25. Dusk With Him

152 34 13
                                    

Plak!

Suara tamparan menggema di sebuah ruangan 4x4 meter. Dua orang berbeda gender terlihat beradu pandangan tajam. Perempuan paruh baya yang notabenenya si penampar menunjukkan ekspresi marahnya. Matanya melotot sempurna, sementara lelaki di hadapannya hanya diam.

“Kamu benar-benar gila, Rendra. Mama sudah memperingatkanmu untuk berhati-hati dengan Aaru. Dan kamu justru membuatnya semakin marah padamu,” bentak Vania. “Lihat akibat dari ulahmu! Perusahaan kita sudah pasti akan jatuh ke tangannya.”

“Itu memang miliknya, Ma. Justru Aryasatya yang merebutnya dari Setiaji,” balas Rendra tak kalah keras.

Vania semakin melotot marah. “Dan kamu rela melepas perusahaan itu lalu menjadi gelandangan?”

“Mama membesarkan anak itu tidak untuk membiarkannya mengambil kembali kekayaan Setiaji. Bahkan Mama berharap kamu bisa menikah dengannya. Tapi sayang, tiga tahun berada di dunia luar tanpa diketahui, membuat Aaru sulit dikendalikan.”

“Mama tidak mau tau, Rendra. Apa pun caranya, Aaru tidak boleh merebut kembali perusahaan itu.”

Rendra menggebrak meja kerjanya dengan keras hingga membuat Vania berjengit. Lelaki itu sudah berdiri dan menatap Vania dalam.

“Bagaimana caranya, Ma? Aaru sudah memenuhi persyaratan untuk menjadi ahli waris. Dia sudah tidak lagi perempuan lugu seperti beberapa tahun lalu. Meskipun bisa, Mama akan tetap masuk penjara karena pembunuhan itu.”

Giliran Vania yang terdiam. Ia takut tentu saja.

“Satu lagi, kita tidak bisa mundur. Aaru bergerak lebih cepat dari perkiraan karena bantuan laki-laki itu. Tadi pagi, pengacara kita memberikan jadwal persidangan atas kasus ini.”

Rendra kembali duduk dan menyandarkan punggungnya. Ia memejamkan mata sambil memijit pelan pangkal hidungnya. Aryasatya benar-benar di ujung tanduk.

🍁🍁🍁

“Siang, Mbak!” sapa Kamil saat Aaru sampai di kedai.

Aaru memang baru menginjakkan kaki di sana pada pukul 2 siang. Ia harus mengecek beberapa email yang masuk dan belum sempat dibukanya. Serta kiriman design untuk cabang baru yang dikirimkan Ayesha beberapa hari lalu.

Are you ok?” tanya Aaru pada Kamil mengingat lelaki itu juga pernah menjadi korban kegilaan Rendra.

Kamil tersenyum sembari mengangguk.

I hope you are better than me, Mbak,” ujar Kamil tulus.

“Ayesha di sini?”

Kamil menunjuk salah satu sudut kedai diikuti tolehan kepala oleh Aaru.

Ayesha tengah duduk dengan seorang lelaki berambut gondrong. Mereka nampaknya tengah berbicara ringan karena beberapa kali Ayesha tertawa renyah.

“Pacarnya?” Aaru kembali memandang Kamil.

“Bukan, Mbak. Itu Mas Ergi. Yang katanya mau kerja sama buat cabang kedai.”

Aaru mengangguk pelan.

Thanks.”

Kamil kembali pada pekerjaannya.
Aaru berjalan mendekati Ayesha. Ia berpikir bahwa seharusnya ia menemui lelaki itu mengingat mereka belum pernah bertemu sebelumnya sebagai rekan kerja.

“Ayesha.” Perempuan yang dipanggil Aaru menoleh bersamaan dengan lelaki itu yang ikut menoleh.

Finally. Welcome home, Aar.” Ayesha memekik girang.

ForegoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang