Setelah berjalan lumayan jauh menelusuri ruangan-ruangan akhirnya sampai juga pada ruangan yang dituju. Penjaga sekolah itu mempersilahkan Bian dan Lea untuk masuk. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, kursi sudah terisi penuh oleh murid-murid dari sekolah lain. Namun ada satu kursi kosong paling pojok bagian belakang. Keduanya saling menatap seolah memberi isyarat untuk saling mempersilahkan duduk.
"Buat kamu aja, kakak tunggu di luar," ucapnya lalu pergi. Lea menurutinya dan duduk.
Selama Technical Meeting itu Lea merasa bosan, beberapa kali ia memutar bola matanya sambil pura-pura mendengar panitia yang bicara panjang lebar. Rasanya ingin tidur saja mendengar obrolan seperti dongeng itu. Lea beberapa kali menguap namun kali ini ia diketahui panitia. Bapak itu melihat keberadaannya walaupun Lea berada paling belakang. Lea tidak tenang ketika ia dipergoki bapak itu. Tatapannya sungguh tajam, membuat Lea mematung.
"Kamu yang baru saja datang, mengerti apa yang baru saya katakan?" Tegasnya.
Matanya membelalak ketika ia di bentak seperti itu di depan banyak siswa sekolah lain. Semua orang melirik kebelakang dimana Lea duduk.
"P-aham pak," ucapnya cengengesan.
Kondisi seperti semula, semua orang kembali memperhatikan panitia yang berada di depan begitu juga dengan Lea. Lima belas menit berlalu akhirnya acara itu selesai. Sebelum keluar dari ruangan, semua berjejer bergantian menyerahkan materi yang akan dibawakan saat lomba. Sekarang giliran gantiannya, saat ia menyerahkan ke panitia tepatnya kepada bapak yang memergokinya tadi. Pria itu memberikan tatapan tajam seolah masih mengungkit masalah yang tadi. Raut wajah Lea berubah tak tenang sembari tangannya menyerahkan map berisi materinya.
"Kamu dari sekolah mana?" Ucapnya tegas.
"Dari sekolah sebelah pak."
Bapak itu mengangguk meremehkan. Seakan ia seperti musuh bagi sekolahnya saat lomba nanti.
Lea berusaha bersikap biasa saja dan melangkahkan kakinya keluar.
Ia mendapati Bian yang berdiri dengan menyenderkan punggungnya di tembok sambil melipat kedua tangannya. Lea menghampirinya.
"Udah?" Tanya Bian.
Lea hanya mengangguk. Lalu mereka berjalan kembali pulang. Menyusuri koridor dan ruangan-ruangan.
Akhirnya mereka sampai di parkiran. Bian memberikan helm untuk Lea, kemudia ia meraihnya dan langsung naik ke motor itu. Setelah beberapa menit Lea baru menyadari, Bian mengarahkan motornya ke arah yang berbeda, bukan untuk kembali ke sekolah melainkan yang lainnya.
Lea mengerutkan keningnya heran.
"Kak ini kan bukan jalan balik ke sekolah?"
"Iya," jawabnya singkat sambil cengengesan.
"Kita mau kemana? Jangan macem-macem ya ini masih jam sekolah!!" Tegasnya sambil berteriak. Karena suaranya sedikit menyatu dengan suara kendaraan.
Tak ada jawaban dari Bian, ia terus saja melajukan motor ninjanya dengan santai. Lea makin ragu dengannya.
Bian mengarahkan arah pada suatu Mall, lalu ia memarkirkan kendarannya di basement. Lea menuruni motor itu sambil terheran mengapa ia membawanya kesini.
"Kenapa kita kesini?" Tanyanya heran sambil mensejajarkan langkahnya.
"Ya have fun lah."
Lea menatapnya sinis, pria itu terkekeh pelan.
"Emang nggak ada waktu lain apa? Ini masih jam sekolah, kalo nanti ketahuan guru bk bisa mampus kita," gerutunya kesal. Bian tak menghiraukannya ia malah melangkahkan kakinya dengan berlari kecil ke sebuah kedai ice cream, gadis itu tak mengikutinya, ia melipat kedua tangannya kesal di tengah jalan sembari menatap kepergian Bian darinya. Tak lama Bian datang membawa dua buah ice cream vanilla, satu diberikannya kepada Lea. Awalnya ia menolak, bahkan membuang muka. Namun Bian terus saja meledeknya agar gadis itu mau menerimanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Azalea [COMPLETED]
Teen FictionSeorang pria, satu tahun lebih tua dengan gadis 16 tahun yang akrab dipanggil Lea. Acuh, itulah karakter Bian. Dikisahkan bahwa Bian memiliki masalah psikologis akibat mimpinya di masalalu yang selalu datang menghantuinya. Alasan yang mungkin bisa m...