23. Messed Up

184 37 9
                                    

Raka dan Andra tengah berkutat dengan kertas yang bertebaran di ruang tamu apartemen Raka. Sesekali Andra melihat ponsel dan laptop di hadapannya secara bergantian.

“Ka, kamu yakin bisa bantu Aaru pakai cara ini?” Andra bertanya tanpa menolehkan pandang dari depan monitor.

“Bisa nggak bisa harus tetap usaha, kan? Lagipula, jika kita gagal menggunakan cara ini, kita bisa lewat jalur hukum. Aaru punya cukup bukti untuk itu.”

Andra menjauhkan laptop di hadapannya lalu beralih dari duduk di karpet ke sofa yang sebelumnya ia jadikan sandaran. Ia memejamkan matanya sejenak.

“Kenapa nggak langsung lewat jalur hukum aja, sih? Masalahnya, kalau kayak gini butuh waktu banget. Kita harus jalin kerja sama sana-sini, belum lagi kita harus bisa dapetin kepercayaan penuh para penanam saham di sana biar mereka mau nyabut sahamnya.”

“Aku juga awalnya mikir begitu, Dra. Lebih-lebih lagi perusahaan itu jauh di atas kita. Tapi ... nggak tau kenapa, aku punya feeling kalau Aaru punya rencananya sendiri. Rencana lain yang nggak dia ceritakan.”

Andra kembali membuka matanya dan menatap temannya itu penuh curiga.

“Kamu bener-bener nggak tau apa rencana dia?”

Raka menggeleng sebelum berkata, “aku nggak pernah benar-benar tau pikiran Aaru.”

Raka menegakkan punggungnya. Ia mencoba mengingat sesuatu. Sesekali dahinya mengernyit dalam.

“Oh, iya, Dra.” Raka tersenyum sambil menaik turunkan sebelah alisnya. “Sepertinya aku sudah melangkah jauh ke hidup Aaru. Kamu tau apa artinya itu?”

Raka mendapat jitakan keras di kepalanya.

“Pembahasan kita sedang serius, Caraka. Dan kamu justru memikirkan kedekatanmu dengan Aaru?” Andra benar-benar tak habis pikir.

Raka berdecak. “Kita justru akan mendapat keuntungan besar jika berhasil membantu Aaru. Aaru bukan tipikal orang yang lupa balas budi, Dra. Paling nggak, kita akan dapet beberapa persen saham dari sana.”

Andra menjatuhkan rahang bawahnya. Selain Aaru, ternyata temannya itu juga susah ditebak dan yang pasti ... sama-sama licik.

“Maksudnya ... kamu juga mengambil keuntungan dari membantu Aaru? Semacam ... memanfaatkannya?”

Caraka mengangguk sembari menyeringai. “Kita bisa jadikan ini sebagai ajang pembuktian bahwa perusahaan adidaya sebesar itu, bisa berada di bawah kendali kita. Lagipula, Aaru mengajarkanku untuk saling memanfaatkan. Jadi, jika Aaru mendapat keuntungan dari ini, aku juga harus bisa mendapat keuntungan.”

“Tenang saja, Dra. Aaru tak akan marah.”

🍁🍁🍁

Untuk pertama kalinya, Aaru menyetir sendiri mobil yang sudah lama ia simpan di garasi rumah. Mobil itu bukan mobil baru. Ia membelinya dari seseorang yang memang tengah membutuhkan uang sekitar setahun yang lalu.

Bukan tanpa alasan mobil itu hanya disimpannya. Aaru memang lebih suka menggunakan jasa ojek ke mana-mana. Jika ditanya, ingin berbagi rezeki, katanya.

Itu semua tidak berlaku malam ini. Maghrib tadi, ia baru saja menginjakkan kaki di rumah dan membersihkan diri. Sempat menekuri beberapa file yang dibawanya dari kedai. Setelah salat isya, Aaru mendapat telepon dari kedai yang mengharuskannya kembali ke sana.

Kabar yang didapat dari Meli, cukup mengejutkan. Aaru bahkan mendengar suara perempuan itu yang terdengar kebingungan. Rendra kembali berbuat ulah di sana.

ForegoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang