.
.
.
.
."Meeting hari ini kita cukupkan sampai di sini. Mohon maaf jika kata-kata saya tadi ada yang menyinggung dan tidak berkenan di hati kalian," Aca menunduk hormat sebelum akhirnya meninggalkan ruangan meeting.
"Setelah ini jadwal saya apa Put?" Namanya Putri, sekertaris Aca yang selama ini membantu wanita itu saat bekerja.
"Nggak ada lagi bu. Jadi ibu bisa istirahat," Balas Putri sambil tersenyum.
Aca mengangguk paham. Ia meninggalkan Putri dan masuk ke dalam ruangannya.
Aca cukup terkejut begitu masuk ruangan. Ia menemukan mertua perempuannya tengah duduk di sofa sambil menyilangkan tangannya di depan dada. Sejujurnya Aca tidak mau lagi berurusan dengan Bunda dari Jaehyun, tapi ia tidak bisa begitu. Karena sampai sekarang, status Aca masih bagian dari menantu keluarga Pratama. Jadi mau tidak mau Aca masih memiliki hubungan dengan Bunda, "Habis meeting?" Tanya Bunda.
Aca mengangguk kemudian duduk di depan Bunda Jaehyun, "Iya. Bunda udah nunggu lama di sini?"
"Lumayan. Gimana rasanya jadi bos dari perusahaan besar? Kamu senang?"
Aca menggigit bibir bawahnya ragu. Ia sama sekali tidak senang dengan pertanyaan yang diajukan Bunda.
"Pasti senang," Ucap Bunda, "Saya nggak mau basa-basi Aca, kedatangan saya kesini karena saya ingin meminta kamu menyerahkan bayi yang sedang kamu kandung itu ketika dia lahir nanti kepada keluarga Pratama."
"Maksud Bunda?" Tanya Aca tidak mengerti.
Bunda merotasikan bola matanya malas, "Bukannya sudah jelas ucapan saya tadi? Saya ingin kamu memberikan bayi itu pada saya ketika dia lahir nanti."
Aca tertawa. Menurutnya ucapan mertuanya sangat lucu. Sampai-sampai tidak masuk diakal, "Bunda mau aku kasih bayi ini?"
Bunda mengangguk tanpa ragu.
"Waaah, aku rasanya mau ngasih penghargaan sama Bunda dengan predikat manusia paling nggak tau malu," Aca bangkit dari duduknya, "Maaf kalau aku lancang Bund. Tapi Bunda nggak berhak buat ngambil anak aku dari ibunya. Apalagi setelah apa yang Bunda dan Jaehyun lakuin sama aku selama ini."
"Tapi anak itu akan sengsara jika tinggal bersama ibu yang nggak becus seperti kamu. Dia berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Dan caranya, dia harus tinggal bersama keluarga Pratama."
"Bunda!" Bentak Aca. Nafasnya memburu. Badannya menegang, "Berhenti menginjak-nginjak aku! Bunda tau dari mana aku ibu yang nggak becus ngurus anaknya hah?!"
"Berani kamu membentak saya Nayasa?!"
Aca mengusap wajahnya kasar. Ia sadar kalau dirinya tidak boleh lepas kendali. Ada anaknya di dalam sana yang tidak boleh stress, "Bunda, aku minta baik-baik sama Bunda. Tolong jangan ganggu kehidupan aku dan anak aku lagi."
"Anak Jaehyun. Dia juga anak Jaehyun. Jadi saya berhak ikut campur."
Aca menatap mertuanya tidak percaya. Bagaimana orang tua ini bisa keras kepala ingin merebut anaknya, "Bunda tau? Sejujurnya selama aku jadi menantu Bunda, banyak kebahagiaan aku yang udah Bunda rebut tanpa Bunda sadari. Waktu itu mungkin aku diam aja. Tapi sekarang aku nggak bisa. Apalagi Bunda mau merebut kebahagiaan terbesar aku."
Aca mengelus perutnya, "Nggak akan aku biarin seorangpun ngambil anak aku, termasuk Bunda. Dia yang sekarang jadi alasan aku hidup, dia alasan aku bertahan di tengah badai. Kalau Bunda mau ngambil dia gitu aja, itu sama aja seperti Bunda membunuh aku."
"Ingat Bunda, aku nggak akan tinggal diam lagi kalau Bunda mau mengambil anak ini. Bahkan aku nggak segan-segan untuk melakukan hal yang berbahaya sama Bunda demi melindungi anak ini."
*****
"Bu Aca, ada Pak Minhyun di bawah," Aca yang semula sedang tiduran, bangun dari posisinya begitu mendengar suara pembantu rumahnya.
Semenjak pulang dari kantor, perut Aca terasa kencang dan sakit. Jadi ia mencoba untuk beristirahat, berharap jika nyerinya segera hilang.
Aca mengambil cardigannya sebelum akhirnya turun ke bawah untuk menemui Minhyun, "Kamarnya kok masih diatas Ca?" Tanya Minhyun saat melihat Aca turun dari tangga dengan pelan karena perut besarnya.
Minhyun berlari kearah Aca dan meraih tangan wanita itu, "Aku bisa sendiri padahal," Kata Aca.
Aca dan Minhyun duduk berdampingan di sofa, "Pertanyaan aku belum di jawab. Kenapa kamar kamu masih diatas? Perut kamu tuh makin hari makin besar."
Aca tersenyum. Senang rasanya memiliki sahabat seperhatian Minhyun, "Yang kamar bawah masih diberesin sama tukang. Lusa baru pindah mungkin."
Setelahnya keadaan hening. Aca sibuk mengelus perutnya yang masih terasa sakit.
"Kenapa? Perutnya sakit?" Tanya Minhyun yang sadar akan ekspresi Aca.
Aca mengangguk.
"Ada masalah?"
"Bunda datang. Dia bilang mau ngambil anak aku."
Minhyun menghela napasnya, "Dia nggak berhak buat ngambil anak kamu."
"Hm, aku tau."
Minhyun meletakan tangannya di atas perut Aca dan ikut mengelusnya, "Jangan terlalu dipikirin Ca. Anak kamu nggak akan kemana-mana. Aku bakal melindungi kalian berdua apapun yang terjadi. Aku janji."
Aca tersenyum. Sakit diperutnya mulai mereda saat Minhyun mengelusnya, "Makasih ya Om Minhyun. Selalu ada di sisi Bunda aku," Ujar Aca dengan suara yang diimut-imutkan.
Minhyun ikut tersenyum, "Tapi aku lebih suka dipanggil Papah dari pada Om," Ucapnya dalam hati.
Ayo gaes vomentnya! Biar asem semangat terus buat updatenya❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me ; Jung Jaehyun [END✔]
Fanfiction"Kamu terlalu sibuk dengan dirimu sampai kamu lupa kalau ada aku," -Jaehyun Pratama