Pandangan mata Ella mengarah pada atap ruangan rumah sakit dengan sorot mata kosong. "Daddy kalian mana?" tanyanya dengan suara terbata.
*
Al dan Qia saling berpandangan tidak tau harus memulai dari mana. Melihat wanita paruh baya itu baru saja bangun dari koma singkatnya.
Memikirkan apa yang akan terjadi jika Danella tau saja sudah membuat badan Al dan Qiana bergetar takut sekaligus sedih.
"Di mana Dady kalian?"
Keduanya kembali menatap wajah Ella yang sama sekali tidak melihat ke arah mereka.
"Panggil Dokter Indra A'."
"Sebentar," laki-laki itu segera melangkah ke luar.
"Qia," panggil Ella kembali dengan pelan.
"Iya Mom ini Qia. Ada di samping Mom."
"Daddy kalian di mana?"
"Mom," panggil Qiana pelan dengan suara bergetar. Tangannya menggenggam telapak tangan Ella yamg tidak di infus. "Qia ga tau cara ngomong ke Momnya gimana."
"Katakan yang sebenarnya sayang. Semua badan Mom terasa sakit jika banyak bergerak dan bicara."
"Dad Vian udah ada di surga Mom," ungkapku dengan suara kecil. Kepala Qiana menunduk demi menghapus air mata yang kembali keluar.
"Innalilahi," gumam Ella memejamkan matanya sebentar. Air matanya keluar dengan deras.
"Dia meninggalkanku sendiri," lirihnya masih dengan pandangan mata ke atap rumah sakit."Jangan nangis," cegah Qiana mengusap air mata Ella dengan tisu. "Mom harus sembuh biar bisa liat makam Dad Vian."
"Sakit Nak,"
"A'a lagi manggil Dokter Indra buat meriksa Mom."
Ella menghembuskan napas nya berat. Kembali menangis tanpa suara. Tak pernah menyangka kalau suaminya akan pergi tanpa mengajaknya ikut serta.
Vian sosok suami yang sabar dan penyayang. Bahkan semua perilaku gilanya ditanggapi ringan oleh laki-laki itu.
Qiana berdiri dari duduk lalu melangkah mundur saat melihat Dokter Indra juga dua Suster yang tidak ia kenal masuk dan langsung memeriksa Ella.
"Jangan nangis," al mengusap air mata yang turun dari mata Qiana.
"Mom bakal sembuhkan. Gaa bakal ninggalin Qia kaya Dad Vian kan? Mom Ella bakal tetep nemenin Qia masak kan? Iya kan A'?" tanya Qiana beruntun pada Al yang kini sama-sama berwajah cemas.
Bibir Al terkunci rapat. Lengannya membawa tubuh Qiana ke dalam pelukannya.
Indra mendekatkan telinganya ke pasien. Mengangguk singkat akhirnya Indra menatap kedua keluarga pasien yang kini menunggu dengan harap-harap cemas. "Kalian mendekat lah. Ada yang ingin di sampaikan oleh beliau."
Segera saja Qiana langsung kembali duduk di samping ranjang pesakitan itu. Menggenggam tangan dingin Ella. Menggigit bibir bagian dalam agar tidak terisak.
"Al, Qia," ella kembali memanggil nama keduanya.
"Sakit. Mom tidak bisa ada di samping kalian lagi.""Mom ngomong apa sih?! Mom bakal sembuh iya kan Dokter Indra?!" histeris Qiana semakin menjadi-jadi tidak terima dengan omongan Ella barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Kampret! || END
Romance[Sebagian chapter di privat, follow untuk membacanya] [Sequel Possessive Windower Tail Two] Gadis yang duduk dikursi roda itu tertawa cekikikan, saat mengingat hal konyol yang dilakukan laki-laki ini saat ijab kabul. Sedangkan Al berdecak malas seka...