Satu tahun kemudian..
Waktu berjalan sangat cepat, satu tahun berlalu, dimana Lea masih duduk dibangku kelas tiga SMA. Kini walaupun setelah kelulusannya, perjuangannya belum berakhir sampai ia bisa mendapatkan satu kursi di universitas impiannya.
Hari ini adalah hari dimana Lea akan mendaftar beasiswa itu, didampingi kakaknya yaitu Dhirga. Lea mempersiapkan diri untuk mengikuti tes tahap satu, pikirannya gusar dan menampakkan raut wajah yang khawatir, tangan dan kakinya dingin. Ia terus memikirkan, bagaimana caranya ia harus lolos pada tahap satu ini.
Lea duduk diruang tamu sambil membuka buka materi kembali dan terlihat sedang menghapalkan sesuatu, kakinya tidak bisa diam terus saja bergetar.
"Yok berangkat!" Ucap Dhirga sambil mengambil kontak mobil.
Lea mendesis pelan. "Ishh lama banget sih lo!"
"Yekan biar keliatan ganteng. Siapa tau ada cewek kepincut sama gue disana," ucapnya sambil menyisir rambutnya dengan jari-jari tangan.
Lea memutar bola matanya. Lalu membereskan buku-buku itu.
Mereka masuk ke kendaraan dan mulai berangkat.
Keduanya sudah sampai tujuan, Lea terlihat semakin gusar, disana banyak sekali orang yang ingin mendaftar beasiswa itu. Mungkin jika dihitung, yang bisa lolos sampai tahap akhir hanya tiga orang. Gadis itu berharap bisa menjadi salah satunya.
Lea mengedarkan pandangannya kepada orang-orang disana yang juga sedang menunggu waktu tes tiba. Nyalinya menciut ketika menatap mereka terlihat sangat siap.
"Kenapa lo?"
"Bang.. gue bisa lolos gak yah? Gue lihat mereka lebih siap dibanding gue."
Dhirga menghela napas pelan.
"Gini deh, sekarang lo lupain soal peserta lain. Karna saingan yang sebenarnya itu adalah pertanyaan di tes nanti. Kalau lo bisa taklukin semua soal-soal itu, otomatis lo bakal ngalahin ribuan bahkan ratusan peserta yang lain. Dan satu lagi, lo harus percaya sama diri sendiri, kalau lo pantas menerima beasiswa itu, ngerti?" Jelasnya sambil menepuk pundak menenangkan.
Lea menatap Dhirga sayu, berusaha mencerna perkataan kakaknya. Mengangguk.
"I-iya."
Di dalam ruangan, semua peserta yang memperebutkan beasiswa itu tengah fokus mengerjakan soal yang diberikan panitia, begitu juga dengan Lea. Ia terlihat sangat teliti, fokus. Pada akhirnya panitia membuka suara bahwa lima menit lagi waktu telah selesai.
"Waktu tinggal lima menit lagi, yang sudah selesai boleh keluar dan segera meninggalkan ruangan."
Tak lama lagi, satu persatu orang telah mengumpulkan lembar jawaban itu dan keluar dari ruangan. Namun berbeda halnya dengan Lea yang masih berkutik dengan soal matematika yang membuatnya pusing. Hatinya gusar tak tenang ketika melihat semua telah selesai kecuali beberapa sedikit orang yang masih di dalam ruangan termasuk dirinya.
"Ah udahlah! Kumpulin aja!" Kesalnya sedikit menggerutu karena tak mampu menjawab satu soal hitungan.
🍰🍰🍰
Lea membantingkan tubuhnya untuk duduk di sofa ruang keluarga, tangannya dilipat dan menampakkan raut wajah kesalnya, bibirnya mengerucut.
Dhirga terkekeh pelan. "Haha kenapa sih lo?"
Lea menoleh.
"Satu soal hitungan nggak bisa gue kerjain, itu soal ngajak berantem aja deh!"
"Dari dulu emang lo lemah di soal hitungan. Tapi enggak dengan sastra dan yang lainnya. Jadi nggak usah marah hanya karena satu soal itu. Yakin aja, sekarang tinggal kamu pasrahin ke Tuhan," balasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Azalea [COMPLETED]
Teen FictionSeorang pria, satu tahun lebih tua dengan gadis 16 tahun yang akrab dipanggil Lea. Acuh, itulah karakter Bian. Dikisahkan bahwa Bian memiliki masalah psikologis akibat mimpinya di masalalu yang selalu datang menghantuinya. Alasan yang mungkin bisa m...