24. Olah raga

7K 568 37
                                    

Al sedang menggiring kedua putranya untuk olah raga pagi di sekitar komplek, tentunya dengan Qiana. Namun perempuan itu hanya duduk di kursi kayu dengan sekantong kresek anggur di tangannya.

"Sini ikut olah raga!" teriak Al, mengeleng melihat bagaimana rakusnya bumil itu makan.

"Gak mau! Yang ada kalo Qia ikut, nanti Debay nya brojol sebelum waktunya!" Qiana menolak mentah-mentah ajakan itu.

"Alesan kamu! Bilang aja males, enakan nyemil."

"Tuh tau," Qia menyengir saat Al melengoskan wajahnya,
kembali berlari.

"Abang, Ade semangat!" aku menyemangati kedua bocah cilik yang masih semangat lari mengikuti Al dari belakang.

Sudah seperti anak kan bebek.

"Abang tunggu, kata Mama harus sama-sama," pekik Ain kencang berusaha menyusul sang Kakak yang berada di depan.

Ano mengabaikan, tambah meningkatkan laju larinya, hingga bisa melewati sang Ayah.

Bibir Ain mengerucut. "Ade bilangin Mama nanti Abang, Papa juga biar dimarahin. Udah tinggal-tinggal Ade!" gerutu Alain sebal.

Al yang memang tepat berada di depan bocah yang asik mengomel itu meringis, dari mana datang nya sikap cerewet Alain?

Tujuh menit berlalu, ketiga laki-laki beda usia itu terduduk di aspal dengan kaki yang diselonjorkan.

"Abang pasti tinggi kaya Papa, ya kan?"

"Kalo mau tinggi harus lari setiap pagi kaya gini." al menerima botol aqua yang disodorkan Qiana, menenggaknya hingga tandas.

Sama halnya dengan si kembar, namun mereka tidak sampai menghabiskan air aqua tersebut. Dengan alasan tidak ada rasa.

Namanya juga air putih mana ada rasa, kalo mau campur pake serbuk. Dasar dua genit.

"Mama minta duwit."

Aku merogoh kantung baju, memberi Alain uang dua puluh ribuan. "Buat apa De?"

"Mau beli eskrim Mah, Abang sama Papa jangan kasih. Tadi udah tinggal-tinggal Ade lari," bocah itu mengerjap lugu menatap wajah Qiana.

"Ga boleh jadi pendendam, tetep harus berbagi. Ingat berbagi itu nanti dapet apa?"

"Pahala," jawab bocah kecil itu senang.

Qiana terkekeh mengelus atas kepala Ain sayang.

"Abang ayo beli eskrim, nih ada duwit kasih Mama," ajak Ain dengan suara cerianya pada sang kakak.

Senyum Ano mengembang. "Ayo." kedua bocah itu berjalan beriringan menuju penjual eskrim keliling.

"Ngapain liat-liat?!" ketus Qia sembari duduk di bangku kembali.

Al tertawa. "Saya ga dibagi duwit juga buat beli eskrim?" al menaikkan sebelah alisnya.

"Ga! Kalo beli pil obat mati Qia kasih!"

Al mencibir. "Emang mau jadi janda?"

"Mau-mau aja, udah ada yang daftar ko," santai Qiana menatapnya Al jail.

Suami Kampret! || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang