“Oke. Jadi, apa yang bisa aku bantu, Nona Aarunya?”
Aaru tengah duduk berhadapan dengan seorang lelaki di ruang kerja lelaki tersebut. Sebelum menutup panggilan tadi pagi, ia membuat janji temu siang ini.
Aaru menyerahkan berkas-berkas yang dibawanya dari rumah ke atas meja dan mengangsurkannya pada lelaki itu.
“Bisakah kamu mengambil alih perusahaan itu dengan berkas-berkas yang aku berikan?” tanya Aaru setelah berkas tersebut berada di tangan seseorang di hadapannya.
Lelaki yang tengah membolak-balikkan berkas di tangannya masih mencoba membacanya dengan cermat.
“Aku tau, kamu lebih mengerti cara kerja perusahaan.”
“Aar, kamu yakin? Ini ... perusahaan besar. Sekali pun aku bisa mengakuisisi perusahaan ini, tidak akan sebentar.”
“Baca fakta-fakta yang tertera dengan baik, Caraka,” tekannya.
Laki-laki yang dimintai tolong Aaru adalah Caraka. Kembali menekuri kata demi kata yang tertulis di sana, membuat mata Raka membulat sempurna.
“Kamu? Pemilik sah perusahaan ini? Bagaimana bisa?” Raka benar-benar terkejut sekarang.
“Ada hal yang harus kamu tau. Aku tidak pernah berniat menceritakan ini pada siapa pun, tapi aku harus. Kuharap, kamu orang yang bisa dipercaya. Karena untuk pertama kalinya, aku mencoba untuk percaya.” Raka mengangguk mantap.
“Aku ingin memaafkan siapa pun yang pernah berbuat salah padaku, tapi sulit dengan dalang di balik kematian orang tuaku.”
Caraka semakin terdiam.
“Semua orang tau, bahwa perusahaan itu milik keluarga Aryasatya, tapi tidak. Perusahaan itu resmi milik Ayahku, Bayu Setiaji. Ayahku mati-matian mendirikan perusahaan itu, tapi si bajingan Aryasatya merebutnya dengan cara kotor.”
Fakta itu menampar Caraka sangat keras. Ternyata, di balik perusahaan adidaya tersebut, tersimpan cerita yang cukup rumit.
“Mereka ... membunuh kedua orang tuaku dengan keji. Mereka menyembunyikan semuanya dengan sangat baik. Mereka mengangkatku sebagai putri di keluarga Aryasatya karena secara hukum, akulah pemegang kuasa sebenarnya di perusahaan itu. Sayang, mereka terlalu bodoh, rahasia sebesar itu diketahui oleh anak berusia 12 tahun tanpa kesengajaan.”
Aaru menunduk sejenak untuk menghela napas berat dan kembali mendongak.
“Aku tau semuanya saat usiaku 12 tahun. Aku tau mereka dalang di balik semuanya. Sejak saat itu, aku menyembunyikan berkas asli itu.”
“Kenapa kamu tidak berusaha merebutnya dari dulu, Aar?” Caraka menatap Aaru dengan dalam.
Perempuan itu menggeleng. “Aku tidak merasa membutuhkannya, Caraka. Aku bisa menghidupi diriku sendiri tanpa warisan itu. Aku tak peduli jika mereka menguasai harta peninggalan orang tuaku. Aku ingin melupakan semuanya.”
Caraka berdiri dari kursinya. Ia mencondongkan tubuh ke depan dengan menumpukan kedua tangan ke meja kerjanya.
“Lalu, kenapa sekarang kamu ingin merebutnya?”
Aaru balas menatap laki-laki itu tepat di maniknya. Perempuan itu mengepalkan tangan dengan kuat.
“Aku bukan orang baik, Raka. Mungkin aku bisa membiarkan mereka bernapas dengan bebas setelah kematian orang tuaku, tapi tidak dengan mengganggu orang-orang di sekelilingku saat ini. Aryasatya sudah berani mengusik hidupku dan keselamatan karyawanku. Aku ... tidak akan tinggal diam.” Kepalan tangannya mengendur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Foregone
General FictionGeneral Fiction Cerita ini bukan hanya tentang Aarunya, perempuan berpenampilan tomboi yang memiliki cacat batin dengan segala pesonanya. Cerita ini juga tentang tiga lelaki dengan ambisinya masing-masing dalam menjadikan perempuan itu pendamping h...