29. Sindiran

7K 567 27
                                    

"Qia buka pintunya, ini saya Al."

"Pintunya udah Qia ga dikunci ko," saut Qiana dari dalam.

Al langsung masuk ke dalam, mengunci pintunya. Penampilannya berantakan karena terburu-buru karena sang Ibu memberi tahu kalau bumil itu habis terlibat pertengkaran kembali.

Rahangnya mengeras, saat melihat kapas juga hansaplas yang menempel di pipi bagian kanan sang istri. "Ini siapa yang buat sampe luka gini?" al menangkup pipi bakpau yang terluka itu.

"Biasa ada orang gila ngajak duel."

Alis Al terangkat, mengambil alih jepitan kuku dari tangan bumil itu. "Biar saya yang potongin kuku kamu."

"Tumben apa A'a mau motongin kuku Qia? Jangan-jangan ada niat terselubung yah," matanya memicing curiga. Kali saja kan laki-laki ini mempunyai niat lain selain memotong kuku, seperti sekalian memangkas jari-jarinya, mungkin?

Al menyentil pelan jidat lebar bumil itu. "Pikirannya jangan aneh-aneh!"

Dengan telaten Al memotong kuku panjang istrinya. "Kamu habis berantem sama siapa?"

"Itu loh mantan pacar A'a dulu, yang sampe buat A'a tega ninggalin Qia demi bantu Mbak Reni bawa barang belanjaan. Sampe Qia diketawain sama penjaga kasir karena udah berani masukin barang ketroli tapi ga bawa duwit karena yang niat bayarin malah lupain janjian buat balik jemput Qia!" Cerocosnya kembali mengungkit kejadian benerapa bulan lalu.

Antara kesal, gemas, dan benci. Semuanya bercampur jadi satu yang mengakibatkan jiwa begal Qiana meronta-ronta keluar.

"Sedetail itu ya gi?" al meringis, melihat wajah putih bumil ini memerah.

Qiana terkekeh, menyengir bodoh. "Kesindir yah?"

"Bukan lagi, sampe nusuk di jantung," al mendengus, menyimpan jepit kuku ke dalam laci.

Tidak memilih memperpanjang perdebatan itu, Qiana pun memilih mengabaikan dumelan itu, mengangkat kesepuluh jari-jarimya yang sudah dipotong rapih oleh Al. "Kuku Qia udah pendek, jadi A'a ga usah khawatir badannya bakal lecet kalo Qia cubit."

Dengan semangat Al mengangguk, mengelus pelan pipi kiri bumil itu yang terluka. "Saya rela kalaupun badan saya harus lecet-lecet, asal kamu bahagia."

"A'a."

"Hmm."

"Sekali lagi ngomong gitu, bukan badan A'a aja yang bakal lecet tapi muka A'a bakal Qia garuk pake parutan kelapa."


*

"Mama, belajarnya udah, Ad cape. Mau bobo aja."

"Baru 15 menit juga, masa Ade kalah sama Abang," Qiana menunjuk bocah kalem yang sedang asik menyoret-nyoret bukunya.

Entah menulis apa, karena bocah itu menutupi dengan lengan gembulnya, jadi ia tidak bisa melihat apa yang sedang dibuat oleh Alano.

"Mama, Ade mau bisikin sini," ain mendekatkan bibirnya kedekat telinga Qiana, Ibu sambungnya.
"Abang ga belajar, tapi Abang nulis nama Nana di buku. Besar banget."

Suami Kampret! || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang