Seorang lelaki dengan kemeja yang lengannya digulung sampai siku, berjalan santai memasuki sebuah kedai kopi. Ia mengenakan celana bahan yang biasa dipakai pekerja kantoran. Di kakinya melekat sepatu vans warna abu-abu.
Waktu baru menunjukkan pukul empat sore, namun kedai kopi itu sudah terlihat sangat ramai oleh pengunjung. Baik laki-laki maupun perempuan. Mungkin karena hari itu adalah hari Sabtu. Dua barista di sana sampai terlihat tidak bisa beristirahat sama sekali karena padatnya pengunjung.
Lelaki itu berjalan menuju meja bar yang ada di sana. Tentu saja niatnya untuk memesan secangkir kopi.
"Satu espresso," tuturnya pada salah satu barista.
Seorang barista yang mulanya menundukkan kepala, menatap lelaki itu dengan senyum ramahnya.
"Baik, ditunggu sebentar." Seorang barista menanggapinya dengan ramah.
"Hey, kamu perempuan?" Senyum mengembang sempurna di bibir lelaki tersebut. Tangannya ditumpukan pada meja bar.
Barista itu hanya mengangguk.
"Unik, tidak pernah saya menemui barista seorang perempuan sebelumnya."
"Saya anggap itu pujian," balas barista tersebut.
Barista itu mencepol tinggi rambutnya. Ia tak mengenakan apron sama sekali. Ia hanya mengenakan kemeja putih kotak-kotak yang lengannya digulung. Di kaki jenjangnya melekat jeans yang robek di bagian lutut.
Tidak ada aksesoris apa pun yang dikenakannya. Hanya sebuah jam tangan keluaran terbaru dari brand terkenal berwarna hitam. Tidak lupa juga, di tangan kanannya, tertanam tato berbentuk anak panah. Tepatnya di punggung tangan dekat dengan ibu jari.
"Satu espresso shot. Silakan dinikmati," ucap barista itu setelah menyajikan secangkir espresso.
"Mbak Aaru, maaf, ada yang mau ketemu sama mbak." Seorang perempuan berseragam pelayan menghampirinya. Usianya masih tergolong muda, sembilan belas tahun.
Aaru memerintahkan pelayan itu untuk mempersilakan tamunya menunggu di ruang pribadi Aaru.
Perempuan itu beralih pada pengunjung laki-laki di depannya. "Saya permisi dulu."Pemuda itu mengangkat alisnya bingung. Ia celingak-celinguk mencari seseorang.
"Mas, ke sini sebentar," panggilnya pada salah seorang pelayan laki-laki.
"Iya, ada yang bisa saya bantu?"
"Barista yang namanya Aaru itu--" Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, pelayan di depannya menyela.
"Maaf, Mas. Sebenarnya, Mbak Aaru itu bukan barista di sini, tapi pemilik kedai ini," jelasnya.
"Oh ... terima kasih."
Waiter itu mengangguk kemudian berlalu dari sana.
Menarik.
🍁🍁🍁
"Aaru, sampai sekarang aku masih menunggu jawaban kamu," ucap Rendra, seorang lelaki yang ingin menemuinya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Foregone
General FictionGeneral Fiction Cerita ini bukan hanya tentang Aarunya, perempuan berpenampilan tomboi yang memiliki cacat batin dengan segala pesonanya. Cerita ini juga tentang tiga lelaki dengan ambisinya masing-masing dalam menjadikan perempuan itu pendamping h...