2. Like a Display

443 86 38
                                    

“Aarunya Saraswati. Nama yang cantik,” monolog Raka di belakang meja kerjanya. Ia tersenyum sendiri mengingat perempuan bertato anak panah di tangan itu.

Sudah 3 hari lamanya semenjak pertemuannya dengan Aaru, namun bayangan perempuan itu tak sedikit pun beranjak dari pikiran Raka.

“Pagi, Ka!” sapa Andra, sekretaris sekaligus sahabat Raka.

Raka masih tidak menyadari kehadiran partner serta sahabatnya itu. Ia masih senyum-senyum sendiri. Andra menautkan alisnya bingung.

“Lagi jatuh cinta, Ka?” kejut Andra. Seketika Raka terkesiap dari lamunannya.

Andra sudah duduk di kursi yang berhadapan dengan Raka.

“Ngagetin banget, Dra!” kesal Raka sambil mengelus dada.

“Habisnya kamu senyum-senyum sendiri gitu. Padahal, aku udah manggil kamu, Ka,” balas Andra dengan terkekeh kecil.

So, siapa yang udah bikin sobat aku ini jatuh cinta?” goda Andra.

Raka berdecak. “Ada, lah, pokoknya. Ceweknya cantik,” jawab Raka sekenanya.

Andra memutar bola matanya malas.
“Memang sejak kapan seorang Caraka salah pilih cewek? Perasaan, mantan-mantan kamu itu cantik semua, deh. Ya ... paling nggak, cantik menurut kacamata kamu.”

Raka terkekeh. “Kali ini aku jamin kamu juga sependapat sama aku, Dra. Pasti,”

“Oke, oke. Terserah kamu, Ka.”

“Sekarang kita serius. Aku tadi mau ngingetin kamu. Jam 10 nanti kita harus ketemu sama client yang kemarin. Buat bahas kelanjutan proses kerja sama.”

Lelaki itu hanya mengangguk.

Raka adalah seorang direktur di sebuah perusahaan. Setiap harinya, ia akan berkutat dengan berkas-berkas. Sementara Andra sendiri adalah orang kepercayaannya. Ia tidak suka memiliki sekretaris perempuan. Terlalu rumit, katanya.

“Ya udah, aku balik ke meja aku dulu. Jangan ngelamunin cewek itu terus, bisa gila nanti kamu!” ledek Andra. Ia bergegas dari sana meninggalkan Raka yang kembali senyum-senyum sendiri.

Setelah pergi dari ruangan Raka, Andra menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Belum pernah ia melihat sahabatnya se-kasmaran itu.

🍁🍁🍁

“Meli, aku ke resto ujung jalan dulu. Kamu awasin di sini, ya,” perintah Aaru pada perempuan 19 tahun itu.

“Siap laksanakan, Mbak,” balasnya tersenyum manis.

Aarunya keluar dari kedai kopi miliknya. Ia hanya membawa ponsel dan beberapa lembar uang di saku celana jeans.

Tampilan Aaru tak jauh berbeda dari 3 hari lalu. Kemeja flanel biru kotak-kotak kebesaran menyembunyikan tubuh idealnya dengan sempurna. Rambutnya dicepol rapi hingga menampilkan leher putih jenjangnya.

Penampilannya dipadukan dengan sepatu boots berwarna hitam senada dengan jam tangan. Wajahnya bersih dari make up apa pun.

ForegoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang