13• Sisi Lain Alfin.

414 39 4
                                    

“Setiap manusia punya hak untuk munafik. Hari ini mengetahui tau sisi munafik ku.”
–Alfin Daniel–

~•~•~•~•~•~

Mulai hari ini dan seterusnya, Valerin akan diantar jemput oleh Zico. Tidak peduli jika ia harus bangun pagi–pagi dan diam diam jalan ke depan komplek perumahannya demi menemui Zico. Karena kalau Zico jemput kedepan rumah. Ayahnya pasti marah, karena ayahnya sudah melarang Valerin untuk dekat dengan Zico. Valerin sendiri bingung. Kenapa sekarang Ayahnya itu menjadi sangat benci pada Zico dan selalu membuat dirinya untuk terus bersama Alfin. Padahal Vallen biasa saja jika Valerin bersama Zico.

“Zico!”

Zico menoleh ke arah sumber suara. Valerin berlari menghampiri Zico. saat sampai didepan Zico. Valerin membungkukan tubuhnya dan mengatur nafasnya.

“huft.. capek banget.” keluhnya sambil berjongkok di depan Zico.

“lagian lari.” Zico membantu Valerin berdiri. “serius mau berangkat kampus sepagi ini?” tanya Zico sambil mengelap keringat Valerin.

“jangan langsung ke kampus— kerumah dewa atau siapa dulu gitu, Co.”

“mereka belum bangun jam segini.” ucap Zico. Valerin mengerucutkan bibirnya. “kerumah Arsa?” tanya Zico.
“ayoo— eh emang ga kuliah dia?”

“dia lagi sakit.”

“yauda deh, ayoo.”

~•~•

Setelah dari rumah Arsa. Valerin dan Zico berangkat ke kampus pukul sembilan. Zico ada kelas jam sembilan tapu kelas Valerin baru ada jam sebelas. Jadi mau tidak mau Valerin juga ikut ke kampus bersama Zico.

“Rin, lo mau disini sendirian?” tanya Rendy.

Valerin memutar bola matanya malas, lalu melihat ke sekelilingnya. “ga sendiri sih, orang rame juga disini.” jawabnya.

Rendy berdecak. “ya emang lo kenal mereka?”

Valerin meringis sambil menggeleng.

“mau kita tungguin sampe ada temen lo?” tanya Brylian.

“gausah lah, kan kelas kalian masuk jam sembilan, gue sebelas, kelamaan. masa kalian madol sih.”

“beneran gapapa lo sendiri?” Zico akhirnya bicara setelah tadi memperhatikan Valerin cukup lama.

Valerin tersenyum. “gapapa udah santai aja.”

“awas digodain dosen bucin lo, Rin.” ledek Dewa.

“nanti dicolek colek iiih.” Beckham bergidik geli sendiri.

“gajelas, sana masuk!” Valerin mendorong Dewa dan Beckham agar pergi menjauh darinya.

“yauda gue tinggal ya, pulang nanti gue tunggu.” Zico mengacak puncak kepala Valerin.

“ya, daah~” Valerin melambaikan tangannya pada Zico yang sudah berjalan menjauh darinya.

Valerin menghembuskan nafasnya kasar dan memilih untuk duduk di salah satu kursi di kantin.

ting!

Valerin membuka ponselnya. “papa? tumben chat jam segini.”

Papah💓

|papah sudah bilang, jangan dekat |lagi dengan Zico.

Valerin mengerjap kaget. Darimana Fakhri tau dirinya dekat lagi dengan Zico? Apa Valeron? Ah tidak mungkin. Valerin sangat percaya pada adiknya itu. Atau...

'Alfin?' batin Valerin curiga.

Valerin terlonjak ketika seseorang dari belakang memegang bahunya. Valerin buru buru berbalik menghadap orang itu.

“eh— Fin. kenapa?” Valerin salah tingkah.

“ikut gue sebentar.” Alfin mencekal tangan Valerin keras dan menarik Valerin sampai terhuyung kedepan karena belum siap untuk berjalan.

Cekalan Alfin lumayan keras. Valerin susah untuk melepaskannya walaubia sudah memberontak. “Fin apaansih, sakit tau.” teriak Valerin sambil terus membetontak.

“bisa diem ga? tinggal ikut doang ribet banget.” ketus Alfin. Mau tidak mau Valerin terus berjalan karena semakin ia mencoba melepaskan diri, genggaman Alfin semakin kencang membuat tangannya perih. Sampai mereka berada di belakang kampus. Alfin baru menghentakkan tangan Valerin kasar.

“lo kenapa sih?!” teriak Valerin. Tangan satunya memegangi tangan yang sakit akibat cekalan Alfin.

“lo nanya gue kenapa?” Alfin memajukan wajahnya membuat Valerin mundur selangkah. ”harusnya gue yang tanya, lo kenapa!” teriak Alfin didepan wajah Valerin.

“ma–maksud lo?”

“Rin. tunangan lo itu gue, bukan Zico. ngapain sih lo masih berhubungan sama si gila itu?” ucap Alfin sadis.

“jaga omongan lo ya!” Valerin menunjuk tepat di depan muka Alfin.

“gue gasalah ngomong, Rin— oh atau lo nya aja yang ga waras?” Alfin tertawa remeh. “untung gue sayang sama lo.”

“Fin, lo kenapa sih? lo gila ya? stress.” Valerin berbalik ingin meninggalkan Alfin tapi tangannya dicekal kuat oleh Alfin sehingga dengan sekali hentakan Valerin kembali menghadap ke arah Alfin.

“mau kemana? ngadu sama pacar lo?”

Valerin makin bingung dengan perubahan sikap Alfin. “jangan jangan lo yang ngaduin ke papa kalo gue balikan sama Zico.” tuduh Valerin.

“iya gue yang ngaduin.”

“jahat banget lo!”

Alfin memajukan badanya membuat Valerin mundur beberapa langkah sampai tidak ada ruang kosong karena punggung Valerin sudah menyentuh tembok. Alfin semakin mendekat. Valerin bisa merasakan hembusan nafas Alfin sangat dekat.

“lo apaan sih!” Valerin mendorong Alfin jauh kebelakang. “lo siapa? lo bukan Alfin yang gue kenal.” Valerin terisak.

“gue Alfin, Rin. tunangan lo.”

Valerin menggeleng. “bukan! Alfin yang gue kenal ga brengsek kaya lo!” Valerin berlari sambil menangis meninggalkan Alfin.

Sedangkan Alfin hanya memandang Valerin tanpa berniat mengejarnya lalu tersenyum miring.

“ini sifat asli gue kalo lo mau tau.”

ZIVAL •Long Story for Short Love•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang