17. A Small Cockroach

156 37 10
                                    

Ruangan itu berantakan. Banyak kertas dan pecahan kaca berserakan hingga ke sudut kamar. Pencahayaan yang remang membuat semua orang akan berpikir sama. Pemiliknya ... berada dalam kondisi kacau.

Sudah semalaman ia mengamuk. Membanting apa pun yang terjangkau oleh tangannya. Ia berharap emosinya mereda, namun nihil.

Waktu baru menunjukkan pukul lima pagi, tapi si empunya kamar sudah menghabiskan satu bungkus rokok di balkon kamar. Ia sama sekali tak memejamkan mata semalam. Pikirannya terlalu kalut.

“Aku tidak akan tinggal diam atas penolakanmu, Aaru.”

Iya, Rendra menggeram marah dan tak berapa lama, lelaki itu men-dial sebuah nomor di ponselnya.

“Jalankan rencananya.”

🍁🍁🍁

Hancur. Rencananya hancur. Ia berniat mengambil hati Aaru dengan membawa perempuan itu ke panti asuhan. Tapi yang dilakukan Aaru justru di luar dugaannya. Perempuan itu mengajak Raka ke sana. Lingga tahu beberapa jam lalu saat Ratih meneleponnya dan menceritakan kedatangan Aaru bersama seorang lelaki.

Ia benar-benar tak habis pikir. Lingga mengira bahwa dirinya sudah selangkah di depan Raka. Nyatanya ... Aaru malah membuat lelaki itu tertinggal jauh dengan mengajak Raka berlari. Sial.

Tempat yang seharusnya menjadi kunci utama kemenangan Lingga, malah dibocorkan oleh target ke musuhnya. Benar-benar kalah telak.

“Aku bahkan sudah tak peduli dengan permusuhanku dan Raka. Dan itu karenamu, Aarunya. Sekarang? Tidak. Aku tidak mau kalah dari Caraka lagi.”

Selesai meyakinkan diri, Lingga menyambar kunci mobil dan keluar dari apartemennya. Ia melesat membelah jalanan Bandung yang ramai siang itu. Tujuannya hanya satu. Menemui Aaru. 

Di sisi lain, Aaru tengah berkutat dengan laporan keuangan kedai miliknya selama sebulan terakhir. Ia dibantu Ayesha yang notabene staff keuangan kepercayaannya.

Ayesha adalah freelancer di sela-sela kesibukan kuliah semester akhir. Meski begitu, Aaru sangat mempercayai perempuan seumurannya itu.

“Aar!” Suara Ayesha menginterupsi Aaru.

“Keuntungan bulan ini naik dua puluh persen. Itu pencapaian tertinggi kedai sampe saat ini. Dan gue lihat-lihat, setiap bulannya selalu ada peningkatan keuntungan,” jelas Ayesha.

Mereka sedang berada di ruangan Aaru. Di hadapan mereka sudah banyak terdapat kertas berisi angka yang tak terlalu dipahami perempuan tomboi itu. Maklum saja, Aaru tidak memiliki background pendidikan memadai. Itulah alasannya mempekerjakan Ayesha.

“Lo nggak ada niat buka cabang?”

Aaru terlihat berpikir sejenak.

“Beberapa hari lalu ada yang menawarkan kerja sama dengan sebuah hotel. Tapi aku tidak tertarik. Aku ingin kedai milikku berdiri sendiri.”

Ayesha tertarik dengan perkataan bos sekaligus temannya itu.

“Lantas? Apa yang mau lo lakuin?”

“Buka cabang baru ... it sounds good,” ucap Aaru pada akhirnya membuat perempuan berpenampilan sederhana di depannya tersenyum.

Then?”

“Aku mau kamu yang bertanggung jawab atas cabang itu,” tutur Aaru datar.

Ayesha membulatkan matanya terkejut. Ia hanya berniat menyarankan yang menurutnya menguntungkan, tapi apa yang diucapkan Aaru sama sekali tidak terlintas di pikirannya.

ForegoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang