Adiba 12 : Keputusan

544 51 1
                                    

Ceklek..

"Assalamua'laikum"

"Waalaikumussalam, ngapain lo kesini?" Farhan menatapnya dingin. Tak lupa dengan sorot mata yang tajam. Sangat berbanding saat Farhan menatap Adiba beberapa detik yang lalu.

"Aku cuma mau ngeliat keadaan Adiba" Ucapan Nathan membuat Farhan sedikit marah. Nathan berjalan mendekat ke arah brankar Adiba dan berdiri disampingnya. Sedangkan Farhan semakin memandang Nathan dengan tajam.

"Lima menit" Ucap Nathan. Farhan menghembuskan nafasnya berat, kemudian mengangguk. Ia tak ingin berdebat sekarang, apalagi berkelahi karena sekarang mereka ada di rumah sakit. Nathan yang keras kepala tidak akan bisa dinegosiasi. Bahkan sampai mulut berbuih pun tak akan bisa dibantah. Lagian memberi nya waktu lima menit untuk melihat Adiba tak jadi masalah kan?

Beberapa saat Nathan hanya memandangi wajah Adiba. Wajah yang kini diam tak berekspresi. Tubuh yang kaku tanpa pergerakan. Tangan Nathan terulur ingin memegang wajah Adiba, namun ucapan Farhan menghentikannya.

"Lima menit ngeliat bukan megang! Dasar cowok gak tepat janji lu" Ingin rasanya Nathan memukul Farhan saat itu juga, namun pergerakan tangan dari Adiba membuat mereka sama sama menaruh harapan agar Adiba sadar.

Adiba mengerjapkan matanya. Cahaya lampu yang terang membuat matanya sedikit sakit. Setelah matanya benar benar bisa terbuka, wajah senang Farhan dan Nathan lah yang ia lihat. Kepalanya sedikit sakit. Ia berfikir apa yang telah terjadi.

"Kamu kecelakaan" Ucap Farhan seolah mengerti wajah bingung dari adiknya. Benar saja, setelah itu beberapa potongan kejadian kecelakaan itu muncul di kepala Adiba.

Farhan mengelus kepala Adiba dengan pelan. Sedangkan Nathan masih tak bergeming dari tempatnya.
"Lima menit lo udah habis" Nathan mengangguk mendengar penuturan Farhan. Ini pun sudah lebih cukup baginya. Melihat keadaan Adiba yang membaik, ada sedikit kelegaan di benak Nathan. Ia pun keluar dari ruangan Adiba dan berjalan ke luar rumah sakit.

Di tengah tengah perjalanan keluar rumah sakit, Nathan tak sengaja bertemu kedua orangtuanya beserta kedua kakaknya. Nathan yang masa bodo hanya melewatinya begitu saja. Namun, Azram memegang tangannya yang langsung ditepis oleh Nathan.

"Ngapain kamu kesini?" Tanya Azram yang mewakili semua pikiran Fandi, Hana, dan Hanum juga.

"Bukan urusan lo!" Sarkas Nathan setelah itu keluar dari pintu utama rumah sakit. Kemudian keempatnya melanjutkan perjalanan menuju ruang inap Adiba. Mereka cukup terkejut dengan kabar bahwa Adiba mengalami kecelakaan. Akhirnya mereka berniat ke rumah sakit untuk memastikan keadaan Adiba baik baik saja.

©©©

Nala baru saja duduk di kasurnya. Ia memutar film di laptopnya sambil bersandar di kepala ranjang. Badannya sedikit lelah dengan hari ini. Karena setelah pulang sekolah ia dan Haiva langsung menjenguk Adiba. Adiba bercerita banyak hal. Dan yang paling membuat dirinya dan Haiva terkejut adalah mengenai perjodohan Adiba dengan guru yang terkenal dingin di sekolah mereka. Siapa lagi kalau bukan Azram.

"Nala! Bukain pintunya! Ada yang mau abang omongin!" Teriak Akbar dari balik pintu kamar Nala, tentu saja dengan gedoran pintu yang bertubi tubi. Nala yang sedang menonton film pun merasa terusik. Akhirnya Nala mem pause film di laptopnya. Kemudian turun dari kasurnya untuk membukakan pintu.

"Apa sih abang ganteng~" Nala memaksakan senyumnya di depan Akbar. Sedangkan Akbar langsung masuk ke kamar Nala tanpa seizin pemiliknya. Nala mendengus kesal. Pasti ada sesuatu yang membuat abangnya seperti ini.

"Mau cerita apa bang?" Tanya Nala yang seolah tahu apa yang akan abangnya lakukan di kamarnya. Akbar hanya cengengesan mendengar pertanyaan adiknya. Adiknya memang sudah hafal dengan sifatnya.
"Tau aja kamu" Akbar membaringkan tububnya di kasur adiknya, kemudian diikuti Nala.

"Ceritain semua yang kamu tau tentang 'cowok' yang kemaren, jangan ada yang dikurang kurangin" Akhirnya kalimat itu lolos dari mulut Akbar. Nala cukup mengerti siapa yang dimaksud 'cowok' itu disini.

"Namanya Nathan, dia mantan Adiba" Akbar mendengarkan adiknya dengan baik tanpa berniat memotong ucapannya. Akbar yakin, Nala pasti tahu apa yang ia maksudkan.

"Mereka pacaran udah dua tahun lebih. Nathan itu anaknya nakal, dia sering bolos, ngerokok, balapan, main clubbing. Adiba juga dulu anaknya sedikit nakal, dia sering bolos sama Nathan. Kadang kadang main ke balapan malam, tapi dia gak pernah minum minum kok" Akbar melebarkan telinganya, seolah tak ingin melewatkan satu kata pun yang keluar dari mulut Nala.

"Trus Adiba mutusin buat hijrah, dia mulai rajin sholat dan ngaji. Dan tentunya ninggalan kebiasaan buruknya sedikit demi sedikit. Plus mutusin hubungannya sama si Nathan itu. Mereka sebenernya sama sama masih suka tapi menurut Adiba ini yang terbaik untuk mereka berdua. Bahkan nih ya, Adiba dijauhin sama dua sahabatnya yang lain. Dan entah gimana caranya Adiba malah temenan sama Haiva yang terkenal sama kealimannya di sekolah. Nala sih tentu milih Adiba dari pada ikut si Sandra sama Renata" Akbar merasa semakin kagum dengan sosok Adiba karena mendengar penuturan adiknya barusan. Memang sudah tak salah ia menempatkan Adiba di hatinya.

Nala sangat ingin sekali memberitahu Akbar tentang perjodohan Adiba, namun takut itu akan mematahkan hati abangnya. Tapi dirinya sudah tak tahan lagi. Abangnya harus tahu tentang semua ini.

"Bang!" Panggilan Nala memecahkan lamunan Akbar. Akbar menoleh ke samping kananya, tempat Nala berbaring.

"Emm..sebenernya Adiba udah..em..udah.." Nala sedikit ragu mengatakan ini. Dengan penuh keberanian akhirnya Nala bisa mengatakannya.

"Dijodohin" Bagai disambat petir, omongan Nala begitu menohok hati seorang Akbar. Perempuan yang dicintainya akan dimiliki orang lain. Tak ada laki laki yang rela, perempuan yang dicintainya dinikahkan dengan orang lain begitupun dengan Akbar. Akbar berfikir sejenak. Ucapan Akbar setelah ini sungguh membuatnya sangat terkejut. Nala tak habis pikir dengan abangnya ini.

"Abang lamar Adiba secepatnya!" Ucap Akbar dengan penuh keyakinan. Jika ini di dunia kartun, pasti sudah ada kobaran api di sekeliling Akbar saking bersemangatnya. Nala tak mengira respon abangnya akan seperti ini. Dia kira abangnya akan kecewa dan galau seperti orang orang yang biasa bercinta.

"'Secepatnya' itu kapan bang? Jangan sampe ketikung yaa hihihi..." Tanya Nala yang terdengar seperti ejekan. Namun Akbar menganggap itu serius.

"Setelah Adiba keluar dari rumah sakit"

°°°

Setelah kurang lebih satu minggu dirawat dirumah sakit. Akhirnya Adiba bisa pulang ke rumahnya. Sebenarnya Adiba diperbolehkan dokter untuk pulang dua hari yang lalu. Namun Farhan terlalu posesif, ia disuruh untuk istirahat beberapa hari lagi.

Disinilah Adiba sekarang, kamar bernuansa hitam putih miliknya. Hari sudah mulai gelap. Matahari sudah terbenam di tempatnya. Adiba hanya termenung menatap langit langit kamarnya.

Salma tiba tiba masuk ke kamarnya yang memang tidak terkunci. Adiba yang melihat raut cemas di wajah bundanya kini ikut duduk di ujung kasur sambil memegangi tangan Salma dan mengelusnya pelan.

"Bunda kenapa? Kok kayak cemas gitu?" Tanya Adiba dengan pelan berusaha menenangkan Salma.

"Dibawah ada orang yang ngelamar kamu"

Bersambung!

Vote!

And

Comment!

ADIBA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang