Epilog

518 46 22
                                    

"Caraka, cepat keluar dari dalam tenda. Pemandangan di sini bagus banget, loh. Kamu harus lihat matahari terbit dari tempatku berdiri."

Lelaki berjaket tebal itu beranjak dan menuruti perkataan orang tersebut.

Aroma rumput basah langsung menguar di indera penciumannya. Ditambah dengan udara yang masih segar, membuat Raka merasa kembali hidup setelah sekian lama berkutat dengan kepenatan. Setidaknya untuk beberapa saat.

"Apa bagusnya? Aku udah sering lihat matahari terbit waktu kecil. Nggak ada bedanya." Caraka membuat lawan bicaranya mendengus. Sesekali ia menggosok kedua telapak tangannya untuk menghalau hawa dingin yang menusuk.

"Lihat dulu baik-baik!"

Jauh di hadapan lelaki itu, surya separuh bertakhta dengan megah. Gurat kuning keemasannya terlihat menawan di ufuk timur.

"Bagaimana? Indah, bukan?"

"Nggak," jawab Raka singkat. "Selama aku lihat itu tanpa Anya, semuanya hambar. Udahlah, Dra. Nggak usah bujuk-bujuk aku kayak gini. Percuma kamu ngajak aku ke Ranu Kumbolo kalo pikiran aku dibawa pergi sama Anya."

Raka kembali ke dalam tenda dengan kesal. Ia benar-benar menyesal meluangkan waktunya untuk ikut Andra ke Ranu Kumbolo. Hatinya sama sekali tak bisa tenang, pun pikirannya. Hanya ada Anya.

Andra menyusul karibnya itu, lantas duduk di samping Raka. "Kita ke sini buat seneng-seneng, Ka. Kamu terlalu over khawatirin Anya. Sadar! Takdir Aaru dan Anya itu berbeda. Lagipula, udah dua tahun sejak kejadian itu dan kamu masih aja trauma. Kamu nggak bisa stuck di satu masa yang sama sampe kamu memperlakukan setiap orang sama seperti kamu memperlakukan Aaru, Ka."

"Mending kamu diem, deh. Aku males dengernya. Asal kamu tau, Dra. Aku nggak bakal berhenti khawatirin Anya, meski udah nggak di dunia sekalipun."

•••

"Ngelamun aja lo!" sentak Ayesha. Perempuan itu duduk di seberang meja. "Gimana kabar Anya?"

Suasana kedai lumayan padat pagi itu. Kedai kopi yang diresmikan dua tahun lalu itu, sangat melebihi ekspektasi Ayesha dan yang lain. Rencana-rencana yang dulu disusunnya dengan Aaru benar-benar berjalan mulus.

"Kabar Anya baik. Aku hanya sering khawatir jika Anya mengalami hal yang sama seperti Aaru dulu. Kalingga dan kebenciannya terhadap aku nggak akan pernah berhenti, Sha. Dia pasti bakal cari cara buat nyelakain orang-orang di sekeliling aku. Termasuk Anya."

"Over protective. Kurang-kurangin, Ka. Dia juga butuh explore. Jangan dikurung di rumah mulu. Gue, kan, juga pengen ketemu sama Anya."

Tiba-tiba, seorang anak kecil berlari dan menghambur ke arah Ayesha. Dengan sigap, perempuan itu menggendongnya. 

"Hai, ganteng. Kangen, ya, sama Tante?" Ayesha mencubit pipi anak satu setengah tahun itu dengan gemas. "Duh, Gama kenapa lucu banget, sih? Astaga!"

Diki datang dari arah pintu bersama seorang perempuan yang tak lain tak bukan adalah istrinya, Laras. Mereka memutuskan menikah tak lama setelah kejadian nahas itu. Cinta? Entahlah, mereka hanya berpikir semuanya akan lebih baik jika bersama.

"Makanya buruan nikah, Sha," ejek Diki.

"Mentang-mentang udah nikah dan punya anak selucu Gama jadi bisa bully gue gitu, ya?" Ayesha mengatakannya dengan kesal, namun tak lama kemudian, ia kembali sibuk dengan Gama.

"Murung aja, Ka. Tuh, Anya maksa ikut." Laras menunjuk arah pintu dengan dagunya.

Raka langsung tersenyum cerah, namun kembali murung seketika. "Kamu kenapa ajak Anya ke sini? Kenapa nggak di rumah aja? Bahaya, Aar."

"Caraka, Anya hanya selisih beberapa bulan dari Gama. Jangan terlalu mengekang anak sendiri. Ia harus jadi perempuan tahan banting sepertiku, bukan menuruti ayahnya yang serba khawatir terhadap apa pun seperti ini."

"Apa aku kalah berdebat lagi?" Caraka menghela napas panjang. "Oke, ini memang resikoku menikahi perempuan alpha-female seperti Aarunya Saraswati."

Caraka menunduk agar sejajar dengan gadis kecil lucu yang berada di gendongan Aaru.

"Hai, cantik. Baiklah, Ayah kalah lagi dari ibumu. Suatu saat nanti, kamu harus menjadi perempuan kuat, seperti Aaru dan namamu. Anyangga Atarangi Lambara."

•••

Huaaa😭 kesambet apa aku bisa bikin epilog kayak gini? Title pengabdi sad ending luntur seketika. Wkwkwkwk.
.
Semoga memuaskan😉
.
Salam,

Amaranteya yang lagi pusing mikir project baru.

ForegoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang