38. Hadiah kecil

5.4K 488 16
                                    

Qiana berlari kecil menghampiri dua orang yang kelihatan sedang mengobrol santai di teras rumah, senyunya mengembang semakin mempercepat laju jalannya.

"Bila, Pian!"

Kedua orang itu mengalihkan pandangan ke asal suara, Bila melambaikan tangannya di udara bagai anak kecil. Sedangkan Pian malah membuang muka tapi sudut bibir remaja itu terangkat membentuk senyum tipis.

"Kak Qia sini ngobrol bareng kita."

Kepala mengangguk cepat, meletakkan ranjang belanjaan ke lantai. Lalu ikut duduk di bangku dengan pasangan meja bundar itu. "Qia abis beli di Mamang sayur, tau-tau nya liat Bila sama Pian."

"Emang apa urusannya kalo lo liat gue sama Bila?!"

Mata Qiana melotot, berdiri dari duduk lalu menempeleng kencang bagian belakang kepala Pian. Senyumnya mengembang lalu kembali duduk.

"Anjing!" umpat Pain dengan wajah galaknya.

"Guguk!" balas Qiana tak kalah sangar.

"Babi!" kesal Pian gemas.

"Celeng!" sembur Qiana lagi semakin dongkol.

Pian mendengus, menyebalkan sekali Qiana ini. "Ngejawab terus, dasar tumpukan lemak!"

"Biarin kata A'a lemak Qia itu ada manfaatnya, bikin orang yang meluk jadi hangat!"

Bibir Pian mencibir, merutuki hatinya yang masih saja panas akibat omongan kelewat jujur cinta pertamanya. Sialan bahkan saat membayangkan Al memeluk tubuh itu sepuasnya membuat hati Pian panas dingin.

"Bila ini pizza punya siapa?"

"Di makan aja Kak," jawab Bila dengan senyum lembutnya, mendorong kotak pizza kearah Qiana.

Senyum Qiana mengembang lebar. "Kalo dihabisin ga papah kan Bila?"

Bila terkekeh kecil. "Boleh dong Kak, aku juga udah kenyang. Kak Pian juga ga suka pizza."

Tanpa menunggu waktu lama Qiana mulai mencomot potongan pizza pertama, lalu memakannya rakus. Semua makanan memang lezat dan menjadi favoritnya.

"Nanti lo gue beliin lagi pizza nya," bisik Pian pelan tanpa melihat Bila, matanya fokus mata cara makan Qiana yang tidak pernah berubah sejak dulu. Belepotan bagai anak kan babi.

"Santai aja Kak, aku suka liat Kak Qia makan. Bikin orang gemes aja."

Kepala Pian mengangguk samar, senyum tipis nya mengembang. Menopang dagu demi melihat lebih jelas cara makan Qiana yang seperti anak jalanan yang diberi nasi bungkus.

"Ini minum punya siapa?" Tanya Qiana mendongak, melihat dua teh pucuk yang belum terbuka sama sekali.

"Ga usah nanya kalo lo bakal tetep minum tanpa ijin pemilik!" sindir Pian tajam.

Bukannya marah, Qiana justru menyengir, membuka tutup botol lalu menenggak nya setengah. "Ga sia-sia Qia mampir ke sini."

Bila tertawa merdu, bahkan Pian sempat mengalihkan pandangan sebentar sebelum akhirnya kembali terfokus pada Qiana yang sudah lupa dunia kalau urusanan makanan.

Suami Kampret! || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang