Selasa ini cuaca amat terik, apalagi ini sedang tengah hari. Seperti biasa, Bambam, Winwin, dan Binnie akan berdiri dibawah AC kelas. Menikmati udara yang keluar dari mesin pendingin ruangan itu. Mata mereka kompak terpejam, kepala mendongak, dengan napas yang melakukan respirasi serta inspirasi secara teratur. Roa yang melihat mereka bahkan takut-takut jika tiga siswa itu tertidur dalam posisi begitu.
"Gabung, ya?" badan besar Yugyeom langsung menyerobot formasi tentram yang diciptakan Trio Pengincar Mesin Pendingin itu.
"Baik-baik dong, Gom!" kesal Binnie kemudian bergeser sedikit, memberi ruang agar tidak sempit-sempitan. Sudah panas jangan sampai ditambah panas lagi.
Yugyeom ikut melakukan apa yang diperbuat oleh tiga orang ini dibawah AC, matanya terpejam. Rasa-rasanya beberapa hari kebelakang ini berat sekali, penyebabnya sendiri Yugyeom juga tidak tahu pasti. Puncaknya kemarin saat ia mendengar ucapan Winwin perihal Chan dan Solbin. Punya saingan satu saja sudah susah, mau menambah pula. Belum lagi ditambah tugas-tugas merepotkan yang membuat kepalanya berdenyut nyeri.
"Pasti capek ya, Gom?" tanya sebuah suara disamping Yugyeom, suaranya Winwin. Pemuda yang merupakan anak pemilik toko elektronik itu berujar masih dengan kepala mendongak juga mata terpejam. Yugyeom mengerti kemana arah pembicaraan Winwin.
Percaya atau tidak, Winwin tidaklah selemot kelihatannya, ia cerdas dan juga terampil, memiliki bakat menari yang luar biasa, dan juga visual yang tak kalah dari Jaehyun atau Mingyu, belum lagi ia merupakan anak holkay. Yugyeom yakin pasti sudah banyak sekali gadis-gadis yang sudah mendekati Winwin.
"Ya capek, Win," jawab Yugyeom seadanya. Saingannya terlalu berat karena ia hanya sebatas menyukai saja. Ia suka saat melihat gadis itu tersenyum, matanya akan menyipit, dan Yugyeom tidak tahan untuk tidak ikut tersenyum saat melihatnya.
"Banyak ya saingannya," kini giliran Bambam yang damai bersama angin dibawah AC itu yang berkomentar.
"Banyak," tukas Yugyeom membenarkan ucapan bambam dengan cepat.
Sejenak mereka terdiam lagi, hening menggerogoti sekitar mereka. Meski suasana kelas sedang ribut parahnya, keempat orang ini tak terganggu sama sekali. Masing-masing dari mereka sibuk berburu didalam pikiran sendiri.
Binnie membuka matanya perlahan, netranya langsung disuguhi pemandangan alami diluar kelas. Jendela yang terbuka sedikit membawa angin masuk, seolah tak membiarkan murid didalam kelas kepanasan.
"Tapi, Gom," ujar Binnie membuat ketiga pemuda ini menoleh kearahnya, "lo masih bisa berjuang kok, lo juga punya hak untuk memenangkan sesuatu, termasuk memenangkan hatinya Solbin. Bukan salah lo juga kalau akhirnya lo jatuh cinta sama dia, itu diluar batas kendali pikiran lo, karena cinta 'kan berasalnya dari hati," lanjut Binnie, ia lanjut memejamkan matanya, menikmati udara yang dikeluarkan air conditioner itu.
"Waw, Binnie," ujar Bambam takjub, bahkan Winwin tak bisa menutup mulutnya saking kagetnya mendengarkan penuturan dari Binnie. Apa ini Binnie yang sama? Yang sama lemotnya dengan dirinya? Winwin speechless.
"Binnie is that you?" tanya Winwin pada akhirnya, membuat Binnie membuka kelopak mata kanannya yang tertutup, mendelik sebal kearah Winwin dan Bambam yang seolah-olah meragukan dirinya.
"Ya gue! Gak mungkin Solbin 'kan disini?" ujar Binnie kemudian melanjutkan kegiatan menikmati AC-nya.
Yugyeom masih mencerna kata-kata Binnie. Benar juga apa yang dibilang gadis ini, bahkan sampai sekarang Yugyeom masih bingung alasan ia menyukai Solbin apa. Kalau hanya karena senyumnya saja, Yugyeom rasa itu sama sekali tak mendukung. Kembali lagi pada pernyataan: "emang kalau suka butuh alasan?".
"Iya ya, Bin. Makasih lho udah ngasih gue dukungan secara gak langsung," ungkap Yugyeom sambil tersenyum cerah.
"Tapi kalau misalnya lo gak yakin, ya jangan, Gom. Mending nyelamatin apa yang tersisa dari hati lo aja," ujar Binnie lagi, membuat mulut Bambam dan Winwin menganga lebih lebar lagi.
Yugyeom tersenyum tipis, pilihan benar-benar ada ditangannya. Matanya melirik kearah Solbin yang sedang menonton drama bersama Yuju, senyum gadis itu membuat Yugyeom puluhan kali berpikir ulang apa ia harus mundur saja atau bertahan meski ia tahu bagaimana hasilnya. Tidak, ia sama sekali tidak tahu hasilnya, itu hanya terkaan semata. Bukankah disaat-saat begini seharusnya ia optimis?
"Kalau kalian jadi gue, kalian bakal ngapain?" tanya Yugyeom menoleh ke sisi kanannya, dimana Winwin dan Bambam berada.
"Kalau gue mungkin bertahan, tergantung situasi jelasnya. Tapi karena gue belum pernah berada di posisi lo, gue bener-bener gak tahu, Gom," jawab Winwin membuat Yugyeom mengangguk mengerti.
"Gue pernah di posisi lo dan gue milih mundur. Satu sisi gue nyesel tapi disisi lain gue cukup seneng. Gue nyesel karena merasa pengecut banget dan gue seneng karena gue bisa nyelamatin apa yang tersisa dari perasaan gua," ujar Bambam, helaan napas berat terdengar keluar, "gue berhenti jadiin dia poros galaksi Bima Sakti gue ketika gue sadar kalau ternyata gue gak lebih dari Pluto yang sama sekali gak dianggap keberadaannya," lanjut Bambam kemudian menatap tiga teman yang sedang menatapnya iba.
"Bambam puitis banget," komentar Luda yang duduk didekat mereka dengan takjub.
"Waw banget, Bambam," komentar Winwin kali ini.
"Tapi kalau gue boleh kepo, orangnya siapa, Bam?" tanya Binnie dengan rasa sedikit penasaran. Bambam yang selalu riang, ceria, dan humoris ternyata menyimpan luka begitu dalamnya.
"Ada orang, lo gak perlu tahu. Soalnya dia udah bukan poros semesta gua lagi, udah gak penting," balas Bambam. Binnie mengerti bahwa ini adalah privasi meski rasa penasarannya berkobar begitu hebat.
Manik Bambam menilik kearah bangku gadis itu, gadis yang tengah tersenyum hangat bersama prianya kini. Gadis dengan wajah paling anggun yang pernah Bambam jumpai, gadis dengan senyum paling nyaman yang pernah Bambam lihat.
"Min, kamu suka harry potter, 'kan?"
"Iya, Gyu. Aku suka, kenapa?"
"Sama, aku juga suka. Tapi aku lebih suka harry-harry bersamamu. Ciaaaattt."
"Dih apasih Mingyu, gak jelas banget. Hahahaha."
Bahkan hingga sekarang, tawanya masih menjadi bagian paling menyenangkan yang pernah Bambam rasakan. Jika ini adalah sebuah film, maka bagian tawa itu akan terus Bambam putar berulang kali. Itu akan menjadi bagian terbaiknya.
"It hurts, right? Love someone who has never looked at you," komentar Luda yang sedari tadi mengikuti arah pandang Bambam, membuat pria itu tertawa renyah. Bagi Bambam bahkan rasanya tak ada sakit lagi, yang tersisa hanyalah perasaan yang tidak berasa, hambar.
"Yah, jadi sesi curhat deh nongkrong dibawah AC kali ini," komentar Winwin.
"Iya ya, Win. Biasanya kita gibahin anak kelas mulu kalau lagi nongkrong disini," balas Binnie. Oh, Yugyeom dan Bambam lupa bahwa duo WinBin akan tetap menjadi diri mereka seperti sedia kala.
---
met malem guyssss 💓💓
KAMU SEDANG MEMBACA
Classmate 2.0 ✓
Humor"Gak ada yang namanya kelas buangan, kita bisa nunjukin kalau kita lebih mampu daripada mereka!" -97 line(s) ©winniedepuh, 2019