Sore ini semuanya terlihat berjalan sesuai semestinya. Tak ada masalah di kafe, tak ada masalah dengan Rendra. Hanya saja, harus berurusan dengan Raka. Lagi.
Setelah berhasil mengantarkan Aaru semalam, Raka memberanikan diri untuk mengajak Aaru makan malam atas hadiah Andra. Perempuan itu menolaknya tentu saja. Sebagai gantinya, atas permintaan Aaru ... di sanalah mereka. Sebuah panti asuhan tempat Lingga membawanya tempo hari.
Ia meminta Raka untuk menukar voucher makan malam dari Andra dengan uang. Lelaki itu menyanggupi permintaan Aarunya. Kapan lagi mendapat kesempatan bersama Aaru?
"Jadi kamu mau bagi-bagiin buku tadi ke anak-anak di sini?" tanya Raka sesaat setelah keluar dari mobilnya. Ia sengaja tak mengendarai motor.
Aaru hanya mengangguk dan melangkahkan kaki ke dalam panti. Raka mengikutinya dengan bingkisan di tangan.
"Assalamu'alaikum, Bu," sapa Aaru pada Ratih sambil mencium punggung tangan perempuan itu.
"Wa'alaikumussalam. Aaru, kamu ke sini lagi?" balas Ratih.
"Iya, Bu. Tidak apa-apa, kan?"
Ratih tersenyum hangat dan mengangguk. Ia kemudian melongok ke arah Raka."Loh, siapa ini, Aar? Lingganya mana?" tanya Ratih.
Raka menegang di tempatnya. Lingga? Ia tidak salah dengar, bukan?
Karena masih terdiam, akhirnya Aaru memberi kode pada Raka untuk menyalami perempuan itu. Raka menurut."Ini teman Aaru, Bu. Namanya Raka dan ... saya ke sini cuma sama dia, bukan sama Lingga."
Ratih hanya mengangguk paham dan mempersilakan keduanya masuk. Raka dan Aaru mengekor di belakang Ratih.
"Bu, boleh saya langsung menemui anak-anak? Kebetulan saya bawa sesuatu untuk mereka."
"Boleh, kok. Kamu langsung ke taman samping aja. Mereka ada di sana."
Aaru mengangguk hormat dan berlalu diikuti Raka.Lelaki itu masih diam. Pikirannya berkecamuk. Ia sungguh tak rela jika hubungan Aaru dan Lingga sudah sejauh itu. Aaru ... menyadari gelagat Raka.
"Kenapa?" tanya perempuan itu datar.
Raka memandang Aaru dengan tajam. "Kenapa, kamu bilang? Sudah sejauh mana kamu sama Lingga, Aar? Kamu sudah pernah ke sini sebelumnya sama Lingga? Dan nggak bilang ke aku?" Pertanyaan Raka diakhiri dengan decakan.
Aaru mengangkat tinggi sebelah alisnya lantas menoleh ke arah Raka yang masih memandangnya penuh amarah.
"Memangnya siapa kamu sampai semua kegiatanku harus lapor satu kali dua puluh empat jam?" balas Aaru santai.
"Aaru." Raka merengek.
Lagi-lagi Raka berdecak. "Dasar perempuan tidak peka."Tanpa rasa bersalah, Aaru menjawab, "Yes, I am."
Laki-laki itu hanya bisa mengeraskan rahangnya dan tak lagi bersuara. Sudah cukup hatinya panas, jangan sampai kepalanya juga karena menanggapi ucapan Aaru.
Melupakan yang baru saja mereka berdua bicarakan, Aaru disambut antusias oleh anak-anak yang berada di sana. Terlebih bingkisan yang ia bawa untuk mereka. Aaru larut dalam tawa dan Raka sendiri larut dalam tawa perempuan itu yang sangat tulus.
"Kakak cantik, kok A' Lingga nggak ikut, sih?" tanya Imel setelah dua jam bermain.
"A' Lingganya mungkin lagi sibuk," jawab Aaru lembut.
"Yaudah deh, nggak apa-apa. Imel mau mandi dulu, ya, Kak. Udah sore, nanti dimarahin Bunda."
Aaru mengangguk dan menghampiri Raka yang duduk di bangku taman. Anak-anak itu sudah masuk ke dalam panti untuk bersih-bersih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Foregone
General FictionGeneral Fiction Cerita ini bukan hanya tentang Aarunya, perempuan berpenampilan tomboi yang memiliki cacat batin dengan segala pesonanya. Cerita ini juga tentang tiga lelaki dengan ambisinya masing-masing dalam menjadikan perempuan itu pendamping h...