32. Penyesalan

270 10 0
                                    

Bian menarik tangannya saat gadis itu hendak meninggalkannya.

"Lepasin!!" Lea meronta.

"Nggak!! Gak akan kak Bian lepasin sebelum kamu dengar penjelasan kakak," ucapnya raut wajahnya serius.

"Penjelasan apalagi hah? Kakak mau jelasin tentang perjodohan itu? Sori nggak ngaruh buat Lea!! Itu bukan urusan Lea!!"

"Bukan tentang perjodo-"

Gadis itu pergi meninggalkannya setelah membentaknya.

"Apa kita nggak bisa seperti dulu lagi?" Ucap Bian perlahan menurunkan nada bicaranya.

Sontak Lea terhenti namun tak membalikkan tubuhnya.

"Itu seperti menjilat ludah sendiri. Lea nggak mau sakit kedua kalinya, Lea juga punya perasaan," tuturnya pasrah lalu pergi. Sebenarnya hati ingin berkata 'Iya' namun otak menolak.

Bian menghela napas.

Beberapa kali Bian mengajaknya balikan, namun pria itu selalu mendapat penolakan. Namun ia terlihat gigih tak putus asa memperjuangkan gadis itu.

Disisi lain Lea masih mempunyai tanggungan untuk berusaha mendapatkan beasiswa itu. Kesempatan tidak datang dua kali, kali ini ia lebih memilih untuk masa depannya.

Lea membuka pintu rumah dengan lesu, tatapannya kosong setelah perseteruan tadi di taman lampion.

"Lemes banget lo kaya garpu pop mie," ucap Dhirga yang tengah berkutik dengan laptopnya.

Lea hanya menoleh dengan mata sayu.

"Lea cape, mau istirahat dulu."

"Jangan lupa, besok seleksi tahap akhir ada banyak sesi, jadi kamu harus matangkan persiapan mulai dari sekarang mumpung masih ada waktu," nasihatnya.

Selama ini Dhirga berjasa besar membantu Lea untuk mengurus beasiswa itu, mulai dari mengantarkannya, memberi informasi lewat email, bahkan memberinya nasihat.

Lea hanya mengangguk letih dan membuka pintu kamarnya.

🍰🍰🍰

Burung berkicauan di luar sana, jam menunjukkan pukul enam pagi, matahari pun masih belum nampak, hanya terlihat awan yang sedikit mendung.

Pagi ini tubuh Lea merasa tak segar, ia seperti tak enak badan karena akhir-akhir ini pikirannya dirundung masalah tentang Bian itu.

Lea dan Dhirga siap untuk berangkat menuju tempat seleksi.

Dhirga menatap Lea khawatir.

"Pucet banget, lo sakit dek?" Tanyanya.

Lea bingung menjawab apa, ia terdiam sejenak karena tak mau membuat khawatir kakaknya itu.

"E-engga kok, Lea baik-baik aja. Ayok bang nanti telat," jawabnya berbohong, sambil sesekali memegangi kepalanya yang sedikit pusing.

Dhirga mengangguk namun masih sedikit tak percaya. Mereka memasuki mobil.

Di sepanjang jalan Lea menahan pusing dan ia merasa sedikit lemas, namun ia tak boleh menyerah karena ini adalah hari dimana ia akan melakukan seleksi selanjutnya.

Gadis itu tak berbicara satu patah kata pun, ia hanya terdiam sambil melihat suasana sekitar lewat jendela, tatapan matanya kosong raut wajahnya datar seperti sedang memikirkan sesuatu. Sampai akhirnya air mata tak sengaja menetes mengalir di pipinya, apalagi kalau bukan memikirkan hubungannya yang kandas dengan Bian.

Tiba-tiba Dhirga membuka suara, membuat Lea dengan cepat menghapus air matanya.

"Ngomong-ngomong yang masuk tahap akhir ini ada dua orang, menurut info yang abang terima semalam. Kamu, sama Kevin."

Azalea [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang