“Ya Tuhan, Ka. Kamu mau bawa aku ke mana, sih?” protes Andra kepada lelaki yang duduk di jok kemudi.
“Cerewet banget kamu, Dra. Mumpung weekend, kita jalan.” Caraka membalas ucapan sahabatnya dengan ketus.
“Masalahnya jadwal tidur siang aku jadi raib gara-gara kamu, Ka. Dasar bos nggak berperasaan.”
Caraka berdecak. Ia melirik Andra dengan tajam.
“Kayak perawan aja kamu, Dra. Pake tidur siang. Aku, tuh, mau ngajak kamu ke tempatnya perempuan itu.”
“Katanya kamu pengen lihat secara langsung, kan?” lanjutnya.
Andra menegakkan tubuhnya yang semula bersandar. “Bener kamu mau ngenalin aku ke inceran kamu?”
Caraka hanya mengangguk lalu kembali fokus ke jalanan di hadapannya.
“Oke. Mari kita nilai perempuan calonnya Caraka Lambara. Awas aja, kalau megecewakan atau nggak sesuai sama apa yang kamu ceritain,” ucap Andra dengan tegas.
“Kamu mau ngasih aku apa kalau ternyata perempuan itu jauh di atas ekspektasi kamu?” ujar Caraka menantang.
Andra terlihat berpikir. Menimang-nimang apa yang kiranya cocok untuk diberikan ke sohib sekaligus bosnya itu.
“Bagaimana jika aku memberimu voucher dinner gratis di restoran mahal yang waktu itu?”
Caraka tak langsung mengiyakan tawaran Andra. Ia berpikir bahwa apa untungnya hanya dinner gratis?
“Oke. Akan aku booking restoran itu untukmu. Khusus untuk kencanmu bersama perempuan itu.”
“Sepakat,” sambar Caraka cepat.
“Semoga perempuan itu tidak mau kau ajak agar aku tidak bangkrut,” gumam Andra dengan dengusan kasar.
“Aku mendengarmu, sobat,” ucap Caraka lantas terkekeh keras.
Sampai di kedai kopi Aaru, keduanya masuk beriringan. Mereka berusaha mencari meja kosong, namun nihil. Hanya tersisa satu kursi di bar. Kedai Aaru penuh pengunjung. Tak mengherankan memang. Akhir pekan selalu menjadi hari tersibuk para pekerja Aaru.
“Mas Raka,” sapa Meli.
Perempuan itu sampai hafal dengan Raka saking seringnya lelaki itu berkunjung. Bagaimana tidak? Bahkan seluruh karyawan Aaru mengenal Raka semenjak pertama kali ia datang dan mencoba mendekati bos mereka.
“Meli?” Perempuan itu mengangguk.
“Mau pesen atau mau ketemu Mbak Aaru?” tanya Meli, berniat menggoda Caraka.
Lelaki itu terkekeh sembari menggaruk tengkuknya. “Dua-duanya, lah, Mel. Tapi hari ini aku bawa temen, nggak enak kalo di ruangannya Aaru.”
Ganti Meli yang terkekeh. “Biasanya juga Mas Raka yang maksa masuk ke ruangannya Bos,” cibir Meli.
Andra sendiri masih berdiri di posisinya, merasa tak dianggap. Sesekali ia memutar bola matanya malas.
“Yaudah deh, Mas. Aku bilang ke Mbak Aaru dulu. Kali aja ada solusi.” Meli terkikik.
Caraka mengangguk.
“Udah deket banget kayaknya sama karyawan di sini, Ka?” tanya Andra.
“As you see. Deket sama bosnya yang masih susah.”
Tak berapa lama, Meli kembali dengan sebuah kunci di tangannya.
“Gimana, Mel?”
“Bisa, kok, Mas. Mari ikut Meli.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Foregone
General FictionGeneral Fiction Cerita ini bukan hanya tentang Aarunya, perempuan berpenampilan tomboi yang memiliki cacat batin dengan segala pesonanya. Cerita ini juga tentang tiga lelaki dengan ambisinya masing-masing dalam menjadikan perempuan itu pendamping h...