari mungil nya menunjuk Qiana yang kini berpura-pura membaca majalah kecantikan milik Danella. "Ma!"
"Mama nakal sama Arum yah?"
Kepalanya mengangguk cepat. Melingkarkan tangan pendeknya ke tubuh sang Ayah, dengan kepala menyender di dada bidang Al.
"Qiana."
"Apa?" jawab Qiana ogah-ogahan, tanpa melihat wajah Al.
"Kamu apain Arum sampe nangis?"
"Ga tak apa-apain ko!" bantah Qiana mengelak.
"Mana mungkin ga ada apa-apa anaknya sampe nangis kaya gini," gemas Al menepuk pelan punggung putrinya.
"Yang penting Qia ga boong."
Al tidak menanggapi itu. Mulutnya bergumam dengan telapak tangan yang masih menepuk ringan punggung kecil putrinya. "Abang, Ade tadi Mama kalian bilang apa sama Dede?"
Kepala keduanya menggeleng tidak tau. Karena sedari tadi mereka fokus pada acara televisi lawakan yang membuat keduanya lupa dunia.
"Abang ga tau."
"Sama, Ade juga gak tau pa. Kan Ade lagi nonton Om Sule di tv."
Sesudah mengatakan itu, si kembar kembali menatap layar televisi yang masih menayangkan acara favorit mereka.
Namun hal tersebut membuat senyum Qiana mengembang lega karena ia tidak mungkin terciduk karena telah membuat anak kesayangan Bapak Alaric Bayanaka menangis karena ditawari operasi pelastik.
Astaga. Ia juga tak habis pikir, teryata Arum itu mengerti apa yang ia katakan. Mulai sekarang ia harus berhati-hati pada batita perempuan yang suka mengadu pada superhero nya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Kampret! || END
Romance[Sebagian chapter di privat, follow untuk membacanya] [Sequel Possessive Windower Tail Two] Gadis yang duduk dikursi roda itu tertawa cekikikan, saat mengingat hal konyol yang dilakukan laki-laki ini saat ijab kabul. Sedangkan Al berdecak malas seka...