.
.
.
.
."Mark, Aca di mana?" Mark yang semula tengah mengecek vitamin-vitamin untuk hewan menoleh ketika mendengar suara yang tak asing ditelinganya.
"Eh Pak Jaehyun? Dokter Aca masih di ruangannya."
Jaehyun mengangguk paham, "Saya masuk dulu ya," Hari ini Jaehyun sengaja datang ke klinik untuk menjemput Aca. Kebetulan ia sedang tidak sibuk.
"Sayang," Aku yang sedang mencuci tangan di wastafel menoleh kearah pintu saat mendengar suara Jaehyun.
Jaehyun tersenyum. Lalu memeluk tubuhku dari belakang, "Tumben kamu kesini Jae?"
"Aku kangen kamu. Nggak boleh hm?" Aku bisa merasakan deru nafas Jaehyun di leherku. Hangat dan menggelitik.
"Tapi kan kamu bisa nunggu di rumah. Nggak harus kesini," Sejujurnya aku merasa sedikit aneh untuk bertemu dengan Jaehyun setelah mendengar jawaban pria itu beberapa hari lalu.
Entahlah, menurutku jawaban Jaehyun saat itu seolah tidak perduli jika ada keluarganya yang punya depresi. Dan aku takut kalau Jaehyun tahu aku memiliki depresi, Jaehyun akan acuh dan pergi dariku.
Aku takut Jaehyun tidak perduli lagi denganku jika tahu bagaimana kondisiku.
Jaehyun menghela napas lalu melepaskan pelukannya, "Aku mau jemput kamu Ca. Toh kamu juga jarang banget kan aku jemput. Kamu lebih sering bawa mobil sendiri atau nggak sama supir pribadi."
Aku menatap Jaehyun dengan perasaan tidak enak, "Yaudah ayo pulang. Kerjaan aku juga udah kelar."
"Hm," Pria itu hanya berdehem. Apa Jaehyun marah?
"Kamu marah?"
Jaehyun hanya diam.
"Jaehyun," Panggilku. Tapi laki-laki itu masih bergeming di tempatnya.
Aku menghela napas lalu berjinjit untuk mengecup pipi Jaehyun, "Maaf."
Jaehyun terkekeh pelan, "Akting marah aku bagus ya Ca?"
"Iya bagus banget. Saking bagusnya bikin aku pengen nampol kamu tau?"
Lagi-lagi Jaehyun hanya tertawa. Ia kemudian menarik tanganku dan mengajakku untuk segera keluar dari klinik.
"Jangan langsung pulang, kita ke supermarket dulu Jae. Bahan masakan di rumah mulai habis. Dan tadi pagi bibi nggak sempat belanja karena harus ke rumah keluarganya," Ujarku saat mobil Jaehyun sudah dekat dengan supermarket.
Jaehyun mengangguk. Akhirnya kami berdua mampir ke supermarket untuk membeli beberapa bahan makanan.
Jaehyun mendorong troli di belakangku. Sedangkan aku yang memilih bahan-bahannya.
Aku tersenyum tipis kearah orang-orang yang memperhatikanku dan Jaehyun. Sepertinya sebagian besar dari mereka mengenal siapa aku dan Jaehyun. Tidak, maksudku mengenal Jaehyun lebih tepatnya. Bahkan beberapa dari mereka memotret Jaehyun yang sedang mendorong troli. Tapi suamiku itu tidak menyadarinya. Ia hanya fokus dengan troli yang di dorongnya.
"Kamu itu CEO atau artisnya ya Jae?" Celetukku sambil memilih nugget di lemari pendingin.
"Maksudnya?" Tanya Jaehyun tak mengerti.
"Itu," Aku menunjuk orang-orang yang sedang mengarahkan ponsel mereka kearah Jaehyun, "Dari tadi di fotoin terus. Udah kayak model."
Jaehyun terkekeh, "Aku ini CEO yang sekaligus merambat jadi model," Lalu kami berdua tertawa. Ah, sudah lama aku tidak melakukan hal-hal seperti ini dengan Jaehyun. Jalan berdua, tertawa bersama, berbincang ringan, dan lain-lain. Meskipun singkat, tapi ini sangat bermakna untukku. Andai saja setiap hari aku bisa memiliki lebih banyak waktu dengan Jaehyun. Pasti menyenangkan.
Aku dan Jaehyun memutuskan untuk makan di luar malam ini. Selagi menunggu makanan datang, Jaehyun dan aku asik berbincang, "Ca, jangan khawatir lagi tentang pekerjaan kamu," Jaehyun tersenyum. Pria itu meraih tanganku dan mengelusnya, "Aku udah bilang sama Bunda supaya dia nggak nyuruh kamu buat berhenti jadi dokter lagi."
"Terus?"
"Dan Bunda setuju. Dengan syarat kamu harus bisa bagi waktu buat pekerjaan dan aku. Aku jamin, setelah ini Bunda nggak akan pernah ngelarang kamu lagi buat jadi dokter."
Aku tersenyum haru kearah Jaehyun. Meskipun ia jarang memiliki waktu untukku, tapi aku tahu kalau Jaehyun itu masih memperhatikanku.
"Makasih Jaehyun. Love u."
Jaehyun mengangguk, "Love u too."
Drrrt...Drrrt
Jaehyun menjauhkan tangannya dariku begitu mendengar ponselnya berbunyi, "Ca, kamu tunggu sini ya. Aku mau angkat telpon sebentar."
Aku mengangguk dan membiarkan Jaehyun pergi.
Beberapa menit kemudian makananku dan Jaehyun disajikan. Tapi laki-laki itu tak kunjung kembali. Aku berniat memanggil Jaehyun, tapi baru saja keluar dari pintu restoran, langkahku terhenti saat mendengar suara Jaehyun seperti sedang mengomeli seseorang di telpon, "Tidak boleh! Kamu tidak boleh mengirim dia untuk investor itu," Aku hanya menyimak pembicaraan Jaehyun tanpa berniat mengganggunya.
"Cari orang lain! Memangnya hanya dia model di perusahaan kita?!"
"Saya tidak perduli. Pokoknya kamu harus cari orang lain!" Aku meringis saat mendengar bentakan Jaehyun. Melihat pria itu akan masuk ke dalam restoran setelah menelpon, aku lebih dulu berlari dan duduk di tempat semula karena takut Jaehyun tahu kalau aku sempat menguping pembicaraannya.
"Udah nelponnya?" Tanyaku basa-basi saat melihat Jaehyun kembali duduk di depanku.
Wajah Jaehyun tampak memerah. Tapi pria itu berusaha tersenyum kearahku, "Udah. Ca, habis makan kita langsung pulang ya? Aku capek."
"Iya Jae."
Selesai makan, aku dan Jaehyun segera pulang. Bahkan saat sampai rumah, Jaehyun juga langsung tidur. Sepertinya ia memang kelelahan.
Sedangkan aku tidak langsung tidur. Aku lebih dulu membersihkan diri dan memakai skincare rutin milikku. Setelah itu aku baru ikut berbaring di samping Jaehyun.
Aku menarik selimut untuk menyelimutiku dan Jaehyun. Kemudian aku memiringkan tubuhku supaya bisa lebih jelas untuk memandangi wajah Jaehyun, "Kira-kira kamu tadi telponan sama siapa ya sampai marah banget begitu," Gumamku pelan.
Baru saja aku akan memejamkan mata, tapi ponselku kembali berdenting.
Aku meraihnya dari atas nakas dan melihat siapa yang mengirimkanku pesan,
Bunda Jaehyun
|Jangan merasa menang hanya karena saya tidak akan menyuruh kamu untuk berhenti jadi dokter lagi
|Lakukan saja apa yang kamu mau Aca
|Selagi kamu bisa melakukannya
KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me ; Jung Jaehyun [END✔]
Fanfiction"Kamu terlalu sibuk dengan dirimu sampai kamu lupa kalau ada aku," -Jaehyun Pratama