Valerin berlari di tengah derasnya hujan. Entah kenapa hujan tiba-tiba turun. Hujan selalu menjadi teman saat Valerin sedih. Valerin tidak tau ia akan kemana. Tapi ia terus berlari. Sedangkan Valeron di belakang terus mengejarnya. Berteriak memanggil tapi Valerin tidak menghiraukannya dan terus berlari menerjanh hujan.
“Kak! Tunggu!” teriak Valeron.
Valerin tidak mendengarkan panggilan Valeron. Ia terus berlari. Sampai di depan halte Valerin berhenti berlari karena kakinya sudah lelah.
“Kak. lo mau kemana? ini hujan. nanti lo sakit.” ucap Valeron saat berhasil berdiri didepan Valerin.
Valerin tidak menjawabnya. Valerin terus menangis sampai air matanya menyatu dengan hujan.
“kita duduk sana dulu ya?” Valeron sedikit berteriak karena suaranya kalah dengan rintikn hujan yang sangat deras.
“gue gamau, Yon.” lirih Valerin.
Valeron berdecak. “hujannya deres. nanti lo sakit, Kak.” Valeron memegangi kedua lengan Valerin.
“kalo gue sakit juga gaada yang peduli sama gue. papah mamah. semua gapeduli sama gue! gapeduli!” tangis Valerin semakin menjadi.
Valeron menangkup wajah Valerin dengan kedua tangannya. “lo lupa? ada gue. lo punya gue. gue peduli sama lo. gue gamau lo sakit. gue sayang lo. please jangan kaya gini. lo punya gue, Kak.”
Valerin langsung memeluk Valeron erat. Tangisannya semakin menjadi didalam pelukan Valeron. Valerin melepaskan semua rasa sesak didadanya. Saat seperti ini hanya Valeron yang mengerti dia.
“kita neduh kesana.” Valeron merangkul Valerin menuju halte.
“udah basah, Yon. percuma.” lirih Valerin. Sedangkan Valeron malah menahan tawanya.
“gue tau perasaan lo, Kak. waktu papah nampar lo— detik itu gue pengen banget nonjok papah. kalo gaada mamah. papah udah bonyok karena gue.” Valeron memandang lurus kedepan tapi tetap memeluk Valerin yang duduk disampingnya.
“gue benci papah, Yon. papah gapernah ngerti gue.” Valeron diam tetap setia mendengarkan. “papah lebih mentingin perusahaan sama ego nya. dia gapernah mikirin perasaan gue.”
“iya. gue juga tau itu.” Valeron mengusap puncak kepala Valerin. “gue selalu ada disamping lo. lo punya gue. gue sayang lo. jangan pernah ngerasa sendiri.” Valeron mengecup puncak kepala Valerin.
Valerin makin menenggelamkan kepalanya dipelukan Valeron. “thanks, Yon. lo yang terbaik. gue sayang banget sama lo.”
Mereka berdua masih setia duduk dihalte itu selama dua jam sampai hujan berhenti. Valerin mengeluarkan semua keluh kesah yang selama ini ia pendam sendiri pada Valeron.
“udah reda. yuk pulang.” Valeron bangkit menggandeng tangan Valerin. Tapi Valerin tetap diam tak bergeming.
“gue gamau pulang.” ucap Valerin.
“ganti baju, Kak. nanti lo sakit. udah mau malem juga.” rayu Valeron.
“gue gamau pulang. gue males ketemh papah. lo kalo mau pulang, pulang aja.”
Valeron berkacak pinggang. “gitu aja ngambek.” Valeron kembali duduk disamping Valerin.
“kerumah Athalla aja gimana?” tawar Valeron.
“emang dirumah dia gada bo-nyok nya?” tanya Valerin.
“gaada. bo-nyok nya lagi keluar kota dua minggu.” Valeron mengeluarkan ponselnya dari saku celananya.
“hape lo ga basah?” heran Valerin.
“aman.” Valeron mencari nomer Marselino di ponselnya, dan langsung melakukan panggilam suara.
“Thal. bawa mobil. jemput gue di Halte Mekar.”
“.......”
“nanti gue kasih tau.”
“.......”
“oke, thanks.”
Athallah memutuskan sambungan telepon nya. Valeron menatap Valerin yang sedang melamun memandang jalanan yang penuh genangan. Valeron sengaja tidak mengajak Valerin berbicara karena ia tau, Valerin butuh waktu untuk merenung.
“kak? lo baik baik aja?” tanya Valeron karena sudah terlalu khawatir.
“aman.” jawab Valerin pelan. Suaranya hampir tidak terdengar.
Tak lama kemudian Athallah datang membawa mobil bersama Marselino.
“kenapa, Ron?” Athallah berlari panik mendekat ke arah Valeron.
“gue cerita nanti. Thal, bokap lo pulang masih lama kan?” tanya Valeron.
“masih, dua minggu lagi.”
“gue sama ka Verin boleh nginep dirumah lo dulu ga? sementara aja.”
“boleh, boleh banget. Lama juga gapapa malah seneng gue.”
“thanks, Thal.”
“yauda ayok cepet, kasian ka Verin baju nya basah nanti masuk angin.” Marselino segera membukakan pintu mobil untuk Valerin.
“thanks, Thal, Sel.” lirih Valerin. Sayup sayup Athallah dan Marselino mendengar ucapan Valerin. Dari nadanya saja mereka tau Valerin sedang ada masalah besar.
~•~•
Sampai dirumah Athallah. Valerin membersihkan diri lalu berganti baju memakai kaos milik Athallah.
“yang kecil cuma itu. gapapa kak?” Athallah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“gapapa. makasih ya udah kasih pinjem.” Valerin tersenyum.
“iyoo, kalem aja.”
“Kak, Zico nanyain lo.” ucap Valeron. Valerin langsung teringat pada Zico, ia belum memberi Zico kabar. Tapi sayangnya ponselnya tertinggal di rumah. Tidak sempat ia bawa.
“pinjem ponsel lo, Yon.” Valeron menyerahkan ponselnya pada Valerin. Valerin mengetikkan sesuatu di ponsel Valeron dan mengirimkannya pada Zico.
Zico
|Verin kmn?
|gw telp g diangkt
|dia baik² aj kn?
|ronzico ini aku, Verin|
aku baik² aja|
maaf, hp aku ktinggaln|Valerin menghembuskan nafanya pelan. Ia tidak mau memberitau Zico soal masalah ini.
ting!
|km dmna skrg?
rumah thalla|
|aku ksana skrg. tunggu.
Valerin tersenyum kecil. “aku sayang kamu.” gumam nya sambil melihat foto profil whatsapp Zico. Foto dirinya dan Zico.
“kenapa kak?” tanya Valeron.
“Zico mau kesini— gapapa kan?” Valerin melirik Valeron, Athallah dan Marselino bergantian.
“gapapa santai.” ucap Marselino cepat. Valeron melirik ke arah Marselino dan langsung mengangguk cepat.
“iya gapapa.”
~
•~•
Hayy!
Jangan lupa Vote dan Comment ya!❤
Next?
Mifta Sachfira
KAMU SEDANG MEMBACA
ZIVAL •Long Story for Short Love•
Teen FictionSQUEL of My Bad Boyfriend & My Possesive Brother. [ COMPLETED] Dasha Valerin. Wanita yang berhasil menaklukan hati ketua geng motor yang sangat terkenal dengan aksi brutal nya, mampu merubahnya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Masa SMA Zico dan...