14• Serigala Berbulu Domba.

411 40 4
                                    

Singa memang Raja Hutan. Tapi, Serigala tidak pernah bermain Sirkus.”
–Alfin Daniel–

~•~•~•~•~•~

Valerin berlari ke arah kantin setelah kejadian di belakang sekolah bersama Alfin. Rasanya ia ingin pulang sekarang. Tapi hari ini ia ada jadwal Praktik dan tidak mungkin untuk meninggalkan Praktik itu. Waktu sudah menunjukan pukul sepuluh lewat tiga puluh. Setengah jam lagi ia masuk dan harusnya sekarang Zico sudah keluar kelas.

“Zico kemana sih.” gumam Valerin sambil terus menatap ke arah layar ponselnya.

“Verin!” Valerin yang merasa terpanggil akhirnya menoleh.

“eh— Wok. Zico mana?” tanya Valerin karena hanya Dewa, Beckham, dan Rendy saja yang menghampirinya.

“lagi kemana dulu tau tuh. Tunggu aja nanti juga kesini.” Rendy menyuruh Valerin duduk karena ia tau Valerin sedang ada masalah. Matanya tetlihat habis menangis.

“lo kenapa?” tanya Rendy pelan.

“gue— gue gapapa kok.” Valerin mencoba tersenyum tapi Beckham dan Dewa menaikkan alisnya.

“pinter bohong ya.” sindir Dewa.

Valerin meringis. “ko tau sih.”

“keliatan kali lo abis nangis gitu. Kenapa sih? kalo Zico tau lo nangis tiba tiba dia bisa marah, Rin.” Rendy menepuk pundak Valerin. Sedangkan Valerin ragu untuk menceritakannya pada mereka.

“sebenernya gue—”

“lo abis nangis?” tanya Zico yang tiba tiba datang bersama Brylian.

Valerin berdiri didepan Zico. “eh— gapapa kok. ada masalah kecil aja sama pelajaran.” Valerin meringis sambil meremas ujung kaos nya, berharap Zico percaya dengan tipuannya.

“siapa yang buat lo nangis?” tanya Zico datar.

“gaada, Co.”

“jangan bohong sama gue. lo ga pintet bohong, Rin.” Zico memegang tangan Valerin.

Valerin menunduk menatap kakinya yang ia gerakkan pelan.

“kenapa?” tanya Zico lagi.

“tadi pas kamu masuk kelas aku—” ucapan Valerin terhenti ketika melihat Alfin berada jauh dibelakang Zico. Alfin menggerakkan jarinya ke arah mulutnya isyarat bahwa Valerin harus diam. Raut wajah Alfin sangat serius, membuat Valerin takut dan mengurungkan niatnya untuk bercerita pada Zico.

“aku apa?” Zico membuyarkan lamunan Valerin. “liatin apa sih?” Zico membalikkan badannya melihat ke arah yang di amati oleh Valerin sejak tadi.

“eh galiatin apa apa. tadi aku ke lamar mandi terus kepeleset.” Valerin meringis. Ia merutuki dirinya sendiri. Kenapa bisa mengeluarkan kalimat seperti itu. Karena itu kalimat terbodoh untuk berbohong.

Zico menaikkan alisnya. “lo ga lagi bohong kan?”

“e–engga kok, eh— yaudah aku masuk kelas dulu ya. takut telat. dahh Co.” Valerin berlari meninggalkan Zico dan yang lainnya dengan cepat.

“ada yang aneh.” gumam Zico.

Brylian menepuk pundak Zico.

“Alfin.” ucap Brylian pelan. Rendy, Dewa, dan Beckham membulatkan matanya.

“Alfin? maksud lo?” tanya Zico.

“gue ga tau apa yang udah dilakuin Alfin ke Valerin sampe bikin dia nangis. tapi gue liat, pas Verin mau cerita ke lo. Alfin ada di sana— ngancem Valerin supaya tutup mulut.” jelas Brylian sambil menunjuk tempat persembunyian Alfin tadi.

“bangsat!”

~•~•

Valerin memasuki kelasnya yang lumayan sudah ramai. Tapi sahabatnya— Lifi belum datang. Valerin menghembuskan nafasnya kasar. Ia tau Zico sudah curiga padanya karena kalimat bodohnya tadi.

“Hey!”

Valerin terlonjak kaget saat Lifi mengejutkannya dari belakang.

“aduh, Fi. Kaget tau!” sewot Valerin.

“maap, Rin. abisnya lo tadi bengong aja— eh lo abis nangis? lo kenapa hey?” Lifi menepuk pipi Valerin pelan.

Valerin menggeleng. “gue gapapa kok”

“tapi kenapa lo nangis?”

“gue—”

“hai!” sapa Alfin yang baru masuk kedalam kelas. Valerin menatap Alfin penuh kebencian. Sedangkan Alfin bersikap seolah semua baik baik saja.

“Fin. Verin nangis kenapa? pasti gara gara lo ya?” tuduh Lifi sambil menunjuk Alfin.

“dih, suudzon aja lo sama gue. lo ga liat gue baru dateng?” ucap Alfin.

“ya lo ko bisa ga tau Verin nangis.”

Alfin menatap Valerin. “lo baik baik aja?” Valerin memalingkan wajahnya. “maafin gue.” ucapannya terdengar tulus.

“tuh kan gara gara lo.” Lifi memukul Alfin.

“apaansih orang bukan.“

“ya lo kenapa minta maaf. terus si Verin gamau liat muka lo.”

“berisik banget sih.”

Lifi memukul Alfin keras sampai membuat Alfin berteriak.

“Rin. Lo ga disakitin kan sama si Cupin gatau diri ini?” tanya Lifi memastikan.

Valerin melirik Alfin yang tersenyum padanya. “engga kok, Fi.”

“bagus lah. kalo lo disakitin sama si Cupin. gorok aja lehernya.” Lifi mendorong tubuh Alfin.

“gabakal lah gue sakitin Verin. ya kan, Rin?” Alfin merangkul Valerin sedangkan Valerin merasa risih. Padahal sebelumnya biasa saja jika Alfin merangkulnya.

“ah gue ke toilet dulu sebentar.” Lifi beranjak meninggalkan kelas.

“hebat ya lo. punya muka berapa?” sindir Valerin.

Alfin tersenyum miring lalu duduk di kursi Lifi. Tepat disamping Valerin.

“gue kasih tau sama lo. jangan pernah kasih tau Zico soal kejadian di belakang tadi. Kalo engga— gue pastiin lo sama Zico gabakal bisa senyum bareng lagi.” ancam Alfin serius.

“oiya satu lagi. lo harus bersikap biasa aja di depan Lifi. anggap aja gue Cupin yang lo kenal.” lanjutnya.

Valerin memutar bola matanya malas. Sekarang kepalanya pusing. Kenapa Alfin bisa berubah dalam sekejap. Ada apa dengan dia.

“dasar! serigala berbulu domba!” kesal Valerin.

Alfin malah tertawa kencang, membuat Valerin keheranan.

“dari pada cowo lo si Zico ngaku jadi singa, lo juga manggil dia King. emangnya dia raja?” canda Alfin. Aneh kan? beda sikapnya setiap menit. Sudah mirip psycopat.

“ya kenapa emang? dari pada lo serigala berbulu domba. didepan baik kaya orang gapunya dosa. dibelakang kelakuan kaya setan.” kesal Valerin. Valerin sudah kesal sekaligus bingung dengan sikap Alfin. Sebentar baik Sebentar bejat.

Alfin mendekatkan tubuhnya ke arah Valerin. dan membisikkan sesuatu.

Singa memang raja hutan. tapi Serigala tidak pernah bermain sirkus”

~•~•

Psycho Psycho wkwk
Udh mirip Psycho ga tu alpin

Mifta Sachfira

ZIVAL •Long Story for Short Love•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang