31• Teman Dekat?

398 42 7
                                    

Malam minggu yang sangat hampa untuk Valerin. Tidak ada gairah semangat sama sekali dalam raganya. Valerin terus memandangi kalendar yang sudah ia lingkari dengan tinta merah di tanggal delapan itu. Hanya tersisa empat hari lagi Valerin berada di masa sendiri. Karena ketika hari itu tiba, Valerin sudah menjadi istri dari Alfin.

“empat hari lagi...” lirihnya.

Valerin mengambil hoodie hitam motif bunga mawar di dada dan lengan, lalu memakainya.

“mau kemana, Rin?” tanya Vallen ketika Valerin baru menuruni tangga.

“ke minimarket sebentar, Ma. Verin mau beli sesuatu.” Valerin menghampiri mamanya yang sedang menonton televisi bersama Valeron.
“sendiri?” tanya Vallen.

Valerin mengangguk.

“gue anter aja.” Valeron berdiri dan mengambil kunci motor di atas meja.

“gausah, Yon. gue mau sendiri aja.” tolak Valerin.

“gabaik perempuan jalan sendiri malem malem.” ucap Valeron tetap bersikeras.

“kata siapa sendiri? orang gue sama—”

“sama siapa?” potong Valeron.

“gatau ah, pinjem motor lo.” Valerin merebut paksa kunci motor dari tangan Valeron lalu berlari keluar rumah.

“woii, hati-hati lo!” teriak Valeron dari ambang pintu.

Valerin mengangguk lalu melajukan motornya meninggalkan pekarangan rumah.

~•~•

Sampai di minimarket Valerin memilih barang yang ingin ia beli. Ia memutari seluruh rak yang ada disana, mencari barang yang ingin ia beli.

“dimana si.” gerutu Valerin.

Tidak lama kemudian Valerin dapat menemukan barang yang ia cari, keranjangnya sudah hampir penuh. Valerin segera pergi kekasir untuk membayar barang belanjaanya.

“totalnya seratus enam puluh ribu rupiah, Kak.” ucap pegawai minimarket tersebut.

“pake ini bisa, Kak?” Valerin menyerahkan sebuah kartu pada pegawai tersebut.

“maaf, Kak. untuk saat ini masih belum bisa, karena ada masalah dari kemarin. uang cash aja ada, Kak?”

Valerin merogoh sakunya, ia lupa kalau tidak membawa uang cash sepeserpun.

“saya yang bayarin ini, Mba.” ucap seorang pria yang berdiri disamping Valerin. Valerin menatap pria itu lekat.

“oke, Kak.”

“makasih.” ucap Valerin pelan.

Pria itu hanya mengangguk tanpa menatap ke arah Valerin. Setelah barang belanjaan Valerin sudah selesai dibayar, mereka keluar minimarket bersama.

“duduk sana yuk?” tawar pria itu.

Valerin mengangguk singkat lalu mengikuti pria itu duduk di kursi taman disamping minimarket.

“ko sendirian? Valeron mana? ” tanya pria itu.

“lagi pengen aja.” jawab Valerin singkat.

Pria itu hanya mengangguk sambil membuka kaleng minuman miliknya. Valerin mencuri pandangan ke arah pria itu.

“makasih ya, Co. besok aku ganti duit kamu.” ucap Valerin.

Zico hanya mengangguk samar. “santai aja.”

Valerin kembali menatap lurus kedepan. Perasaanya sangat hancur. Mungkin Zico juga begitu. Tapi Zico tidak menunjukannya, ia terlihat biasa saja, apa semua pria seperti itu?

“aku mau minta maaf.” lirih Valerin.

“untuk?”

“aku putusin hubungan kita sepihak, tanpa minta persetujuan dari kamu juga.”

Zico tersenyum. “gapapa, gue paham keadaan, Rin.”

Valerin ikut tersenyum. “ga nyangka ya, Co. kita bisa putus kaya gini, padahal dulu udah sempet mikir bakal sampe nikah.”

Zico tertawa pelan. “udah takdirnya kaya gini, kita gabisa ngelawan takdir.”

Terjadi keheningan beberapa saat diantara mereka.

“kamu ga benci aku kan?” tanya Valerin.

Zico menatap ke arah Valerin. “engga, buat apa benci.” jawabnya.

“aku takut aja, kita udah jadi mantan malah saling benci.” Valerin meringis.

“engga semua mantan jadi musuh, kita bisa jadi teman baik kan?” tanya Zico.

Valeron merasakan ada sesuatu yang menyayat hatinya ketika mendengar kata 'teman'

“temen baik?” ulang Valerin.

“iya, lo mau kan? kaya lo sama brylian gitu.”

Valerin terdiam.

“lo gamau jadi temen baik gue, Rin?” tanya Zico sambil menatap Valerin.

“mau banget kok.” Valerin tersenyum meringis. “jadi sekarang kita temen baik ya.” ucap Valerin sambil menahan sesak didadanya.

Zico mengangguk sambil tersenyum.

“aku bersyukur kamu ga benci sama aku, Co.”

“gue-lo aja, Rin. aku-kamu terlalu canggung buat kita sekarang.” ucap Zico.

“okey.” lirih Valerin.

mulai saat ini aku benci kata pertemanan’ batin Valerin.

“gue anter lo pulang ya?” tawar Zico.

“gausah, gue bawa motor.” Valerin menolak karena ia tidak mau terjebak nostalgia jika satu motor dengan Zico, dan itu membuat hatinya semakin perih.

“gue anter pake motor lo sampe rumah.”

“jangan lah, kan lo juga bawa motor, nanti motor lo gimana?”

“gampang ada temen gue disana, nanti dia ikutin kita sampe rumag lo.” ujar Zico sambil menujuk temannya yang ada di sebrang jalan.

Valerin melihat ke arah yang Zico tunjuk. “yauda ayo.”

Zico menghidupkan mesin motor Valerin. “ayo naik.”

Valerin menaiki motornya. Motor Valeron sangat tidak mendukung untuknya malam ini. Kalian tau jika duduk di jok belakang motor CBR 250RR posisi kalian tidak akan nyaman.

Disepanjang jalan terjadi keheningan. Valerin berpegangan dengan memegang pundak Zico. Dulu sewaktu masih berpacaran Valerin lebih suka memeluk Zico dari belakang, tapi sekarang keadaanya berbeda.

“aku sayang banget sama kamu.” ucap Valerin sangat pelan hampir tidak ada suara hanya ada gerakan bibir disana.
“aku juga sayang banget sama kamu.”

~•~•

Gimana puasa pertamanya? Lancar? Alhamdulillah kalo lancar, semoga selalu lancar sebulan penuh yaa, semangat 💞

Mifta Sachfira

ZIVAL •Long Story for Short Love•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang